RATAPAN 4:1-12: KEHANCURAN YERUSALEM

Matthew Henry (1662-1714)

KEHANCURAN YERUSALEM.
Ratapan 4:1-12.

Syair ratapan dalam pasal 4 ini dimulai dengan ratapan atas perubahan yang sangat menyedihkan dan memilukan, yang terjadi sebagai akibat dari penghakiman-penghakiman yang Allah perbuat di Yerusalem. Kota yang dulunya seperti emas, seperti emas murni, begitu kaya dan semarak, kota yang paling indah dan kesukaan dunia semesta, telah menjadi pudar, dan berubah, telah kehilangan kemilaunya, kehilangan nilainya, tidak seperti dulu lagi. Kota itu telah menjadi ampas. Aduhai! Betapa dahsyatnya perubahan itu!
RATAPAN 4:1-12: KEHANCURAN YERUSALEM
[I]. Bait suci, yang dulu merupakan kemuliaan Yerusalem dan perlindungannya, diporak-porandakan. 

Bait suci diserahkan ke dalam tangan musuh. Dan sebagian orang memahami emas yang dibicarakan dalam ayat 1 sebagai emas bait suci, emas murni yang dengannya bait suci dilapisi (1 Raja-raja 6:22). Ketika bait suci dibakar, emasnya menjadi hangus dan kotor, seolah-olah ia barang yang tak bernilai. 

Emas itu dibuang ke tempat sampah. Emas itu berubah, dipakai untuk keperluan-keperluan biasa dan tidak dianggap sama sekali. Batu-batu bait suci, yang dikerjakan secara menakjubkan, dirobohkan oleh tentara Kasdim, ketika mereka membongkar bait suci, atau diruntuhkan dengan kekuatan api, dan terbuang, dilempar di pojok tiap jalan. Batu-batu itu bercampur-baur di antara reruntuhan, tanpa diistimewakan. Ketika Allah dari bait suci disulut murka-Nya untuk menarik diri oleh dosa, maka tidak heran jika batu-batu bait suci dicemarkan seperti itu.

[II]. Pemimpin-pemimpin dan imam-imam, yang merupakan anak-anak Sion secara istimewa, diinjak-injak dan dilecehkan (Ratapan 4:2). 

Baik rumah Allah maupun rumah Daud terletak di Sion. Anak-anak dari kedua rumah itu berharga karena alasan ini, bahwa mereka adalah ahli-ahli waris atas hak-hak istimewa dari kedua perjanjian, yaitu perjanjian imamat dan rajawi. Mereka setimbang dengan emas tua. Israel lebih kaya dalam hak-hak istimewa itu daripada dalam harta benda berupa emas dan perak. Tetapi sekarang mereka dianggap belanga-belanga tanah. Mereka hancur seperti belanga-belanga tanah, dibuang seperti periuk yang tidak disukai orang. Mereka telah menjadi miskin, dan dibawa ke dalam pembuangan, dan dengan demikian menjadi hina dan tercela, dan semua orang menginjak-injak serta menghina mereka. Perhatikanlah, penghinaan yang diberikan terhadap umat Allah haruslah menjadi hal yang harus kita ratapi.

[III]. Anak-anak kecil menderita kelaparan karena tidak ada roti dan air (Ratapan 4:3-4). 

Ibu-ibu yang menyusui, karena tidak mempunyai makanan untuk diri mereka sendiri, tidak pula mempunyai susu untuk bayi-bayi dalam gendongan mereka. Sehingga, meskipun sebenarnya sifat mereka penuh kasih, namun tindakan mereka tampak kejam, seperti burung unta di padang pasir, yang meninggalkan telurnya di dalam pasir (Ayub 39:17-18).

Karena tidak mempunyai makanan untuk anak-anak mereka, mereka terpaksa mengabaikan anak-anak mereka dan berbuat semampu mereka untuk melupakan anak-anak mereka. Hati mereka sakit bila memikirkan anak-anak mereka, sebab mereka tidak mempunyai apa-apa untuk anak-anak mereka. Dalam hal ini mereka lebih buruk daripada anjing laut, atau serigala, atau ikan paus (seperti sebagian orang mengartikannya), sebab hewan-hewan itu memberikan teteknya dan menyusui anak-anaknya, sementara putri bangsaku tidak mau melakukannya. Anak-anak kecil tidak bisa pergi sendiri mencari perlindungan seperti orang dewasa.

