Menjadi Garam Dunia: Berkat, Kasih dan Kesucian (Lukas 14:34-35)

Pendahuluan

Selamat datang dalam perjalanan spiritual kita untuk menjadi garam dunia, sebuah panggilan untuk menghidupi Firman Tuhan dengan penuh kasih dan kesucian. Sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus dalam Lukas 14:34-35, kita dipanggil untuk menjadi garam yang memberikan rasa yang sedap, aman, dan indah bagi dunia ini. 
Menjadi Garam Dunia: Berkat, Kasih dan Kesucian (Lukas 14:34-35)
Dalam panduan ini, kita akan menjelajahi konsep menjadi garam dalam tiga dimensi utama: kasih kepada semua orang, menjadi berkat bagi sesama, dan hidup dalam kesucian. Mari kita melangkah bersama-sama menuju pemahaman yang lebih dalam tentang panggilan kita untuk menjadi garam dunia, menjadikan hidup kita sebagai penyedap rasa bagi orang-orang di sekitar kita

1. Menjadi garam dunia adalah selalu mendengar dan pelaku Firman Tuhan 

Lukas 14:34  Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? 14:35 Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" 

Menjadi garam bagi dunia ini adalah merupakan salah satu gaya bahasa yang digunakan dalam pengajaran-Nya. Kita tidak mungkin akan merelakan diri hancur dengan menjadi garam supaya dapat menggarami dunia ini. Adapun yang dimaksud oleh Yesus dalam konteks ini dengan menjadi garam adalah memberikan rasa yang sedap, aman indah dan asri bagi dunia ini. 

Menjadi garam adalah suatu sikap hidup yang rendah hati, sama seperti garam yang harganya sangat rendah, namun memberikan rasa nikmat dan akhirnya bernilai tinggi. Bagi orang yang merasakan hidupnya hampa kita hadir memberikan Kristus untuk mengisi hidup mereka agar hidupnya dirasa berarti dan akhirnya memuliakan Bapa di surga. Bukankah ini suatu hal yang menarik untuk kita lakukan dalam hidup kita? Amin?

Mengapakah kita perlu menjadi garam bagi dunia ini? Karena dunia ini sudah penuh dengan kebusukan atau borok yang menjijikkan sehingga kita dituntut untuk menjadi pengawet bagi mereka yang terkungkung dalam dosa. Kuasa Firman Tuhan dalam hidup kita sebagai orang percaya hendaknya dijadikan sebagai bahan pengawet agar dapat menyelamatkan mereka yang sudah jatuh dalam borok dosa yang menjijikkan tersebut

2. Menjadi garam bagi dunia adalah hidup dalam kasih kepada semua orang 

Markus 9:50 Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain." 

Menjadi garam bagi dunia ini adalah seperti halnya orang Samaria yang menyelamatkan seseorang yang dirampok habis-habisan dengan membalut luka-lukanya sampai dia sembuh. Sama seperti garam tidak memandang masakan apa pun ketika akan dijadikan penyedap rasa. Demikian juga kita hendaknya menjadi garam yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi orang lain sehingga mereka terus bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Memberikan pertolongan bagi orang lain tanpa memandang suku, ras, agama dan bahasa. 

Heer menjelaskan dengan mengutip Grundmann bahwa menjadi garam melalui kasih yang diperlihatkan terhadap sesama manusia. Hal ini juga dilakukan oleh rasul Paulus yang rela menjadikan dirinya apa pun demi memberitakan Injil agar semua orang menjadi percaya kepada Yesus

3. Menjadi garam bagi dunia adalah Menjadi berkat bagi orang lain 

Menjadi garam bagi dunia adalah Menjadi berkat bagi orang lain adalah merupakan implementasi para murid dalam kehidupannya menjadi saksi Kristus. Kalimat ini menimbulkan pertanyaan serta perenungan bagi saya secara pribadi. Bagaimanakah pola hidup saya sebagai murid Kristus selama? Apakah saya masih merasa hidup selalu berkekurangan sehingga tidak mau menjadi berkat bagi orang lain. 

Hal apa yang saya miliki dapat menjadi berkat bagi orang lain? Atau adakah saya sudah merasa bosan berbuat baik bagi sesama? Mengapa perasaan bosan tersebut muncul dalam pikiran kita? Apakah kita melakukannya dengan motivasi untuk menuntut balas? Sehingga ketika berbuat baik bagi orang lain, tapi dari dia sendiri tidak ada, maka kita menjadi malas berbuat baik bagi dia? jikalau kita tulus dalam memberi, maka hukumnya jelas bahwa, barang siapa yang menabur dia akan menuai juga. Menabur kebaikan, akan menuai kebaikan, menabur kejahatan akan menuai kejahatan (Galatia 6:6- 8). 

