RATAPAN 5:1-16 : DUKACITA YANG BERTUBI-TUBI

Matthew Henry (1662-1714)

RATAPAN 5:1-16 : DUKACITA YANG BERTUBI-TUBI

[I]. Mereka mengakui aib dari dosa yang mereka tanggung, aib masa muda mereka (yang diratapi sendiri oleh Efraim (Yeremia 31:19), aib masa-masa awal bangsa mereka. 

Pengakuan ini diselipkan di tengah keluhan-keluhan mereka (Ratapan 5:7), tetapi juga bisa ditempatkan di awal keluhan-keluhan itu: Bapak-bapak kami berbuat dosa, mereka tak ada lagi. Mereka mati dan lenyap, tetapi kami yang menanggung kedurjanaan mereka. Keluhan ini di sini bukanlah keluhan yang timbul dari hati yang kesal, juga bukan tuduhan bahwa Allah berbuat tidak benar, seperti keluhan yang kita dapati dalam Ratapan 5: 29 dan Yehezkiel 18:2. Ayah-ayah makan buah mentah, dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu, dan karena itu tindakan Tuhan tidak tepat!
RATAPAN 5:1-16 : DUKACITA YANG BERTUBI-TUBI
Sebaliknya, ini merupakan pengakuan yang penuh pertobatan akan dosa-dosa nenek moyang mereka, yang mereka sendiri juga tetap bersikeras melakukannya, dan karena itu sudah sewajarnya mereka menderita sekarang. Penghakiman-penghakiman yang ditimpakan Allah kepada mereka begitu sangat besar sehingga tampak bahwa di dalamnya Allah mengarahkan pandangan kepada dosa-dosa nenek moyang mereka (karena nenek moyang mereka tidak dihukum secara luar biasa di dunia ini) dan juga kepada dosa-dosa mereka sendiri. Dan dengan demikian Allah dibenarkan baik dalam membiarkan nenek moyang mereka (Ia menumpukkan kesalahan mereka pada anak cucu mereka) maupun dalam tindakan-Nya yang keras terhadap mereka, yang dihukum-Nya atas kesalahan itu (Matius 23:35-36). Karena itu beginilah yang mereka lakukan di sini,

1. Berserah pada keadilan ilahi: “Tuhan, Engkau adil dalam segala sesuatu yang ditimpakan kepada kami, sebab kami adalah keturunan para pembuat kejahatan, orang-orang yang harus dimurkai, dan pewaris kutukan. Kami berdosa, dan itu memang sudah menjadi sifat kami.” Perhatikanlah, dosa-dosa yang dilihat kembali oleh Allah dalam menghukum, haruslah kita lihat kembali dengan bertobat, dan kita harus memperhatikan segala sesuatu yang membenarkan Allah dalam menghajar kita.

2. Mereka menyerahkan diri pada belas kasihan ilahi: “Tuhan, bapak-bapak kami berbuat dosa, dan kami sewajarnya menderita karena dosa-dosa mereka. Tetapi mereka tak ada lagi, mereka diambil dari kejahatan yang akan datang. Mereka tidak hidup untuk melihat dan berbagi dalam kesengsaraan-kesengsaraan yang telah terjadi atas kami ini, dan kami dibiarkan menanggung kedurjanaan mereka. 

Nah, meskipun dalam hal ini Allah berbuat benar, namun harus diakui bahwa keadaan kami mengenaskan, dan patut dikasihani.” Perhatikanlah, jika kita bertobat dan bersabar dalam apa yang kita derita karena dosa-dosa nenek moyang kita, maka kita dapat menantikan bahwa Dia yang menghukum akan mengasihani, dan akan segera kembali di dalam rahmat kepada kita.

[II]. Mereka menggambarkan celaan akibat masalah yang mereka tanggung, dalam berbagai hal, yang membuat mereka sangat terhina.