Oleh sebab itu, lebih menyakitkan melihat lidah bayi melekat pada langit-langit karena haus, karena tidak ada setetes air untuk membasahinya. Dan lebih menyakitkan lagi mendengar anak-anak kecil, yang hanya bisa berbicara, meminta roti dari orangtua mereka, yang tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan, bahkan tak seorang teman pun dapat memberi mereka makanan. Walaupun sedih hati kita memikirkan keadaan Israel dahulu seperti ini, namun hendaklah kita bersyukur atas kelimpahan besar yang kita nikmati saat ini, dan makanan yang mencukupi yang kita miliki untuk diri kita sendiri dan anak-anak kita, dan untuk seisi rumah kita.

[IV]. Orang-orang yang berkedudukan tinggi sekarang jatuh miskin luar biasa (Ratapan 4:5). 

Mereka yang terlahir dengan baik dan dibesarkan dengan baik, dan sudah terbiasa dengan segala yang terbaik, baik dalam hal makanan maupun pakaian, yang biasa makan yang sedap-sedap, memiliki segala yang lezat dan nikmat (mereka menyebutnya makan enak, padahal orang yang makan enak hanyalah mereka yang makan bagi kemuliaan Allah), dan setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Mereka ini bukan hanya sudah maju sehingga berpakaian kirmizi, tetapi juga dari semula mereka dibesarkan dengan kain kirmizi, dan tidak pernah mengenal sesuatu yang hina atau biasa-biasa saja.

Mereka biasa duduk di atas kain kirmizi (demikian kata yang dipakai). Penutup kaki mereka, dan permadani-permadani yang di atasnya mereka berjalan, terbuat dari kain kirmizi, namun mereka ini, karena semuanya sudah dilucuti oleh perang, mati bulur di jalan-jalan. Mereka tidak mempunyai rumah untuk membaringkan kepala mereka, atau tempat tidur untuk berbaring, atau pakaian untuk menutupi tubuh mereka, atau api untuk menghangatkan mereka. Mereka terbaring di timbunan sampah.

Di atasnya mereka senang berbaring supaya bisa sedikit beristirahat, dan mungkin mengorek-ngorek sampah mencari sesuatu untuk dimakan, seperti si anak hilang yang ingin mengisi perutnya dengan ampas. Perhatikanlah, orang-orang yang hidup dalam kemegahan dan kelimpahan besar tidak tahu kesusahan-kesusahan apa yang dapat menimpa mereka sebelum mereka mati, seperti juga adakalanya orang yang miskin diangkat dari lumpur. Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan (1 Samuel 2:5).

Oleh sebab itu, berhikmatlah jika orang-orang yang berkelimpahan tidak terlalu memanjakan diri mereka dengannya, sebab kesusahan, apabila datang, akan terasa dua kali lipat beratnya (Ulangan 28:56).

[V]. Orang-orang yang terpandang karena martabatnya, bahkan, mungkin karena kekudusannya, berbagi dengan orang lain dalam mala-petaka bersama itu (Ratapan 4:7-8).

Pemimpin-pemimpinnya (KJV: orang-orang Nazirnya) dibuat susah luar biasa. Sebagian orang memahaminya hanya sebagai orang-orang yang terhormat, tuan-tuan muda, yang berpenampilan sangat bersih, rapih, berpakaian bagus, dan bau wewangian.

Tetapi saya tidak melihat mengapa kita tidak dapat memahaminya sebagai orang-orang yang saleh di antara mereka, yang mengkhususkan dirinya bagi TUHAN dengan nazar orang nazir (Bilangan 6:2). Bahwa ada orang-orang seperti itu di antara mereka di masa-masa yang paling merosot tampak dari Ratapan 4:11, Aku telah membangkitkan sebagian dari teruna-terunamu menjadi nazir.

Meskipun orang-orang Nazir ini tidak boleh memotong rambut, namun karena pola makan mereka yang penuh pantangan, dan karena mereka sering membasuh diri, terutama karena mereka senang mengabdikan diri kepada Allah dan bergaul dengan-Nya, yang membuat wajah mereka bersinar seperti wajah Musa, mereka lebih bersih dari salju dan lebih putih dari susu. Karena tidak minum anggur atau minuman keras, kulit mereka lebih sehat dan wajah mereka lebih ceria daripada orang-orang yang menyuguhi diri setiap hari dengan darah buah anggur, seperti Daniel dan teman-temannya menyuguhi diri dengan sayur dan air.

