Pengakuan Langsung Yesus Kristus: Keilahian yang Menyinari Keyakinan Kristen
Pengakuan keilahian Yesus Kristus merupakan dasar yang tak tergoyahkan dalam ajaran dan keyakinan umat Kristen. Dalam perjalanan pelayanannya, Yesus dengan tegas menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah, mengakui kesetaraan-Nya dengan Allah, dan bahkan menyatakan keberadaan-Nya sebelum Abraham. Pengakuan-pengakuan ini tidak hanya menjadi inti doktrin keilahian Yesus, tetapi juga menjadi fondasi iman bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri secara mendalam pengakuan-pengakuan langsung Yesus Kristus tentang keilahian-Nya. Melalui kata-kata dan tindakan-Nya, Yesus Kristus membangun dasar keyakinan akan eksistensi-Nya sebagai Allah yang hidup. Pengakuan ini tidak hanya mencerminkan kebesaran-Nya, tetapi juga merangkum esensi Tritunggal dalam ajaran agama Kristen. Mari kita menjelajahi pernyataan-pernyataan ajaib ini yang menjadi landasan kokoh bagi keyakinan akan keilahian Sang Penebus.
1. Pengakuan Yesus Kristus secara Langsung
Klaim keilahian Yesus Kristus sebagai Allah merupakan kepercayaan yang berasal lang-sung dari pengakuan-Nya sendiri. Menurut F.F. Bruce dan W.J. Martin kepercayaan pada keilahian Kristus berasal langsung dari pernyataan tentang Dia di dalam Alkitab, dan klaim kesetaraan Kristus dengan Allah mendasari pengajaran-Nya sejak awal.
Dalam isi dan ruang lingkup ajaran-Nya mencakup banyak hal yang baru tentang sifat Allah. Tidak hanya para murid tetapi juga orang-orang Yahudi segera menyadari bahwa Ia menegaskan kesetaraan-Nya dengan Allah (Yohanes 5:18). Pernyataan senada diungkapkan Daniel Doriani bahwa Yesus benar-benar menyadari keilahian-Nya di sepanjang hidup dan pelayanan-Nya: Jesus manifested his awareness of his deity throughout his ministry in frequent and varied actions and teachings that rightly issue from God alone.
1. Yesus Kristus menyebut diri-Nya adalah “Anak Allah” (Lukas 22:70)
Dalam Injil-injil kita dapat menemukan kisah-kisah di mana para penulis Injil memberi informasi kepada para pembacanya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah. Menurut Suliana Gunawan, pengakuan Yesus sebagai Anak Allah merupakan momentum paling krusial yang tercatat di dalam Injil Sinoptik adalah ketika Petrus memberikan pengakuan kepada Yesus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Matius 16:16; Markus 8:29; Lukas 9:20).
Dan pengakuan Petrus tersebut dibenarkan atau diakuinya oleh Yesus sendiri. Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup secara terbuka di depan umum. Maksudnya, kerahasiaan mengenai jati diri Yesus dibukakan di depan umum bahwa memang Ia adalah Anak Allah.
Pernyataan Yesus adalah Anak Allah, itu berarti Ia memiliki sifat-sifat yang sama dengan Allah. Seorang anak memiliki sifat yang sama, spesies yang sama, esensi yang sama dengan ayahnya. Scotchmer menyimpulkan seperti yang dikutip Josh McDowell bahwa baik murid-murid maupun musuh-Nya mengerti berdasarkan latar belakang Yahudi mereka bahwa istilah “Anak Allah” tersebut mempunyai arti yang ilahi.
Penulis Injil Markus juga mencatat kisah roh-roh jahat yang menyebut Yesus: “Engkaulah Anak Allah.” (Markus3:11). Ungkapan atau sebutan ini mengekspresikan suatu kebenaran yang dalam mengenai jati diri Yesus sebenarnya, yang tidak diketahui oleh orang-orang yang sedang berdiri di situ, termasuk para murid-Nya, namun diketahui oleh roh-roh jahat tersebut. Roh-roh jahat itu mengenali Yesus adalah Anak Allah. Itu berarti roh-roh jahat itu mengakui keilahian Yesus.
Injil Markus 14:61-64 menulis: “…Imam Besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya: "Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?" Jawab Yesus: “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.” Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: “Untuk apa kita perlu saksi lagi? Kamu sudah mendengar hujat-Nya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?" Lalu dengan suara bulat mereka memutus-kan, bahwa Dia harus dihukum mati.” Tentang pertanyaan Imam Besar, ”Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Maha tinggi?” Jawaban Yesus sangat jelas bahwa Ia menyamakan diri-Nya dengan Allah dengan berkata: ”Akulah Dia.” Yesus secara terang-terangan menyatakan diri-Nya sebagai Mesias, Anak Manusia dan Anak Allah. Mendengar jawaban Yesus, Imam Besar mengoyakkan pakaiannya.
