Kedalaman Kesetiaan Sahabat Ayub (Ayub 2:11-13)

Pengantar

Sering kali kita langsung bereaksi negatif begitu mendengar tentang teman-teman Ayub. Tetapi di awal kitab Ayub, peran mereka justru bersifat positif. Dari reaksi yang mereka tunjukkan, kita dapat memahami dalamnya penderitaan yang dialami Ayub. Kalau kita perhatikan dengan teliti, ada banyak kualitas yang dimunculkan oleh para sahabat Ayub di pasal kedua ini.
Kedalaman Kesetiaan Sahabat Ayub (Ayub 2:11-13)
1. Usaha yang Penuh Kesungguhan

Alkitab menuliskan ketiga sahabat Ayub, yakni: Elifas, orang Teman dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama datang dari tempatnya masing-masing ketika mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa Ayub (Ayub 2:11). Itu berarti mereka tidak berasal dari tempat yang sama. Selain itu dikatakan bahwa mereka bersepakat untuk menghibur Ayub. Bagaimana mereka dapat membuat kesepakatan sementara tempat mereka begitu berjauhan?

2. Motivasi yang Penuh Kesungguhan

Mereka datang pada Ayub dengan tujuan yang murni, yaitu untuk mengucapkan belasungkawa dan menghibur (Ayub 2:11b). Mereka datang bukan karena Ayub kaya atau karena memiliki motivasi-motivasi lain seperti mendapatkan kenikmatan atas balas jasa. Mereka datang dengan maksud yang sangat jelas.

3. Reaksi yang Penuh Kesungguhan

Ketika sahabat Ayub memandang dari kejauhan dan melihat kondisi Ayub begitu memilukan mereka:

Menangis dengan Suara Nyaring

Mengoyakkan Jubah

Menaburkan Debu di Kepala

Menemani Ayub dengan Duduk Bersama-sama Dia Selama Tujuh Hari Tujuh Malam

Tidak Mengucapkan Sepatah Kata pun Padanya

Banyak penafsiran yang mengatakan bahwa mereka melakukannya karena kebiasaan budaya yang berlaku pada jaman itu. Tetapi jika kita perhatikan lebih lanjut, mereka melakukannya bukan sekedar kebiasaan budaya. Mereka tidak hanya hadir dan berbagi secara fisik, mereka juga berbagi perasaan dengan Ayub.

Kesalahan Teman-Teman Ayub

Ketiga hal baik yang ditunjukkan oleh teman-teman Ayub di atas membuat kita bertanya-tanya apakah kesalahan terletak pada Ayub ataukah teman-temannya? Ayub mengatai mereka sebagai penghibur sialan. Apakah hal ini menunjukkan Ayub tidak tahu berterima kasih? Kalau kita memahami Alkitab, kita akan melihat bahwa kesalahan terletak pada teman-teman Ayub dan bukannya Ayub.

Mereka Tidak Sabar

Saat Ayub diam, mereka juga diam. Tetapi begitu Ayub mulai berbicara, mereka langsung menasehatinya. Dan ketika Ayub tidak mau menerima nasehat mereka, hati mereka mulai kesal dan serempak menghakimi Ayub; mereka menjadi kehilangan kesabaran.

Kita yang hidup di jaman modern ini lebih rentan terhadap ketidaksabaran seperti ini. Kita terbiasa untuk menganggap segala yang tidak kita harapkan tersebut sebagai problema atau kesalahan teknis.

Mereka Kurang Rendah Hati

Perdebatan antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya terjadi sebanyak tiga kali perputaran di mana Ayub menjawab dan mereka secara bergantian menjawab begitu seterusnya, sampai ketiganya berbicara tiga kali. Saat masuk dalam putaran yang ketiga kita mulai dibingungkan antara siapa yang menjawab dari ketiga teman Ayub tersebut; jawaban mereka saling tumpang tindih.

Dua orang saudara sekandung yang ditinggal pergi sang ayah untuk selama-lamanya bisa memiliki relasi yang berbeda dengan ayah mereka itu. Anak pertama bisa jadi sangat dekat dengan ayahnya sehingga ia merasa kehilangan setengah jiwa ketika ayahnya meninggal dunia.

Mereka Salah Mengenal Allah

Di dalam kemurkaan-Nya kepada ketiga teman Ayub, Allah berkata bahwa Ia murka karena mereka tidak berkata benar tentang Dia. Itu berarti mereka kurang beres di dalam pengenal mereka akan Allah. Dengan kata lain, mereka tidak berteologi dengan benar. Mereka tidak berdoktrin kuat.

Hari ini kita heran melihat banyak gereja yang tidak mementingkan doktrin dapat memiliki persekutuan yang indah di antara jemaatnya. Kisah ini membuka mata bahwa kita tidak seharusnya heran karena teman-teman Ayub juga tidak berteologia benar tetapi dapat memiliki tiga kualitas sahabat yang sangat ideal.

Biarlah kerinduan kita menjadi penolong bagi saudara kita membuat kita semakin giat untuk mengenal Allah. Dan sebaliknya, biarlah kerinduan kita untuk mengenal Allah, juga disertai dengan kerinduan kita untuk memakai pengenalan tersebut demi memperhatikan saudara-saudara seiman kita.

Kesimpulan

Peran sahabat-sahabat Ayub membuka pandangan tentang nilai-nilai sejati dalam persahabatan. Usaha, motivasi, dan reaksi mereka yang penuh kesungguhan menjadi contoh inspiratif, meskipun terdapat kesalahan yang muncul dalam dinamika interaksi mereka. Kualitas-kualitas ini mengajarkan kita tentang kesabaran, rendah hati, dan pengetahuan yang benar tentang Tuhan sebagai fondasi persahabatan yang kokoh. Sebuah pengalaman mendalam yang memberikan pelajaran berharga tentang arti sejati dari "teman sejati" dalam perjalanan hidup.
Next Post Previous Post