1. Mereka terampas dari hak milik atas negeri yang baik itu, yang diberikan Allah kepada mereka, dan musuh-musuh mereka telah memilikinya (Ratapan 5:2). Kanaan adalah milik pusaka mereka. Kanaan adalah milik mereka berdasarkan janji. Allah memberikannya kepada mereka dan keturunan mereka, dan mereka memegangnya berdasarkan pemberian dari mahkota-Nya (Mazmur 136:21-22).

Tetapi sekarang, “Negeri itu diberikan kepada orang asing. Orang-orang yang memilikinya adalah orang-orang yang tidak berhak atasnya, yang tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Mereka bermukim di rumah-rumah yang kami bangun, dan ini menjadi kehinaan kami.” Suatu kebahagiaan bagi seluruh Israel rohani milik Allah bahwa Kanaan sorgawi adalah milik pusaka yang tidak bisa dicabut hak miliknya dari mereka, yang tidak akan pernah diberikan kepada orang asing.

2. Keadaan negara dan bangsa mereka diturunkan seperti keadaan para janda dan yatim piatu (Ratapan 5:3): “Kami tak punya bapa (yaitu, tak berdaya). Kami tidak punya siapa-siapa untuk melindungi kami, untuk menyediakan kebutuhan bagi kami, untuk mengurus kami. Raja kami, yang merupakan bapak bangsa, sudah terbunuh. Bahkan, Allah Bapa kami tampaknya telah meninggalkan kami dan membuang kami. Ibu kami, kota-kota kami, yang seperti ibu yang subur di Israel, sekarang seperti janda, seperti istri yang ditinggal mati suaminya, tanpa penghiburan, dan rentan dijahati dan dilukai, dan inilah kehinaan kami. Sebab kami yang dulu besar sekarang dipandang hina.”

3. Mereka merasa kesusahan untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka, padahal dulu mereka hidup dalam kelimpahan dan memiliki segala sesuatu dalam jumlah banyak. Dulu air didapat dengan cuma-cuma dan mudah, tetapi sekarang (Ratapan 5:4), air kami kami minum dengan membayar, dan tidak benar lagi pepatah yang mengatakan, ‘Usus communis aquarum’ – Air cuma-cuma untuk semua orang. Begitu kerasnya para penindas mereka memperlakukan mereka sehingga mereka tidak bisa memperoleh satu tong air kecuali dengan membelinya entah dengan uang atau pekerjaan.

Dulu mereka dapat mengambil bahan bakar juga. Tetapi sekarang, “Kami mendapat kayu dengan bayaran, dan kami membayar mahal untuk setiap satu ikat kayu bakar.” Sekarang mereka dihukum karena telah mempekerjakan anak-anak mereka untuk mengumpulkan kayu bakar, yang apinya mereka gunakan untuk membuat penganan persembahan bagi ratu sorga (Yeremia 7:18).

Mereka dilarang dan tidak diperbolehkan sama sekali oleh para penindas mereka untuk menggunakan api maupun air, dengan disumpah menurut kebiasaan lama itu, ‘Interdico tibi aqua et igni’ – Aku melarang engkau menggunakan air dan api. Tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk mencari makan? Sesungguhnya, mencari makan juga susah seperti hal-hal lain, sebab :

(a). Sebagian dari mereka menjual kebebasan mereka untuk itu (Ratapan 5:6): “Kami mengulurkan tangan kepada Mesir, dan kepada Asyur. Kami membuat penawaran terbaik semampu kami dengan mereka, untuk melayani mereka, supaya kami bisa menjadi kenyang dengan roti. Kami dengan senang hati menundukkan diri pada pekerjaan yang paling hina, dengan syarat-syarat yang paling berat, untuk mendapatkan mata pencaharian yang menyedihkan.

Kami telah menyerahkan diri kami untuk menjadi budak-budak mereka, telah berpisah dengan semua orang untuk mereka, seperti orang-orang Mesir menyerahkan diri kepada Firaun di masa-masa kelaparan, supaya kami mempunyai sesuatu bagi diri kami sendiri dan keluarga kami untuk bertahan hidup.” Negeri-negeri tetangga dulu biasa berdagang gandum dengan Yehuda (Yehezkiel 27:17), sebab Yehuda adalah negeri yang subur. Tetapi sekarang negeri itu memakan penduduknya, dan mereka dengan senang hati berusaha mengambil hati orang-orang Mesir dan Asyur.

