KEHENDAK ALLAH DALAM KEBUDAYAAN

Pdt. DR. Stephen Tong.

MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH

Bacaan Alkitab: Ayub 23:1-12

BAB VI : KEHENDAK ALLAH DALAM KEBUDAYAAN

Allah menghendaki manusia menjadi makhluk yang mempunyai kelebihan dari makhluk yang lain di dunia. Itulah sebabnya Allah menciptakan satu sifat yang disebut sebagai sifat relativitas dengan Allah . Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bisa bertindak terhadap tindakan Allah, firman Allah, sifat-sifat kata Allah, pekerjaan Allah dan keberadaan-Nya. Ini semua termasuk dalam satu kategori yang besar yaitu pewahyuan Allah.
KEHENDAK ALLAH DALAM KEBUDAYAAN
Kita mengenal Allah karena Allah mewahyukan diri. Melalui Allah yang mewahyukan diri kita mengenal Allah yang berkarya dan mendengar firman-perkataan Allah. Potensi ini unik dan hanya dimiliki oleh manusia. Inilah kebenaran yang telah digali oleh teolog-teolog Reformed selama ratusan tahun. Warisan teologi ini harus kita hargai.

Jawaban manusia kepada Pencipta adalah satu keunikan dan satu potensi yang tidak ada pada makhluk-makhluk lain di dunia. Itu sebabnya pada saat manusia bereaksi kepada Tuhan, akan timbullah satu sistem penilaian. Waktu kita menilai sesuatu, maka sebenarnya kita sedang bereaksi terhadap Yang Bernilai. Dan nilai itu berdiri di dalam Dirinya Nilai itu sendiri.

(1) SISTEM NILAI YANG TIDAK SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH.

Zaman ini adalah zaman di mana manusia sudah meleset ke dalam sistem penilaian yang salah. Kita berasumsi bahwa apa yang tidak disetujui oleh seseorang adalah sesuatu yang tidak bernilai dan jika seseorang setuju, maka apa yang disetujuinya itu adalah sesuatu yang bernilai. Apakah penilaian dengan sistem seperti ini benar? Tidak benar! Allah adalah sumber dari nilai! Tidak peduli apakah dunia ini menerima, menghargai atau menolak penilaian Allah. Standar penilaian Allah tidak akan berubah hanya karena manusia salah menilai. Nilai yang murni dari Allah tidak akan berkurang hanya karena manusia tidak mengenal atau salah mengenal nilai itu.

Berlian adalah berlian. Meskipun ada orang yang menganggap bahwa mutiara lebih bernilai dari berlian, namun berlian tetap memiliki sifatnya sendiri yaitu daya tahannya terhadap kerusakan akibat kekerasannya. Demikian pula kita percaya bahwa iman kepercayaan yang sesuatu dari Alkitab dan bobotnya benar-benar dari Tuhan, tidak akan gugur atau berkurang nilainya hanya karena manusia tidak mengerti.

Kita juga menolak penilaian yang dinilai berdasarkan banyaknya orang yang menilai dengan penilaian yang salah. Jadi, kuantitas dari orang yang memberikan respon penilaian, tidak menentukan nilai itu sendiri! Meskipun ada lebih banyak orang yang memberikan penilaian yang rendah kepada sesuatu yang bernilai tinggi, tidak berarti bahwa nilai yang tinggi itu bisa menjadi rendah karena banyak orang yang menilainya rendah. Demikian pula sebaliknya. Kuantitas tidak memainkan peranan yang paling penting, tetapi kualitaslah yang memegang peranan yang paling penting.

(2) SISTEM NILAI YANG SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH.

Pada saat manusia bereaksi kepada Tuhan, Tuhan tidak peduli apakah kuantitas manusia yang bereaksi secara tidak benar banyak ataupun sedikit. Tetapi, Tuhan lebih menghargai mereka yang bereaksi secara benar kepada-Nya. Tuhan sebagai Harga yang asli, menghargai yang diberikan dari yang diberikan nilai yang diberikan oleh Tuhan dengan potensi yang diberikan.

Pada zaman Nabi Nuh, hanya ada satu orang yang berseru kepada dunia ini dan memberitakan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Tetapi pada akhirnya, selain keluarga Nuh yang terdiri dari delapan orang, semua orang sezamannya yang tidak berespons dan tidak menghargai firman Tuhan, akhirnya dihakimi dan mendapatkan hukuman. Tetapi Tuhan menyelamatkan Nuh dan keluarganya.