Atau mungkin itu menunjukkan penghormatan dan pemujaan yang besar dari semua orang baik terhadap mereka. Walaupun mungkin mereka tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada, namun, karena mengkhususkan diri bagi Tuhan, mereka dihargai seolah-olah lebih merah dari pada merjan, dan rupa mereka seperti batu nilam. Tetapi sekarang begitu buruk rupa mereka (seperti yang dikata-kan tentang Kristus (Yesaya 52:14). Wajah mereka lebih hitam dari pada jelaga. Mereka tampak sengsara, sebagian karena kelaparan dan sebagian lagi karena kesedihan dan kebingungan. Mereka tidak dikenal di jalan-jalan.

Orang-orang yang dulu menghormati mereka sekarang tidak memperhatikan mereka, dan orang-orang yang sudah mengenal mereka dengan akrab sekarang hampir tidak mengenal mereka, sebab wajah mereka begitu berubah oleh kesengsaraan-kesengsaraan yang menyertai pengepungan yang berkepanjangan itu. Kulit mereka berkerut pada tulang-tulangnya, daging mereka hampir habis dan terbuang. Daging mereka mengering, menjadi seperti kayu, kering dan keras seperti sepotong kayu.
Perhatikanlah, suatu hal yang harus sangat diratapi bahwa bahkan orang-orang yang mengkhususkan diri bagi Allah sekalipun, ketika penghakiman-penghakiman yang menghancurkan ditimpakan, sering kali disertakan juga bersama orang lain dalam malapetaka bersama.

[VI]. Yerusalem runtuh secara perlahan-lahan, dan menantikan kematian yang berlangsung lama dan pelan-pelan. 

Sebab kelaparan lebih berperan bagi kehancurannya daripada penghakiman-penghakiman lainnya. Oleh karena itu, kehancuran Yerusalem lebih besar dari Sodom (Ratapan 4:6), sebab Sodom hanya dibongkar-bangkir sekejap mata. Satu hujan api dan belerang sudah membumihanguskannya, tanpa ada tangan yang memukulnya. Ia tidak mengalami pengepungan apa pun yang berkepanjangan, seperti Yerusalem. Ia langsung jatuh ke tangan Tuhan, yang menyerang tepat mengenai sasaran dengan satu pukulan, dan tidak jatuh ke tangan manusia, yang karena lemah, lama dalam melaksanakan hukuman (Hakim-hakim 8:21).

Sebaliknya, Yerusalem selama berbulan-bulan dibuat tersiksa, menderita dan sengsara, dan mati sedikit demi sedikit, mati dengan merasakan kematiannya sendiri. Dan, apabila kesalahan Yerusalem lebih diperparah daripada kesalahan Sodom, maka tidak heran jika hukumannya pun demikian. Sodom tidak pernah memiliki sarana anugerah seperti yang dimiliki Yerusalem, yaitu sabda-sabda Allah dan nabi-nabi-Nya, dan karena itu penghukuman Yerusalem akan lebih tak tertanggungkan daripada punya Sodom (Matius 11:23-24). Luar biasanya kelaparan itu digambarkan di sini melalui dua contohnya yang menakutkan:

1. Kematian-kematian yang melelahkan yang disebabkan oleh kelaparan itu (Ratapan 4:9). 

Banyak orang tewas karena kelaparan, menderita lapar sampai mati, sebab persediaan-persediaan mereka sudah habis, dan persediaan-persediaan di tempat umum hampir habis sehingga mereka tidak bisa ditolong sedikit pun olehnya. Mereka merana dan mati sebab tak ada hasil ladang. Orang-orang yang kelaparan pasti akan mati seolah-olah mereka sudah tembus ditikam dan dihantam. Hanya saja keadaan mereka jauh lebih mengenaskan. Mereka yang gugur karena pedang akan segera dibebaskan dari rasa sakit mereka. Dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati (Ayub 21:13).

Mereka tidak mengalami kengerian melihat kematian yang datang mendekati mereka, dan hampir tidak merasakannya tatkala kematian menghunjamkan pukulannya. Hanya satu pergulatan yang pedih, lalu semuanya pun selesai. Dan jika kita siap menghadapi dunia lain, kita tidak perlu takut akan jalan singkat menuju ke sana, justru lebih cepat lebih baik.

Tetapi orang-orang yang mati karena kelaparan, mati merana. Kelaparan menggerogoti roh mereka, dan menghabiskan mereka secara perlahan-lahan. Bahkan, kelaparan menyiksa roh mereka, dan membuat mereka berkeluh kesah, dan merupakan siksaan besar bagi pikiran seperti juga bagi tubuh. Inilah kesakitan-kesakitan pada kematian mereka (Mazmur 73:4).