(b). Sebagian yang lain dari antara mereka mempertaruhkan nyawa mereka untuk itu (Ratapan 5:9): Dengan bahaya maut kami harus mengambil makanan kami. Karena dibuat kesusahan oleh pengepungan dan semua persediaan pun terputus, mereka nekat keluar atau menyelinap keluar dari kota untuk mengambil perbekalan makanan. Dan saat melakukan itu mereka terancam bahaya jatuh ke tangan para pengepung dan ditebas oleh pedang, pedang di padang gurun, demikian pedang itu disebut, atau pedang di dataran (sebab itulah yang diartikan dari kata itu), karena para pengepung tersebar di segala tempat di dataran yang ada di sekitar kota.

Marilah kita mengambil pelajaran dari sini untuk memuji Allah atas kelimpahan yang kita nikmati, bahwa kita bisa mendapat roti dengan begitu mudah, hampir tanpa setetes keringat di wajah kita, apalagi dengan bahaya maut. Dan atas damai sejahtera yang kita nikmati, bahwa kita bisa pergi keluar, dan menikmati bukan hanya hasil-hasil bumi untuk kebutuhan pokok, melainkan juga keindahan-keindahan negeri, tanpa takut terhadap pedang di padang gurun.

4. Orang-orang yang dibawa ke dalam perbudakan itu dahulunya adalah orang-orang merdeka, dan bukan hanya menjadi tuan atas diri mereka sendiri, melainkan juga tuan atas semua orang di sekitar mereka, dan hal ini menjadi kehinaan bagi mereka seperti hal-hal lainnya (Ratapan 5:5, KJV): Tengkuk kami memikul kuk penganiayaan yang berat dan tak tertahankan (kuk besi yang dinubuatkan Yeremia akan mereka pikul (Yeremia 28:14). Kami diperlakukan seperti binatang-binatang pemikul kuk, yang sepenuhnya melayani pemiliknya, dan siap sedia menjalankan perintah penunggangnya. Apa yang memperparah perbudakan itu adalah :

(a). Bahwa mereka bekerja tiada henti, seperti orang-orang Israel di Mesir, yang setiap hari diberi tugas, bahkan, diberi tugas melampaui batas: Kami lelah, bagi kami tak ada istirahat, tidak mendapat izin dan tidak mendapat kesenangan untuk beristirahat. Lembu pemikul kuk dilepaskan dari kuknya pada malam hari dan beristirahat, demikian pula dengan mereka, menurut ketentuan hukum Taurat, pada hari Sabat. Tetapi orang-orang buangan yang malang di Babel, yang dipaksa bekerja untuk menghidupi diri mereka, bekerja dan tak ada istirahat, tak ada istirahat di malam hari, tak ada istirahat di hari Sabat. Mereka dibuat kelelahan oleh kerja keras yang terus-menerus.

(b). Bahwa tuan-tuan mereka membuat mereka tak tahan (Ratapan 5:8): Pelayan-pelayan memerintah atas kami. Dan tak ada yang lebih menjengkelkan daripada seorang hamba, kalau ia menjadi raja (Amsal 30:22). Bukan hanya para pembesar Kasdim yang memerintah mereka, tetapi juga bahkan yang paling hina dari hamba-hamba Kasdim berbuat sewenang-wenang terhadap mereka sesuka hati, dan menghina mereka. Mereka juga harus siap sedia melayani hamba-hamba itu.

Kutukan Kanaan sekarang telah menjadi hukuman Yehuda: Hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina. Mereka tidak mau diperintah oleh Allah mereka, dan oleh hamba-hamba-Nya para nabi, yang memerintah dengan lembut dan murah hati, dan karena itu sewajarnya mereka diperintah dengan keras oleh musuh-musuh mereka dan hamba-hambanya.