Dengan menyelamatkan delapan orang ini, memberikan arti bahwa Tuhan menghargai mereka yang memberikan penilaian yang sah dan benar kepada wahyu-Nya. Waktu Tuhan memberikan pewahyuan atau suatu pemaparan kebenaran tentang diri-Nya sendiri dan ada orang-orang yang bereaksi dengan benar terhadap-Nya, maka orang itu akan dihargai oleh Tuhan. Nuh telah menjatuhkan hukuman atas sepanjang zaman itu (Ibrani 11:7). Orang yang menilai dan bereaksi dengan benar terhadap wahyu Allah, akan menjadi kunci pengadilan Tuhan terhadap dunia.

(3) SISTEM NILAI DAN KEBUDAYAAN

Dalam menanggapi penilaian wahyu Allah secara luar, manusia menghasilkan seluruh sistem kebudayaan. Seluruh sistem kebudayaan adalah “reaksi manusia terhadap wahyu umum Tuhan secara lahiriah.” Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan penilaian dan dari penilaian itu maka sistem kebudayaan dibangun. Sistem kebudayaan dapat kita temukan misalnya dalam seni lukis, musik, drama, opera, syair, arsitektur, dan lain-lain. Semua ini merupakan reaksi penilaian manusia kepada wahyu Allah yang terdapat di alam.

(4) SISTEM NILAI DAN AGAMA.

Kebudayaan adalah dasar hidup manusia yang penting, tetapi tetap bukan merupakan dasar hidup yang paling dasar. Dasar yang lebih mendasar dari Kebudayaan, yaitu yang paling dasar dalam kehidupan manusia adalah agama.

Segala hal yang paling hebat dalam kebudayaan, sering ditemukan oleh orang-orang jenius yang masih muda sekali. Mozart pada waktu berumur lima belas tahun menggubah lagu yang berkualitas dan bertahan sampai ratusan tahun. Bernini membuat ukiran-ukiran dari marmer yang selama ratusan tahun dinilai sangat jenius. Demikian juga orang-orang lain seperti Mendelssohn, maupun banyak jenius-jenius muda yang lain dapat mencapai keberhasilan yang besar dalam bidang kebudayaan meskipun umur mereka masih muda. Tetapi tidak ada jenius muda dalam bidang agama. Sebab bidang ini merupakan satu hal yang paling dalam.

Ada berapa banyak orang yang sejak muda pandai mencari uang dan pandai dalam ilmu pengetahuan, tetapi sampai pada saat tua sekali baru mereka sadar akan pentingnya agama? Hal yang paling mendasar, mendalam, kontroversial, paradoks, dan paling bersifat konflik adalah agama.

Pada saat orang belum mengenal agama dan keaslian atau inti dari satu agama, mereka menghina, menghina dan meremehkan agama. Tetapi pada saat mereka menemukan fokus, menguak atau penting hanya agama yang sejati, maka sampai mati bagi agama pun mau mereka. Apa alasannya? Apakah agama bersifat kontroversial? Ya! Paradoks? Ya! Berkonflik? Ya! Justru agama merupakan satu hal yang tidak mungkin dihapus di seluruh sejarah manusia. Orang yang berusaha menggeser agama, pada akhirnya akan digeser oleh agama. Ini kita saksikan di akhir abad dua puluh ini. Sistem politik yang menganiaya dan membenci agama, akan digeser dan digugurkan dalam satu signifikansi agama yang memang merupakan dasar kehidupan manusia.

Siapakah manusia? Manusia adalah ciptaan Tuhan yang diperlengkapi dengan suatu kehendak mutlak-Nya. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang beragama! Sifat-sifat keagamaan diberikan kepada manusia pada saat manusia dicipta oleh Tuhan.

Orang-orang Ateis mengajukan satu teori berikut: Manusia menciptakan agama untuk sesuatu motivasi politik. Agama diciptakan oleh penguasa bagi rakyat dan dari dalam agama itu diciptakanlah Allah, dengan tujuan rakyat taat kepada penguasa. Tetapi wahyu Allah tidak mengajarkan demikian. Bagi Alkitab, manusia menciptakan Allah dengan sifat agama sebagai satu potensi dalam dirinya. Baru kemudian ditemukan manusia sistem-sistem agama yang merupakan hasil dari sifat dan potensi agama yang ada dalam diri manusia.

Di posisi Saudara? Banyak orang yang mengikuti kebaktian di gereja, tetapi mereka belum mengerti bagaimana mendapatkan suatu dasar yang benar, sehingga seluruh sistem agama yang ada dalam diri mereka dapat menemukan poros yang benar.

