PENGKHOTBAH 3:16-22 - KEABADIAN PUTUSAN ALLAH

Matthew Henry ( 1662 – 1714)

BAHASAN: PENGKHOTBAH 3:16-22 - KEABADIAN PUTUSAN ALLAH;TINGKAT KEMATIAN.

Salomo masih memperlihatkan bahwa segala sesuatu di dunia ini, tanpa kesalehan dan rasa takut akan Allah, sia-sia. Ambillah agama, maka tidak ada lagi yang berharga di tengah-tengah umat manusia, maka tidak ada lagi tujuan yang dianggap orang bijak berharga untuk dihidupi di dunia ini.
Dalam ayat-ayat ini, ia menunjukkan bahwa kuasa (yang paling diingini manusia tanpa ada bandingannya) dan hidup itu sendiri (yang paling disukai dan dicemburui manusia tanpa ada bandingannya) tidak berarti apa-apa tanpa takut akan Allah.
PENGKHOTBAH 3:16-22 - KEABADIAN PUTUSAN ALLAH
[I]. Di sini dijelaskan kesia-siaan manusia yang perkasa, manusia dalam kondisi terbaiknya, manusia yang duduk di atas takhta, yang kekuasaannya dijunjung, manusia yang duduk di kursi pengadilan, yang hikmat dan keadilannya diperlukan, dan yang, jika berada di bawah hukum agama, dialah wakil Allah. Bahkan, dialah salah satu yang disebut ketika orang berkata, " Kamu adalah Allah." Namun, tanpa takut akan Allah, semua sia-sia, karena, sisihkanlah takut akan Allah, maka:

1). Hakim tidak akan menghakimi dengan benar, tidak akan menggunakan wewenangnya dengan baik, tetapi akan menyalahgunakannya. Bukannya melakukan kebaikan dengan wewenangnya, dia akan merusak dengan kuasa itu, maka bukan hanya kesia-siaan yang dihasilkan, tetapi kebohongan, tipuan, baik pada dirinya sendiri maupun semua orang di sekitarnya, (Pengkhotbah 3:16).

Salomo memahami, berdasarkan yang dibacanya mengenai kejadian di masa lampau, yang didengarnya dari negeri-negeri lain, dan yang dilihatnya pada beberapa hakim yang jahat, juga di tanah Israel sendiri, terlepas dari semua yang dia lakukan untuk memilih orang yang baik, memang terdapat ketidakadilan di tempat pengadilan. Tidaklah demikian di atas matahari: Jauhlah dari Allah untuk melakukan kelaliman, atau membengkokkan keadilan.

Namun, di bawah matahari, sering kali dijumpai bahwa yang seharusnya membebaskan, malah menjebloskan ke penjara, dan menghukum yang tidak bersalah. Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian mengenai yang harus dilakukannya, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan, seperti hewan pemakan mangsa, bahkan yang paling rakus (Mazmur 49:21).

Bukan hanya dari orang-orang yang duduk di pengadilan, bahkan di tempat keadilan seolah-olah dijalankan, dan kebenaran diharapkan, di situ pun terdapat ketidakadilan. Orang menjumpai ketidakadilan terbesar di pengadilan-pengadilan tempat mereka berlari untuk mendapatkan keadilan. 

Hal ini kesia-siaan dan usaha menjaring angin, sebab:

(a). Lebih baik umat tidak memiliki hakim daripada memiliki hakim yang seperti itu.

(b). Lebih baik hakim tidak memiliki kuasa daripada memilikinya dan menggunakannya untuk tujuan yang jahat. Maka, orang akan berkata, mungkin di lain hari.

2). Hakim itu sendiri akan dihakimi karena tidak menghakimi dengan benar. Ketika Salomo melihat bahwa penghakiman dibengkokkan di antara manusia, dia melihat kepada Allah Sang Hakim, dan menantikan hari penghakiman-Nya (Pengkhotbah 3:17): "Berkatalah aku dalam hati bahwa penghakiman yang jahat ini tidak meyakinkan yang dianggap kedua belah pihak, sebab akan ada peninjauan terhadap penghakiman ini. 

Allah akan mengadili antara orang yang benar dan yang tidak adil. Allah akan mengadili membela orang benar dan perkaranya, meskipun saat ini ditindas, dan akan mengadili melawan orang yang tidak adil serta memperhitungkan kepada mereka semua ketetapan-ketetapan yang tidak adil dan keputusan-keputusan kelaliman yang mereka keluarkan" (Yesaya 10:1). 

Dengan mata iman kita dapat melihat, bukan hanya kesudahan, tetapi juga hukuman terhadap kesombongan dan kekejaman si penindas (Mazmur 92:8). Inilah penghiburan yang tidak terkatakan bagi yang ditindas, bahwa perkara mereka akan disidangkan lagi. Oleh sebab itu, biarlah mereka menanti dengan sabar, karena akan ada Hakim lain yang berdiri di ambang pintu. 