(c). Bahwa mereka tidak melihat adanya kemungkinan cara untuk memperbaiki masalah-masalah mereka: “Yang melepaskan kami dari tangan mereka tak ada. Bukan hanya tak ada yang menyelamatkan kami dari pembuangan, tetapi juga tak ada yang menegur dan menahan kekurang-ajaran hamba-hamba yang melecehkan dan menginjak-injak kami,” yang orang pikir seharusnya dilakukan oleh tuan-tuan mereka, karena hal itu merupakan perampasan wewenang mereka. Tetapi, sejauh yang tampak, tuan-tuan itu tidak peduli dan justru men-dorongnya, dan, seolah-olah mereka tidak layak diperbaiki oleh tuan-tuan, mereka diserahkan kepada para bujang untuk diinjak-injak. Pantas saja mereka berdoa, ya TUHAN, pandanglah dan lihatlah akan kehinaan kami.

5. Orang-orang yang dulu biasa berpesta sekarang kelaparan (Ratapan 5:10): Kulit kami membara laksana perapian, kering dan juga terbakar, karena nyerinya kelaparan, karena badai kelaparan (demikian kata yang dipakai). Sebab, meskipun kelaparan mendatangi sebuah bangsa secara perlahan-lahan, namun ia datang dengan keras, dan meruntuhkan semua yang ada di hadapannya, dan tak ada yang bisa melawannya. Dan hal ini juga merupakan kehinaan mereka. Dari situlah kita membaca tentang noda kelaparan, yang dalam pembuangan mereka tanggung di tengah bangsa-bangsa (Yehezkiel 36:30).

6. Segala macam orang, bahkan orang-orang yang kepribadian dan wataknya tidak menunjukkan kekerasan sama sekali, dilecehkan dan dihina.

(a). Mereka memperkosa wanita-wanita, bahkan wanita-wanita di Sion, gunung yang kudus itu (ayat 11). Perbuatan kefasikan yang demikian keji seperti itu pantas dikeluhkan dengan rasa sedih.

(b). Para pembesar tidak hanya dihukum mati, tetapi juga dihukum mati secara tercela. Pemimpin-pemimpin digantung, seolah-olah mereka adalah budak, oleh tangan orang-orang Kasdim (Ratapan 5:12), yang berbangga dalam menjalankan hukuman yang biadab ini dengan tangan mereka sendiri. Menurut sebagian orang, mayat-mayat para pemimpin, setelah mereka dibunuh dengan pedang, digantung, seperti mayat anak-anak Saul, untuk menghina mereka, dan seolah-olah untuk menebus kesalahan bangsa itu.

(c). Tak ada penghormatan yang diberikan terhadap hakim-hakim dan pihak-pihak yang berwenang: Para tua-tua, tua dalam umur, tua dalam jabatan, tidak dihormati. Hal ini akan diingat secara khusus untuk melawan orang-orang Kasdim di suatu hari nanti. Engkau bahkan sangat memberatkan kukmu kepada orang yang tua (Yesaya 47:6).

(d). Lembutnya anak-anak muda tidak dipertimbangkan sama seperti ringkihnya orang-orang tua ( Ratapan 5:13): Mereka mengambil pemuda-pemuda untuk menggiling di penggilingan tangan, bahkan, mungkin di penggilingan kuda. Pemuda-pemuda membawa biji padi-padian (demikian menurut sebagian orang), memikul kilangan, atau batu kilangan, demikian menurut sebagian yang lain. Mereka membebani para pemuda seolah-olah pemuda-pemuda itu adalah binatang pengangkut barang, dan dengan demikian mematahkan tulang punggung mereka sewaktu mereka masih muda, dan membuat sisa hidup mereka lebih sengsara lagi. Bahkan, mereka membuat anak-anak kecil membawa kayu bakar ke rumah, dan menimpakan beban yang sedemikian rupa pada mereka sehingga mereka terjatuh karena beratnya pikulan kayu. Betapa tidak berperikemanusiaan mandor-mandor kejam ini!