Sifat agama muncul dengan jelas dalam diri manusia, pada saat mereka mengalami ketidakadilan itu sungguh-sungguh ada. Pada saat Saudara merasakan hal yang tidak terjadi dan Saudara ingin menemukan jawaban atas masalah tersebut, maka itu semua merupakan satu reaksi terhadap Allah. Allah mengizinkan hal-hal yang tidak terjadi sementara di dunia.

Ayat-ayat di atas terus melukiskan akan apa yang terjadi pada seorang yang penting dan yang secara klasik melukiskan sifat keagamaan, yaitu Ayub . Ayub mengatakan bahwa banyak hal yang tidak beres dan hal-hal yang tidak adil menimpa dirinya. Ayub yang merasa dirinya baik dan bermoral, bertanya mengapa dirinya tertimpa kesulitan-kesulitan yang besar dan penyakit yang berat. Seolah-olah Allah tidak menyembuhkan dirinya sendiri. Tetapi Ayub mau datang kepada Allah untuk mencari penyelesaian.

Penyelesaian total ingin dicari oleh manusia yang sedang dalam keadaan kesusahan. Tapi sayang, pada saat segala sesuatu berjalan lancar, manusia tidak mau mencari Allah. Justru jika tidak ada kematian dan penyakit yang melanda, manusia belum pernah mau datang kepada Tuhan. Tidak mudah bagi orang yang berada dalam keadaan lancar, ingin mengetahui mengapa hidup mereka lancar. Tetapi mudah juga untuk memahami mengapa hidup kita lancar dan mengapa hidup orang lain tidak selancar kita, apalagi memikirkan keadilan bagi seluruh umat manusia dan bukan hanya untuk diri sendiri. Dan, orang Kristen yang tidak memperdulikan kesulitan orang lain adalah orang Kristen yang mempunyai hati nurani yang tidak beres.

Di dalam kesulitan, mengalami ketidakadilan dan penderitaan, Ayub mengeluarkan satu pertanyaan: “Mengapa ini terjadi? Siapa yang menyebabkan hal ini? Aku mau datang kepada Allah.” Datang kepada Allah untuk mendapatkan satu jawaban yang tuntas, membuktikan bahwa satu wahyu umum sudah berada di dalam setiap orang!

Tak pernah ada seorang pun yang tidak memiliki konsep tentang Allah dan keberadaan-Nya. Biasanya orang tidak merasakan hal ini sampai suatu ketika mereka terjepit dalam keadaan kepicikan yang luar biasa atau waktu tertimpa penyakit yang berat, barulah hal-hal ini menggugah sifat agama mereka.

Ayub mau datang kepada Hakim yang terakhir dan Ayub mengucapkan satu kata yang luar biasa: “...dan aku akan dibebaskan dari Hakimku untuk selama-lamanya.” Di sini terdapat satu konsep bahwa di dalam dunia yang tidak beres dan tidak adil ini ada Yang Adil yang menjadi Hakim, dan Ayub percaya bahwa dirinya akan lolos dari penghakiman Tuhan karena dirinya cukup baik.

Tetapi pada saat Ayub mempunyai ketegasan semacam itu, Ayub melukiskan sifat agama yang paradoks dengan kalimat-kalimat ini: ”Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak ada di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di kucari Dia, Dia tidak tampak utara, aku berubah ke selatan, aku tidak melihat Dia. Karena Dia tahu jalan kehidupan.....” Waktu mau menjamah Allah, Allah tidak nampak. Tetapi Allah ada. Keberadaannya tidak terlihat dan tidak terjamah. Inilah sifat paradoks yang paling jelas dari keberagaman manusia di dalam seluruh kitab suci.

Allah yang menguasai di sekeliling Ayub, seolah-olah tidak memelihara dia. Seolah-olah Allah tidak mau tahu apa-apa tentang Ayub. Tetapi Ayub mengatakan lagi: “Dia mengetahui segala langkahku.”

Apakah yang Allah taruh dalam diri manusia sehingga manusia itu disebut sebagai makhluk beragama? Di dalam diri manusia sebagai makhluk yang beragama terdapat:

(a) Sifat Kekekalan.

Waktu menciptakan benda-benda dan hewan, Allah cukup mengeluarkan firman-Nya. Tetapi ketika menciptakan manusia, Allah mengeluarkan nafas-Nya sendiri. Dengan karya-Nya sendiri, Allah menjadikan manusia, bahan pertama pembentuk manusia adalah bahan material. Bahan kedua adalah bahan sifat agama. Bahan pertama adalah badan dari benda, bahan kedua adalah jiwa atau roh yang berpeta teladan Allah.