Yesus Kristus dijatuhi hukuman mati, bukan karena berdasarkan perkataan para penuduh-Nya, melainkan karena pengakuan yang diucapkan-Nya sendiri bahwa Dia telah mengaku sebagai Allah yang sesungguhnya di hadapan para hakim. Dan orang-orang Yahudi pasti mengerti bahwa jawaban Yesus merupakan pengakuan diri-Nya sebagai Allah. Yesus menegaskan hal itu. Imam Besar menyebutnya penghujatan, karena Yesus menjadikan diri-Nya sama dengan Allah.
Jadi, ada dua pilihan yang harus dihadapi: bahwa pernyataan-Nya adalah suatu penghujatan belaka atau bahwa Dia adalah Allah. Dengan demikian, dapat tarik kesimpulan bahwa Yesus sendiri telah menyatakan diri-Nya sebagai Allah dengan cara yang jelas bagi semua orang. Pengakuan ini dianggap sebagai suatu penghujatan oleh para pemuka agama sehingga Dia disalibkan.
Menurut Hank Hanegraaff, sebenarnya mereka tahu bahwa dengan mengatakan bahwa Yesus adalah "Anak Manusia" yang akan datang "di awan-awan di langit" Dia membuat referensi terbuka untuk Anak Manusia dalam nubuat Daniel (Daniel 7: 13-14). Dengan melakukan itu, Dia tidak hanya mengklaim sebagai Penguasa semesta yang sudah ada sebelumnya tetapi juga menubuatkan bahwa Dia akan membenarkan klaim-Nya dengan menghakimi pengadilan yang sekarang sedang mengutuk-Nya.
2. Yesus mengakui atau menyamakan diri-Nya dengan Allah (Markus14:61-64)
Yesus Kristus menyebut Allah itu sebagai Bapa-Nya: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30), dan “Barang siapa melihat Aku telah melihat Bapa” (Yohanes 14:9). Ketika Yesus mengakui bahwa “Aku dan Bapa adalah satu”, sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Jawab orang-orang Yahudi itu: “karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah” (Yohanes 10:33).
A.T. Robertson menjelaskan kata “satu” tersebut bersifat netral, bukan maskulin. Artinya, bukan satu orang, tapi satu inti atau satu sifat dasar. Pernyataan yang tegas dan mengena ini adalah puncak dari pengakuan Yesus tentang hubungan di antara Bapa dan diri-Nya sendiri (Anak).8 Bagi orang Yahudi ini adalah lambang penghujatan, karena mereka tahu bahwa dengan melakukan hal itu Yesus dengan jelas mengklaim sebagai Allah.9
Lebih jauh lagi, di dalam Yohanes 5:17-18, ”Tetapi Ia berkata kepada mereka: ’Bapa-Ku berkerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.’ Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.” Jadi kelihatan sekali bahwa tidak ada keraguan sedikit pun di benak orang yang mendengar pernyataan ini bahwa Yesus mengaku di hadapan mereka bahwa Dia adalah Allah.
3. Yesus mengakui diri-Nya telah ada sebelum Abraham
Injil Yohanes mencatat ungkapan: “Kata Yesus kepada mereka: ’Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (Yoh.8:58). Ungkapan “Aku ada” menurut Perjanjian Lama hanya mengacu pada YHWH yang abadi dan yang ada sejak semula sampai selama-lamanya. “Aku ada” sebagai suatu pernyataan akan keabsolutan keilahian atau ketuhanan Yesus. Ketika Yesus memproklamirkan bahwa Ia telah ada sebelum Abraham jadi, Ia sedang mengacu para pendengar-Nya kepada kitab Keluaran 3:13-14.
Menurut Jonathan A. Draper, bagi Yohanes, Yesus adalah sosok ilahi YHWH yang menampakkan diri kepada Musa di atas batu setelah penglihatan langsung tentang kemuliaan Allah ditolak oleh Musa; Dia adalah Allah 'penuh rahmat dan kebenaran' (Keluaran 34:6).
Allah menjawab Musa, ”Aku Adalah Aku." Ungkapan, ”Aku Adalah Aku" atau “Akulah Aku” menggunakan frasa ego eimi. Menurut Injil Yohanes, Yesus menggunakan istilah Aku adalah lebih dari sembilan belas kali sebagai acuan kepada diri-Nya sendiri. Setiap orang Yahudi dengan nyaring dan jelas akan mendengar tuntutan Yesus atas sifat ketuhanan. Itulah sebabnya orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus karena seperti yang mereka katakan,” Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah” (Yohanes 10:33).