7. Semua kegembiraan orang Yehuda diakhiri, dan sukacita mereka dipadamkan (Ratapan 5:14): Para teruna, yang biasanya cenderung ingin bersukaria, telah berhenti main kecapi, telah menggantungkan kecapi-kecapi mereka pada pohon-pohon gandarusa. Memang sudah sepatutnya orang-orang tua berhenti bermain musik. Sudah saatnya alat musik diletakkan dengan pandangan yang rendah namun penuh kemurahan hati, apabila semua penyanyi perempuan tunduk. Tetapi suatu pertanda malapetaka yang besar pada sebuah bangsa apabila teruna-teruna mereka dibuat berhenti bermain musik.

Demikianlah yang terjadi dengan tubuh bangsa itu (Ratapan 5:15): Lenyaplah kegirangan hati mereka. Mereka tidak pernah tahu apa itu sukacita sejak musuh memasuki wilayah mereka seperti banjir, sejak samudera raya berpanggil-panggilan, dan satu gelombang memakan gelombang yang lain, sehingga mereka amat kepayahan: Tari-tarian kami berubah menjadi perkabungan. Bukannya melompat-lompat kegirangan, seperti sebelumnya, kami tenggelam dan terbaring dalam dukacita.

Ini mungkin terutama merujuk pada sukacita perayaan-perayaan keagamaan mereka, dan tari-tarian yang dilakukan selama perayaan (Hakim-hakim 21:21), yang bukan hanya tarian bersahaja, melainkan juga tarian suci. Tarian ini berubah menjadi perkabungan, yang menjadi dua kali lipat besarnya pada hari-hari raya mereka, yang dirayakan untuk mengingat kesenangan-kesenangan mereka yang dulu.

8. Semua kemuliaan mereka diakhiri.

(a). Pelaksanaan keadilan untuk semua orang adalah kemuliaan mereka, tetapi itu sudah lenyap: Para tua-tua tidak berkumpul lagi di pintu gerbang (Ratapan 5:14). Jalan keadilan, yang biasanya mengalir seperti sungai, sekarang terhenti. Gedung-gedung pengadilan, yang dulu biasa dijaga dengan begitu sungguh-sungguh, sekarang dirobohkan. Sebab hakim-hakim dibunuh, atau dibawa sebagai tawanan.

(b). Martabat rajawi adalah kemuliaan mereka, tetapi itu juga lenyap: Mahkota telah jatuh dari kepala kami, bukan hanya raja sendiri telah jatuh ke dalam kehinaan, melainkan juga mahkotanya. Ia tidak memiliki penerus, semua tanda kebesaran kerajaan telah lenyap. Perhatikanlah, mahkota-mahkota duniawi adalah hal yang akan pudar dan jatuh. Tetapi, terpujilah Allah, ada mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu, yang tidak pernah jatuh, kerajaan yang tidak tergoncangkan.


Dengan keluhan ini, tetapi dalam kaitannya dengan semua keluhan sebelumnya, mereka mengaku dengan bertobat, “Wahai kami, karena kami telah berbuat dosa! Celakalah kami! Keadaan kami sangat mengenaskan, dan itu semua terjadi karena diri kami sendiri. Kami binasa, dan yang memperburuk masalahnya, kami binasa oleh tangan kami sendiri. Allah bertindak benar, sebab kami telah berdosa.”
Perhatikanlah, semua malapetaka yang menimpa kita terjadi karena dosa dan kebodohan kita sendiri. 

Jika mahkota telah jatuh dari kepala kita (sebab demikianlah bunyi dari kata-kata itu), jika kita kehilangan keunggulan kita dan menjadi hina, itu karena salah kita sendiri, dengan kesalahan kita sendiri, kita menajiskan mahkota kita dan menaruh kemuliaan kita ke dalam debu.
Next Post Previous Post