Doktrin trikotomi berpendapat bahwa binatang mempunyai jiwa, tetapi tidak mempunyai roh. Sedangkan manusia mempunyai tubuh, jiwa dan roh. Ini terdengar indah. Tetapi sebenarnya di dalam Pengkhotbah, istilah “roh” juga dipergunakan untuk binatang. Pemakaian istilah “jiwa” dan “roh” dalam Alkitab, kadang-kadang dapat dipertukarkan (dapat dipertukarkan). Pengkhotbah 3:21 mengatakan: “Siapakah yang mengetahui, apakah nafas (Ibrani: ruah=roh) manusia naik ke atas dan nafas (ruah=roh) binatang turun ke bawah bumi?”

Manusia mempunyai jiwa sama seperti binatang mempunyai nyawa. Baik jiwa, nyawa atau roh semuanya bersifat spiritual atau spiritualah. Beda jiwa antara manusia dengan jiwa binatang adalah: Jiwa binatang adalah jiwa yang tidak mungkin bereaksi kepada wahyu Allah, tetapi jiwa manusia adalah jiwa yang bisa bereaksi kepada wahyu Allah ! Jadi yang membedakan jiwa manusia dan jiwa binatang, bukanlah karena binatang hanya mempunayi jiwa tetapi tidak mempunyai roh. Manusia mempunyai jiwa yang baik dan roh, tetapi peta dan teladan Allah yang ada di dalam diri manusialah yang tidak dimiliki binatang. Jiwa binatang dan jiwa manusia sama-sama bersifat spiritualah, tetapi jiwa binatang tidak didisiplin menurut peta teladan Allah seperti yang dimiliki manusia. Di dalam jiwa binatang tidak ada unsur-unsur agama, dan sifat agama yang pertama dan paling penting dalam diri manusia adalah sifat kekekalan.

Soren Abye Kierkegaard, filsuf abad ke-19 dari Denmark mengatakan bahwa jikalau orang Kristen hidup hanya sementara di dalam dunia ini saja tanpa kehidupan kekal, orang Kristen jadi lebih penuh kasih sayang daripada mereka yang tidak mengenal Allah. Biarlah pengharapan kita ditujukan kepada hal kekekalan dan bukan hanya di dunia ini yang sementara. Dalam dunia sementara ini kita harus hidup baik-baik, tetapi dunia ini bukan tujuan terakhir, dan dunia ini bukan satu rumah yang kekal bagi kita. Dunia adalah tempat di mana kita melewati hidup selama beberapa puluh tahun dan setelah itu kita menuju kekekalan yang bibitnya sudah kita miliki dalam diri kita masing-masing.

Menjadi manusia yang utuh, yang mempunyai tanggung jawab yang tuntas dan menyeluruh adalah manusia yang memiliki konsep bahwa hidup bukan hanya di dunia ini, tetapi sampai kekekalan! Dengan menggabungkan pengertian akan hidup di dunia dan hidup setelah hidup di dunia, barulah kita akan mengerti siapakah diri kita.

Dengan adanya sifat kekekalan dalam diri manusia. Tidaklah mengherankan jika agama-agama muncul dan sistem-sistem agama yang dibuat oleh manusia. Agama-agama merupakan suatu konklusi setelah manusia berpikir, memikirkan, menghayati dan akhirnya mengumpulkan seluruh pengalaman dalam bereaksi kepada Allah.

Orang Kristen tetap tidak boleh melupakan kehidupan yang sekarang ini atau kehidupan di dunia ini. Orang yang tidak memikirkan hidup di dunia ini, tak lama kemudian bekerja dengan beres. Tetapi, jikalau seseorang hanya memikirkan hidup yang di dunia saja tanpa memikirkan hidup yang kekal, ia tidak pernah memiliki iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Tuhan ingin agar kita memiliki hidup yang seimbang di antara dua dunia yang berbeda ini.