Pada zaman Tuhan Yesus, sebutan “Akulah Aku” (ego eimi) dalam bahasa Yunani merupakan padanan sebutan untuk YHWH; Nama yang dianggap sakral dan paling dihormati oleh orang Yahudi sehingga mereka tidak berani mengucapkannya. Sebutan ego eimi yang hanya dapat dipakai untuk menyebut Allah, dipakai oleh Yesus. Contoh yang paling jelas adalah, ”Kata Yesus kepada mereka: ’Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada (ego eimi).” Kesempatan lain, Yesus memakai sebutan itu bagi diri-Nya,”... sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (ego eimi), kamu akan mati dalam dosamu" (Yohanes 8:24).
Dalam Yohanes 8:28, Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi, ”Maka kata Yesus: Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia (ego eimi), dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.” Dan juga Yesus berkata kepada para pasukan yang hendak menangkap-Nya, Ia bertanya kepada mereka, ”Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: "Siapakah yang kamu cari?" Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka: “Akulah Dia (ego eimi).”
Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia (ego eimi)," mundurlah mereka dan jatuh ke tanah.” (Yohanes 18:4-6). Karena merasa yakin bahwa Yesus adalah Allah, para penulis Perjanjian Baru dengan jelas menghubungkan Yesus dengan ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengacu kepada YHWH. Markus mengutip kitab Yesaya 40:3, ”Ada suara yang berseru-seru: Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN (YHWH), luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” Markus menafsirkan bahwa ayat itu digenapi sewaktu Yohanes Pembaptis menyiapkan jalan bagi Yesus.
Tentang Yesaya 40:3, Robert R. Selvendran mengemukakan demikian:
of the LORD (Yahweh), make straight in the desert a highway for our God” (v.3). Every gospel refers to this passage and applies it to Jesus as being the person whose way was to be prepared, and John the Baptist as the one whose voice would be heard crying in the wilderness (see Matt. 3:3; Mark 1:3; Luke 3:4; John 1:23). However, the declaration of the passage is that it was the way of Yahweh Himself, our God, which was prepared.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi, para pemimpin Yahudi mengetahui dengan siapa Yesus Kristus menyamakan diri-Nya. Jadi, tuduhan utama yang dilontarkan oleh para musuh Yesus adalah soal pengakuan-Nya bahwa Dia adalah Allah atau setara dengan Allah.
4. Yesus Kristus Mengatakan Diri-Nya Melebihi Bait Allah
Ia berkata kepada orang Farisi, ”Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi bait Allah” (Matius 12:6). Bait Allah adalah tempat tinggal Allah. Ketika Yesus mengatakan tentang diri-Nya sendiri: yang lebih besar dari Bait Suci ada di sini. Berapa lebihnya? Apa yang bisa lebih besar dari itu? Lihatlah ayat 8, Yesus menegaskan sambil mengacu diri-Nya,”Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Secara logis, bagaimana seseorang dapat menjadi Tuhan atas hari Sabat kecuali Allah yang menetapkan hari itu?
Ini suatu tuntutan langsung atas sifat ketuhanan-Nya. Jadi, dengan tegas ketika Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Tuhan atas hari Sabat” hal itu merupakan pernyataan bahwa Ia pencipta hari Sabat. Bagi kaum Yahudi, YHWH (baca: Yahweh) adalah Pencipta dan Tuhan atas hari Sabat (band. Keluaran.3:13,17). Karena itu, dengan mengklaim diri-Nya adalah Tuhan atas hari Sabat, Yesus menegaskan keilahian-Nya.
5. Yesus Kristus Mengklaim Memiliki Hak Dihormati Sama Seperti kepada Allah
Ia berkata, ”Supaya semua orang yang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa yang mengutus Dia” (Yohanes 5:23). Nats ini Yesus memberikan peringatan kepada mereka yang menuduh-Nya sebagai seorang penghujat. Yesus mengatakan bahwa dengan mencaci-maki atau tidak menghormati Diri-Nya sesungguhnya mereka telah mencaci-maki Allah. Di sini jelas Yesus memaklumkan hak-Nya untuk diperlakukan sebagai Allah bahwa melecehkan Yesus sama dengan melecehkan Allah.
6. Yesus Kristus Menerima Penyembahan seperti Allah
Dalam Matius 5: 20, 22, 26, 28, Yesus mengajar atas nama-Nya sendiri. Bukan seperti para nabi yang mengatakan, ”Demikianlah firman Tuhan Allah,” tapi Yesus mengatakan, ”Sesungguhnya, Aku berkata kepadamu.” Di dalam nas-nas lain seperti Matius 8:2, ”Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia...” Ada seorang buta sejak lahir setelah disembuhkan, orang itu “sujud menyembah-Nya” (Yohanes 9:35-39).
Berbeda dengan kesepuluh murid Yesus yang bersaksi kepada Tomas bahwa mereka telah melihat Tuhan (Yohanes 20:25). Bahkan Maria Magdalena juga bersaksi bahwa ia telah melihat Tuhan (Yohanes 20:18). Tomas menyatakan sikap yang lain: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya" (Yohanes 20:25).