Paulus dalam konteks ini melanjutkan pada ayat 9, karena itu janganlah kita jemu-jemu berbuat baik; ayat 10 dikatakan, karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, maka marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Ayat ini mengindikasikan bahwa seharunyalah kita berbuat bagi saudara seiman kita. Di kampus atau asrama kita diajar untuk melakukan itu dalam skala yang kecil, ketika kita sudah lulus berbuat baik dalam skala kecil, maka lihatlah ladang yang luas sudah menantikan kita untuk menjadi garam bagi mereka melalui perbuatan baik kita

Ingatlah bahwa hidup ini adalah kesempatan untuk melayani Tuhan dan kesempatan itu untuk menjadi berkat bagi sesama. Mengapa saya katakan demikian karena akan datang waktunya orang tidak lagi tahu mengasihi sesamanya, mereka akan mengasihi diri sendiri dan tidak suka sesuatu yang baik (2 Timotius 3:1-3)

4. Menjadi Garam bagi Dunia melalui kehidupan dalam Kesucian 

Hidup dalam kesucian merupakan tuntutan kehidupan setiap orang percaya agar hidup dalam kekudusan. Inilah salah satu cara yang dapat diterpakan dari kehidupan orang Kristen melalui kesuciannya. Hal ini pun menjadi kualifikasi seorang hamba Tuhan menurut Paulus kepada Timotius agar dapat menjadi teladan dalam kesucian hidupnya (1 Timotius 4:12e). Teladan hidup yang seharusnya adalah hidup kudus agar dapat menjadi berkat bagi orang lain. Inilah panggilan para murid Kristus menjadi garam melalui kesucian hidup mereka.

Sangat di sayangkan jika ada orang Kristen mengaku memiliki hidup yang mengikuti firman Tuhan, namun hidupnya tetap dalam kecemaran dunia. Ini adalah hidup yang tidak sungguh-sungguh menjadi murid Kristus sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Heer di atas. Dan bagi saya setuju dengan pernyataan ini karena banyak orang yang mengaku sebagai orang Kristen, namun tidak menjaga kesucian hidup mereka. 

Bagaimanakah menjaga kesucian hidup sebagai orang Kristen agar dapat menjadi garam bagi dunia ini? Menjaga kesucian pikiran adalah hal yang utama agar dapat dikendalikan oleh Roh Kudus. Artinya bahwa pola pikir kita harus dibangun di atas dasar firman Tuhan sebagai tali kekang bagi kehidupan kita agar menjaganya dari perbuatan dosa. Kemudian dengan menjaga tutur kata kita agar dapat menjadi berkat dan bukan kutuk bagi orang lain.

5. Menjadi Garam bagi Dunia melalui Pengharapan Iman kepada Tuhan 

Kehidupan menjadi garam bagi dunia tidak segampang membalikkan telapak tangan, namun juga tidak sesulit yang orang bebal katakan. Maksudnya adalah bahwa hidup menjadi garam dunia ini merupakan tugas yang tidak gampang, namun kita bersyukur jika dapat mengambil bagian dalam hal ini untuk kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus. 

Heer menjelaskan bahwa para murid dapat menjadi garam melalui hidup yang berpengharapan dengan teguh kepada Tuhan. Kehidupan daripada para murid Kristus pada gereja mula-mula sangat luar biasa. Mereka dihormati dan disegani oleh orang banyak hingga pada akhirnya mereka ikut menjadi orang percaya kepada Kristus. Maksud dari pengambilan contoh tersebut adalah bagaimana orang Kristen masa kini dapat terus mendemonstrasikan imannya agar orang melihat hal tersebut. 

Para tokoh iman dalam Alkitab sebagaimana dituliskan oleh penulis kitab Ibrani telah hidup dalam iman mereka masing-masing kepada Allah. Hidup dalam pengharapan menjadi para tokoh iman ini telah menjadi contoh bagi umat manusia segala zaman agar tetap menaruh iman dan percayanya kepada Tuhan.

Kesimpulan

Dalam menggali makna menjadi garam bagi dunia, kita menyadari bahwa panggilan ini tidak sekadar menjadi tugas, tetapi suatu kehormatan. Sebagai garam, kita memiliki potensi besar untuk memberikan rasa yang berarti dalam dunia yang seringkali penuh dengan kebusukan dan kegelapan.

Melalui kasih, kesucian, dan iman kepada Tuhan, kita dapat membentuk dunia sekitar kita menjadi tempat yang lebih indah. Menjadi berkat bagi orang lain dan hidup dalam kesucian adalah bukti konkrit dari kehidupan seorang murid Kristus. Sebagai garam dunia, kita tidak hanya memberikan rasa, tetapi juga menginspirasi perubahan positif.

Baca Juga: Cara Hidup sebagai Garam Dunia: Matius 5:13

Mari terus menjalani panggilan kita untuk menjadi garam, memberikan sentuhan kasih kepada sesama, menjadi berkat bagi yang membutuhkan, dan hidup dalam kesucian yang mengilhami. Dengan itu, kita tidak hanya memenuhi perintah Tuhan, tetapi juga memberikan kontribusi berharga untuk mewarnai dunia ini dengan cinta dan kebaikan.

Sebagaimana firman Tuhan mengatakan, "Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" (Lukas 14:35). Mari kita memiliki telinga yang terbuka untuk mendengar panggilan-Nya dan terus menjadi garam yang memberikan rasa kehidupan di dunia ini.
Next Post Previous Post