Filsafat eksistensialis mengajarkan agar manusia memegang sekejap apa yang bisa kita pegang pada waktu ini, tidak perlu memperdulikan waktu yang lain. Dengan kebebasan yang mutlak manusia menguasai diri, mempergunakan diri, dan hidup di dalam momen saat ini. Inilah ekstistensialis. Ini adalah satu hal yang sangat penting, tetapi bagaimana kita mengenal makna kesementaraan? Bagaimana kita memahami makna dari momen yang sekarang ada pada kita? Relativitas yang bersifat saling mempengaruhi, Keadaan yang sementara menembus kekekalan dan dari kekekalan pandangan kepada yang sementara itu harus kita miliki sebagai seorang Kristen. Jika kedua hal ini interaksi menjadi saling seimbang dalam diri kita, maka kita akan menjadi manusia yang kuat.

Jadi pada saat mengerjakan sesuatu, kita pun memikirkan hubungan dan pengaruhnya dalam kekekalan, bukan hanya memikirkan menyelamatkan pekerjaan untuk kesementaraan. Dengan berpikir demikian, kita tidak akan menjadi orang yang sembarangan dalam mengambil keputusan. Sebaliknya, dari sudut pandang kekekalan kita pun dapat melihat dan menetapkan hal yang penting yang harus kita utamakan.

Begitu banyak hal yang tidak bernilai kekal, tetapi justru kita bekerjakan dengan sangat sibuknya. Pada akhirnya kita membuang lebih dari 90% tenaga, talenta dan waktu yang Tuhan berikan kepada kita untuk hal-hal yang tidak bernilai. Kita harus mempunyai penilaian yang sesuai atas apa yang kita kerjakan di dunia sementara dan menyeimbangkannya dengan rencana Allah yang kekal. Karena atas kehendak Allah-lah, manusia diciptakan sebagai makhluk beragama.

Keseimbangan antara konsep kekekalan dan kesementaraan dan kesementaraan ini sangat mempengaruhi cara hidup kita! Jika kita berharap dan berasumsi bahwa hanya hidup di sorga yang paling penting dan hidup di dunia ini tidak penting. Orang-orang yang memegang konsep hidup seperti itu, selalu memikirkan akan kedatangan Yesus yang kedua kali dalam pemahaman yang salah. Karena Yesus akan datang, maka mereka menyangkal bahwa hidup di dunia boleh sembarangan.

Ada ajaran yang menggembar-gemvborkan kedatangan Kristus pada bulan Oktober 1992. Faktanya, Tuhan Yesus tidak datang bukan Oktrober 1992. Ajaran itu sesat dan kita harus meneguhkan ajaran yang benar.

Kalau Yesus segera datang, mengapa kita wajib bekerja mati-matian di dl dalam dunia ini? Untuk apakah? Bolehkah kita hidup tanpa mempedulikan kewajiban hidup di dunia karena Yesus segera datang? Agustinus berkata: “Walaupun Yesus Kristus datang besok, hari ini saya tetap akan menanam padi, meskipun besok belum tumbuh.”

Padi yang ditanam hari ini akan menghasilkan panen beberapa kali lagi. Tetapi padi harus tetap ditanam, karena itu adalah tugas hidup manusia! Pemikiran semacam itu sudah mencapai keseimbangan antara hidup ini dengan hidup yang akan datang.

Kebudayaan dan agama di daerah tertentu, menandakan bahwa kehidupan di dunia ini kosong dan tidak berarti, akhirnya mempunyai pengikut yang hidup sembarangan. Orang seperti ini tidak pernah mempunyai satu sumbangsih faktual bagi perkembangan dunia dan masyarakat. Sebaliknya, orang yang hanya mementingkan dunia ini dan tidak percaya dunia sana, berpikir bahwa diri merekalah yang paling bersumbangsih bagi dunia. Komunisme yang mempunyai konsep seperti itu akhirnya gagal total. Agama bukanlah soal kecil.

Jangan berasumsi bahwa dunia sudah modern, tidak memerlukan agama. Sikap reaksi kepada Allah di dalam sifat agama menentukan dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan seluruh umat manusia. Bahagia atau bahaya ditentukan oleh agama.

Karena sifat kekekalan itu ada dalam diri manusia, maka manusia memikirkan tentang hidup setelah mati. Pada saat kita melihat diri kita semakin tua, kita merasa sangat tidak rela. Pada saat anak-anak kita dalam proses pertumbuhan, kita kadang memikirkan arti hidup. Kita tidak mau hidup yang hanya melewati puluh beberapa tahun saja tanpa memberikan arti. Dengan memikirkan arti hidup, kami berpikir untuk memberikan pengaruh terhadap generasi-generasi selanjutnya, melalui jasa kita atau tulisan-tulisan kita.