Tomas mengajukan tuntutan bukti sebelum memercayai sesuatu. Sebaliknya, Yesus menyatakan bahwa orang yang percaya akan Dia sebagai Tuhan yang bangkit, sekalipun belum melihat-Nya, adalah orang yang berbahagia. Ketika menghadapi ketidakpercayaan atau keraguan Tomas terhadap kebangkitan-Nya, Ia menyuruh Tomas mencucukkan jari-nya ke telapak tangan-Nya bekas paku itu dan mencucukkan tangannya ke dalam lambung-Nya. Setelah melihat fakta fisik kebangkitan ini, Tomas langsung menyembah dan berkata kepada-Nya,”Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes 20:27-29).
Yesus menegaskan, ”karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya.” Tidak seorang pun boleh disembah selain Allah, baik nabi, rasul maupun malaikat. Tetapi Yesus membiarkan Tomas menyembah. Yesus menerima penyembahan Tomas. Adegan itu akan sangat aneh jika Yesus bukan Tuhan. Tetapi jika Yesus bukan Tuhan, Ia seharusnya meminta Tomas bangkit sebelum ia berkata kepada-Nya,”Ya Tuhanku dan Allahku!” Dan faktanya Yesus tidak menolak, menyangkal, menarik kembali atau mengoreksi perkataan Tomas tersebut. Yesus menegur Tomas karena ketidakpercayaannya, bukan karena menyembah Dia.
7. Yesus Kristus Menyejajarkan diri-Nya dengan Bapa
Formulasi di dalam perintah baptisan, agar kita membaptis seseorang “Dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Formula baptisan ini sangat jelas menunjukkan kesetaraan Yesus dengan Bapa. Seandainya Yesus bukan Allah, maka siapakah Dia? Siapakah “Anak”? F.F. Bruce dan W.J. Martin mengemukakan demikian:
No clearer expression of the fact of the Trinity could be desired than that given by the risen Christ in the baptismal formula in Matthew 28:19, with its inescapable implication of the coequality and hence co-eternity of the three persons of the Godhead. ‘Go, therefore, and make disciples of all nations, baptizing them into the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit’. Notice that our Lord said ‘name’ not ‘names’. There subsist three co-eternal persons, but the Divine essence or substance is one.
Kata nama di dalam teks Yunani Matius 28: 19 tersebut adalah onoma dalam bentuk tunggal, bukan jamak (onomata). Secara tata bahasa, seharusnya kata nama di sini memakai bentuk jamak, sebab Bapa satu Pribadi, Anak juga satu Pribadi, dan Roh Kudus juga satu Pribadi. Inilah doktrin Tritunggal yang benar. Tetapi di dalam ayat ini satu nama tiga Pribadi yang kekal. Kata onoma menekankan pada satu “nama”. Hal itu berarti Yesus memiliki esensi atau substansi Ilahi.
Jadi, dalam rumusan baptisan yang diperintahkan oleh Yesus itu terlihat jelas bahwa kesetaraan dan kesatuan dari ketiga Pribadi itu termaksud di dalamnya. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah sama dan sama-sama Allah. Dan juga di Yohanes 14:16 kesatuan ketiga-Nya kembali disebut: Anak meminta kepada Bapa yang mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang percaya selamanya.
Kesimpulan
Dalam penelusuran mendalam mengenai pengakuan keilahian Yesus Kristus, kita dapat menyimpulkan bahwa pernyataan-pernyataan langsung-Nya menjadi tiang kokoh dalam kepercayaan umat Kristen. Dari klaim kesetaraan dengan Allah hingga pengakuan akan keberadaan-Nya sebelum zaman Abraham, Yesus secara konsisten dan terang-terangan menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah yang memiliki hakikat ilahi.
Pentingnya pengakuan ini tidak hanya dalam konteks kepercayaan pribadi, tetapi juga dalam kerangka doktrin Tritunggal. Rumusan perintah baptisan yang diberikan-Nya memberikan gambaran kesatuan dan kesetaraan yang tak terpisahkan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Sebagai dasar iman, pengakuan ini menciptakan pondasi yang kuat bagi umat Kristen dalam memahami dan mengalami keilahian Yesus Kristus.
Dengan demikian, kesimpulan kita adalah bahwa pengakuan langsung Yesus Kristus tentang keilahian-Nya bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah warisan rohani yang membimbing umat Kristen menuju pemahaman yang lebih mendalam akan esensi iman mereka. Pada akhirnya, pengakuan ini tidak hanya menjadi bagian integral dari kehidupan keagamaan, tetapi juga menjadi landasan yang mengukuhkan kehadiran-Nya sebagai Penebus dan Tuhan bagi mereka yang percaya.