2. Pembunuh-pembunuh biadab yang diciptakan oleh kelaparan itu (Ratapan 4:10): 

Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut pertama-tama membunuh, dan kemudian memasak kanak-kanak mereka sendiri. Hal ini diratapi sebelumnya (Ratapan 2:20). Betapa harus diratapi dengan teramat sangat bahwa orang bisa menjadi sedemikian fasik untuk melakukannya, dan sedemikian ditimpa kesusahan-kesusahan yang demikian luar biasa sehingga tergoda untuk melakukannya.

Tetapi dampak yang mengerikan dari pengepungan-pengepungan yang berkepanjangan ini sudah diancamkan kepada semuanya (Imamat 26:29; Ulangan 28:53), dan khususnya kepada Yerusalem dalam pengepungan tentara Kasdim (Yeremia 19:9; Yehezkiel 5:10). Keadaan itu begitu menyedihkan sehingga mereka tidak mempunyai apa-apa untuk memberi makan anak-anak mereka dan memasak daging untuk mereka (ayat 4).

Tetapi jauh lebih buruk lagi bahwa mereka sampai tega menyantap anak-anak mereka dan menjadikannya sebagai daging. Saya tidak tahu apakah ini harus dijadikan contoh dari kuatnya kelaparan atau kuatnya kejahatan. Tetapi, sama seperti para penyembah berhala dari bangsa-bangsa bukan Yahudi sewajarnya diserahkan kepada hawa nafsu yang memalukan (Roma 1:26).

Demikian pula para penyembah berhala dari bangsa Yahudi ini, dan kaum perempuannya secara khusus, yang telah membuat penganan persembahan bagi ratu sorga dan mengajar anak-anak mereka untuk melakukannya juga, mereka dibuat hampa kasih sayang, bahkan kepada anak-anak mereka sendiri. Dibiarkan mencemarkan tubuh mereka sendiri seperti itu merupakan penghakiman yang benar kepada mereka atas kecemaran yang telah mereka perbuat terhadap Allah.

[VII]. Yerusalem runtuh sepenuhnya dan secara mencengangkan.

1. Kehancuran Yerusalem adalah kehancuran yang sehabis-habisnya (Ratapan 4:11): TUHAN melepaskan segenap amarah-Nya. Ia telah merampungkan amarah-Nya, telah melaksanakan semua yang menjadi tujuan-Nya dalam murka terhadap Yerusalem, dan tidak menghapus satu bagian pun dari hukuman itu. Ia menumpahkan cawan-cawan murka-Nya yang menyala-nyala seluruhnya, tumpah habis sampai ke dasarnya, bahkan sampai ke ampas-ampasnya. Ia telah menyalakan api di Sion, yang tidak hanya melahap habis rumah-rumah, dan meratakannya dengan tanah, tetapi juga, melebihi apa yang dapat dilakukan api-api lain, telah memakan dasar-dasarnya, seolah-olah rumah-rumah tidak akan lagi dibangun di atasnya.


2. Kehancuran itu adalah kehancuran yang mencengangkan (Ratapan 4:12): Sangat mengejutkan bagi raja-raja di bumi, yang mengenal dan ingin tahu selalu tentang keadaan negeri-negeri tetangga mereka. Bahkan, kehancuran itu mencengangkan bagi seluruh penduduk dunia yang mengetahui Yerusalem, atau yang pernah mendengar atau membaca tentangnya. Mereka tidak percaya bahwa lawan dan seteru dapat masuk ke dalam gapura-gapura Yerusalem. Sebab :

(a). Mereka tahu bahwa Yerusalem dibentengi dengan kuat, bukan hanya oleh tembok-tembok dan kubu-kubu, melainkan juga oleh jumlah dan kekuatan penduduknya. Kubu pertahanan Sion dianggap tak tertembus.

(b). Mereka tahu bahwa Yerusalem adalah kota Raja Besar, di mana Tuhan atas seluruh bumi berdiam secara khusus. Yerusalem adalah kota kudus, dan karena itu mereka berpikir bahwa kota itu berada di
bawah perlindungan ilahi yang sedemikian rupa sehingga sia-sia saja kalau musuh-musuhnya hendak menyerangnya.

(c). Mereka tahu bahwa banyak upaya yang dilakukan untuk menyerangnya sudah digagalkan, lihat saja upaya Sanherib. Oleh karena itu, mereka terheran-heran ketika mendengar tentara Kasdim menjadikan diri mereka tuan atasnya, dan akhirnya sadar bahwa pasti oleh tangan Allah secara langsunglah Yerusalem diserahkan kepada tentara Kasdim. Oleh perintah penugasan dari Dialah musuh menerobos dan memasuki gapura-gapura Yerusalem.
Next Post Previous Post