Reaksi suifat agama di dalam efek kekekalan yang ditampilkan dalam syair-syair yang digubah oleh pujangga-pujangga kelas dunia seperti Shakespeare, John Milton, Radhakrishnan, Lie Pai, Homer, Robert Browning adalah contoh di mana manusia berusaha agar karyanya tidak digeser oleh zaman. Manusia ingin menjadi satu contoh yang dipuji oleh generasai selanjutnya; manusia ingin memberikan sesuatu yang tidak dilupakan oleh manusia. Semua ini merupakan satu reaksi sifat agama di dalam aspek kekekalan. Orang Tionghoa menegakkan hal ini dalam tiga aspek.

1) Menegakkan teori yang tidak bisa digeser. Ini dapat kita lihat dalam kehidupan orang-orang seperti Adam Smith, Karl Marx, Robert Malthus, yang mempunyai teori-teori yang sampai sekarang masih diejek atau masih diterima. Diejek atau diterima membuktikan bahwa teori-teori mereka tidak bergeser oleh zaman. Menegakkan teori, baik dalam filsafat, politik, sosial ataupun ekonomi adalah untuk mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Ini disebut nilai yang melampaui waktu, bersifat kekekalan.

2) Menegakkan Jasa. Kita masih ingat akan jasa besar dari orang-orang agung di dunia. Meskipun orang-orang seperti ini belum tentu mempunyai teori yang kuat, tetapi apa yang sudah mereka kerjakan dan gumulkan, mempengaruhi ingatan manusia selanjutnya.

3) Mendirikan Contoh Hidup yang Bermoral Tinggi. Banyak sekali ibu-ibu yang waktunya banyak disita oleh pekerjaan-pekerjaan di rumah seperti mencuci piring, menggendong anak dan tidak bisa berkarier seperti pria, tetapi bisa menjadi manusia yang contoh hidup dan moralnya bisa mempengaruhi ratusan zaman.

Ibu Agustinus yang bernama Monica , tidak mempunyai teori ataupun membangun jasa. Tetapi dia hidup berabadat dan mencintai anak dengan berdoa bagi anaknya yang hidup seksnya tidak karuan-karuan. Dengan moral ibunya yang tinggi, Agustinus akhirnya berubah dan bisa mempengharuhi hidup berpuluh-puluh generasi. Monica sudah menegakkan moralitas hidup yang berpengaruh.

(b) Sifat Etika dan Moral.

Apa yang kita kerjakan dan buat adalah satu reaksi kita terhadap Tuhan, dalam kewajiban moral. Orang yang menolak suap adalah orang yang sadar bahwa dirinya makhluk beragama yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan dalam moralitas. Zaman ini adalah zaman yang memperilah keuntungan dan menganiaya moral yang benar. Begitu banyak orang yang lupa bahwa dirinya manusia di saat mendapatkan keuntungan. Kalau ada keuntungan, orang Kristen sering lupa bahwa dirinya adalah orang beriman, lupa bahwa dirinya adalah orang Kristen dan lupa bahwa dia hidup di hadapan Allah dan bertanggung jawab kepada manusia lain.

Immanuel Kant menyebut hati nurani sebagai imperatif kategoris atau perintah yang tertinggi. Suara hati nurani itu keras. Kita semua pernah mengalami ada suara hati di dalam yang suaranya lebih keras daripada suara di luar. Orang yang hendak berbuat dosa, akan berdebar-debar jantungnya. Bukan karena orang lain mengetahuinya, tetapi karena Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk beragama.

Moralitas merupakan satu suara yang mengetuk pintu hati kita sehingga waktu kita akan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu atau memikirkan tentang yang boleh dan yang tidak boleh, ada satu suara. Tetapi, suara itu sering kita tekan. Suara hati nurani sering ditekan dan ditindas, pada akhirnya membuat kita semakin berani berbuat dosa, menghambakan diri menjadi alat setan dan menganggap suara Tuhan sebagai omong kosong.

Makin kita meremehkan agama dan menyombongkan diri sebagai manusia yang matang, dewasa dan modern, maka kita cenderung mengalihkan diri dari manusia yang beragama menjadi manusia yang tidak beragama. Waktu manusia sudah tidak lagi memegang unsur yang asasi dalam hidupnya yaitu agama, maka manusia akan hidup bagai binatang yang berpakaian.

Kalimat-kalimat dari setan yang membujuk orang beriman untuk berbuat dosa, seringkali mencairkan ketegasan kita untuk taat kepada suara categorical imperatif itu. Tetapi puji Tuhan, karena karya Roh Kudus menolong, membenahi, menyucikan dan menormalisasi pikiran hati, sehingga hati nurani kita bersuara sesuai dengan suara Roh Kudus. Ini adalah pimpinan Roh, sehingga kita yang patuh kepada-Nya disebut sebagai anak-anak Allah.

Roma 8:14,16 mengatakan bahwa setiap orang yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah anak-anak Allah dan Roh Allah bersama-sama dengan roh kita menyebarkan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Waktu Roh Kudus memimpin roh kita, barulah hati nurani kita dapat berbicara secara jujur ​​dan benar, tidak menyeleweng dari kehendak Tuhan.

Janganlah bermain-main dengan diri sendiri. Biarlah hati dan suara kewajiban moral yang Tuhan taruh dalam hati kita dibawa kepada arah yang Roh Kudus pimpin menurut standar kebenaran firman Tuhan, sehingga kita hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab kepada Tuhan.

(c) Sifat Ibadat.

Manusia tidak mungkin tidak berbadat, manusia tidak mungkin tidak bereaksi kepada Allah sebagai an-sich dari nilai itu sendiri. Apa sebab seorang remaja merasa sulit dikendalikan oleh orang tuanya?

Usia 13-16 tahun adalah satu masa di mana seseorang akan menjadikan orang lain sebagai pahlawan atau menjadikan dirinya sendiri sebagai pahlawan. Waktu-waktu itu adalah satu krisis yang penting. Jika pada usia sedemikian tidak ada satu kekuatan yang membawa remaja menuju Pahlawan yang benar-benar, maka remaja akan menjadikan dirinya sebagai pahlawan. Pada saat-saat tertentu, pria-pria yang bijaksana dan orang-orang yang bakatnya luar biasa mungkin sekali akan menyeleweng.

Statistik memberikan satu pelajaran bagi kita yaitu: Orang cenderung lebih mudah menerima Yesus Kristus pada usia 9-10 tahun, lalu berhenti satu tahun pada usia 11 tahun. Usia 12-13 tahun, orang cenderung lebih mudah menerima Tuhan Yesus Kristus, lalu pada usia 14 tahun berhenti satu tahun. Usia 15-16, orang cenderung (walaupun prosentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya) menerima Yesus Kristus dan pada usia 17 tahun berhenti lagi satu tahun. Pada usia 18-19 tahun orang mulai cenderung lebih mudah menerima Tuhan Yesus dan sesudahnya mulai sulit menerima Yesus.

Barangsiapa menerima Yesus pada usia lebih dari 20 tahun, ia sudah menerima sesuatu berkat yang luar biasa. Apalagi mereka yang masih bisa menerima Tuihan pada usia 40 atau 50 tahun. Orang-orang yang beranjak tua selalu merasa bahwa apa yang sudah mereka pikirkan selalu benar. Orang-orang yang masih muda, tidak terlalu berani memutlakkan dirinya.

Pada usia 14 tahun, ada kesulitan orang menerima Yesus. Pada masa itu anak-anak remaja suka mengidolakan pahlawannya, maka remaja akan takluk mati-matian kepada pahlawannya itu. Tetapi jika tidak ada yang bisa menjadi pahlawannya, maka dia sendiri akan menjadikan dirinya sebagai pahlawan dan dia mau orang lain takluk padanya.

Menghormati pahlawan merupakan satu distorsi dari reaksi manusia yang mempunyai sifat beribadat kepada Allah. Allah adalah Pahlawan Yang Tertinggi. Allah adalah Allah yang patut kita sembah sujud. Pada saat manusia tidak memper-Allah-kan Allah, dengan sendirinya mereka akan mencari berhala untuk menduduki posisi sebagai Allah. Pahlawan yang asli dari tujuan manusia beribadah yaitu Allah. Kita menghargai, menghormati, mengapresiasi, kagum, mempelajari, taat, takluk, terpesona dan akhirnya menyembah sujud kepada Nilai Yang Tertinggi yaitu Tuhan Allah. Jika Saudara manusia, maka Saudara adalah manusia yang mempunyai kekekalan, moral dan ibadah.

(5) DISTORSI DALAM AGAMA

Hal ketiga ini tidak terlepas dari seluruh hidup kita. Aspek ketiga ini terus berubah corak dalam menyatakan reaksinya kepada Allah pada setiap fase kehidupan kita, baik itu pada masa kecil, remaja, dewasa, sampai tua. Distorsi sifat moral dapat kita lihat dari kekaguman manusia kepada ayahnya, ibunya, pacarnya sampai akhirnya kepada orang lain yang dianggap paling hebat, yang cenderung disembah sujud dan menggantikan posisi Allah yang sebenarnya disembah.

Apakah kehendak Tuhan di dalam sifat agama yang diberitakan-Nya kepada kita? Allah menghendaki Saudara, yang bersifat agama mencari Dia! Ayub berkata: “Ah, semoga aku tahu mendapatkan Dia dan boleh datang ke tempat Dia bersemayam.” Kisah Para Rasul; 17:26b-27 mengatakan: “Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, meskipun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.” Heran sekali bahwa setelah kitab suci mengatakan bahwa Allah menghendaki setiap orang mencari Dia, ternyata kitab suci juga mengatakan bahwa pada saat Allah melihat dari atas kepada manusia, tidak ada seorang pun yang mencari Dia (Roma 3:10-12).

Sifat-sifat agama yang diberikan sebagai potensi dalam diri manusia, dinilai sudah gagal total jika dijalankan di hadapan Allah. Di tengah-tengah kedua hal ini, yaitu antara kehendak Allah yang menghendaki orang mencari Dia dan kegagalan manusia, apakah yang terjadi? Bagaimana Tuhan memandang manusia yang mempunyai sifat agama, tetapi tidak ada seorang pun yang mencari Dia? Sifat agama memang dimiliki manusia, tetapi agama ada dalam kegagalan. Jika agama tidak berada dalam kegagalan, maka tidak ada orang yang akan mengajukan persetujuan kepada pemuka-pemuka agama dan orang-orang yang mengabdi pada agama.

Kita harus mencari jawaban akan kritikan-kritikan dan penilaian yang datang kepada gereja. Terjun ke dalam hal ini dan membuat satu kemunghkinan bagi kaum intelektual yang bereaksi terhadap sifat keagamaan untuk menemukan Tuhan, dan mendapatkan jawaban atas hidup manusia harus kita usahakan. Agama sudah gagal. Kalau agama-agama tidak gagal, Yesus tidak perlu datang ke dunia.

Apakah dengan kedatangan Yesus, lalu agama Kristen yang didirikan-Nya menjadi satu-satunya agama yang tidak gagal? Apakah agama Kristen didirikan menjadi agama yang lebih baik dari agama lain? Dari aspek-aspek tertentu tidaklah demikian.

BACA JUGA: KEHENDAK ALLAH DALAM WAHYU UMUM 

Tetapi, Yesus Kristus datang bukan untuk membangun agama! Yesus Kristus datang memberikan keselamatan. Jika gereja hanya berada di dalam aspek agama dan tidak berada di dalam aspek keselamatan dan kuasa baru dalam hidup yang diberikan oleh Tuhan, maka gereja akan gagal seperti agama-agama. Kita boleh memakai jubah yang paling suci, pakaian kebesaran yang paling terhormat, upacara keagamaan yang paling menakjubkan, tetapi dibalik semuanya, mungkin tertimbun dosa-dosa, segala macam kejahatan, dan manusia menipu dirinya sendiri dengan meyakinkan bahwa dirinya sudah beragama,

Kita harus mempertanggungjawabkan hal ketiga berikut:

1. Kekekalan kita memerlukan arah yang benar.

2. Moral kita memerlukan standar yang benar.

3. Ibadat kita memerlukan obyek ibadat yang benar.

Jika hal ketiga ini sudah benar, maka sifat agama kita tidak akan gagal. Jikalau kita mengetahui agama semata-mata, tanpa mempunyai keselamatan di dalam Kristus, maka kita sedang ikut serta dalam arus yang gelap. Pada saat Tuhan mencari orang yang menjalankan kehendak-Nya, Dia tidak hanya mencari orang yang ada di luar umat beragama, tetapi juga mencari orang yang ada di dalamnya. Mari kita menjadi manusia yang mengenal kehendak Allah dari sifat asasi manusia sebagai makhluk yang beragama, manusia sebagai makhluk beragama.

Tetapi kita harus mengingat pula bahwa “agama dapat rusak sampai manusia dilahirkan kembali oleh Roh Yesus Kristus.” Roh Yesus Kristus mengubah, memperanakkan dan membawa kita kepada arah yang benar sampai hidup yang kekal. Moral dengan standar yang benar mengakibatklan kita hidup seperti Kristus. Ibadat dengan obyek ibadat yang benar yaitu menyembah Allah di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus menjadikan kita berjalan di dalam kehendak Allah.

Amin.
Next Post Previous Post