Lagi pula, meskipun hari kesesakan lama berakhir, ada waktunya, waktu yang ditetapkan, untuk pengujian segala hal dan segala pekerjaan yang dilakukan di bawah matahari. Manusia boleh berkuasa sekarang, tetapi hari Allah akan datang (Mazmur 37:13) Dengan Allah, ada waktunya untuk menyidang-kan lagi perkara-perkara, menebus kesedihan, dan membalikkan keputusan-keputusan yang tidak adil, sekalipun kita belum melihatnya di sini (Ayub 24:1).

[II]. Di sini dijelaskan kesia-siaan manusia yang fana. Salomo sekarang berbicara lebih umum, tentang anak-anak manusia di dunia ini, hidup mereka, dan keberadaan mereka di bumi. Salomo juga menunjukkan bahwa pemikiran mereka, tanpa agama dan rasa takut akan Allah, hanya menempatkan mereka sedikit di atas binatang. Nah, amatilah,

[A]. Tujuan Salomo dalam penjelasannya tentang anak-anak manusia.

(a). Agar Allah dihormati, diakui, dimuliakan, yaitu agar mereka dapat membersihkan nama Allah (demikianlah tafsiran luasnya). Agar jika manusia menghadapi hidup yang sulit di dunia ini, penuh dengan kesia-siaan dan usaha menjaring angin, mereka menyalahkan dirinya sendiri dan tidak melemparkan kesalahan kepada Allah.

Biarlah mereka membersihkan nama-Nya dan tidak berkata bahwa Dialah yang membuat dunia ini menjadi penjara manusia dan hidup menjadi hukuman-Nya. Tidak, Allah membuat manusia, yang dalam hal kehormatan dan kesenangan hampir sama seperti Allah. Jika hidup manusia susah dan sengsara, itu karena kesalahannya sendiri. 

Atau, agar Allah (yaitu firman Allah) menguji mereka, dan mengungkapkan mereka kepada diri mereka sendiri, sehingga terbukti bahwa firman Allah itu hidup dan kuat, dan merupakan penilai watak manusia. Dan, agar kita dibuat mengerti betapa kita ini terbuka pada pengetahuan dan penilaian Allah.

(b). Agar manusia bisa dibuat merendah, dihina, dipermalukan, untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang. Bukanlah perkara mudah meyakinkan orang yang sombong bahwa mereka manusia saja (Mazmur 9:21), apalagi meyakinkan orang jahat bahwa mereka hanyalah binatang. 

Tanpa agama, mereka seperti hewan yang dibinasakan, seperti kuda atau bagal yang tidak berakal. Penindas yang sombong dapat disamakan dengan binatang, seperti singa yang meraung atau beruang yang menyerbu. Bahkan, setiap orang yang hanya memikirkan tubuhnya saja, dan tidak memikirkan jiwanya, membuat dirinya tidak lebih daripada sekadar binatang, dan seharusnya, paling tidak sudah bisa mengira bahwa mereka akan mati seperti binatang.

[B]. Cara Salomo membuktikan perkataannya. Yang berusaha dia buktikan adalah manusia yang duniawi, kedagingan, dan hanya memikirkan yang jasmani, tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu yang dituju hatinya, yang menjadi kepercayaannya, dan yang menjadi harapan kebahagiaannya, adalah sia-sia, (Pengkhotbah 3:19).

Beberapa penafsir mengatakan inilah bahasa seorang yang tidak bertuhan, yang membenarkan dirinya dalam ketidakadilannya (Pengkhotbah 3:16) dan menghindari pernyataan tentang pengadilan yang akan datang (Pengkhotbah 3:17). Ia berdalih bahwa tidak ada kehidupan lain setelah kehidupan ini, tetapi ketika manusia mati, itulah kesudahannya. Oleh sebab itu, saat ia hidup, ia boleh hidup sesukanya.

Akan tetapi, menurut penafsir lain, Salomo di sini berbicara seperti yang ia pikirkan sendiri, dan bahwa perkataan ini harus dipahami seperti perkataan ayahnya (Mazmur 49:15), Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati. Salomo bermaksud menunjukkan kesia-siaan harta dan kehormatan dunia ini "dengan membandingkan keadaan yang sama antara manusia dan binatang jika hanya dilihat dari luar (seperti dijelaskan Uskup Reynolds),"

(a). Peristiwa yang menimpa keduanya tampak sangat mirip (Pengkhotbah 3:19). Nasib manusia tidak ada bedanya dengan nasib binatang. Sebagian besar pengetahuan tentang tubuh manusia diperoleh dari anatomi tubuh binatang. Saat air bah menyapu dunia purba, binatang habis binasa bersama dengan umat manusia. Kuda dan manusia dibunuh dalam peperangan dengan senjata perang yang sama.

(b). Akhir hidup keduanya, dilihat dengan mata jasmani, tampaknya juga sama: Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan menghirup udara yang sama, dan inilah gambaran yang sama untuk keduanya, segala yang ada nafas hidup dalam hidungnya (Kejadian 7:22). Oleh karena itu, sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Dalam penghabisan umur, tidak terlihat ada perbedaan, kematian membuat perubahan yang hampir sama pada binatang seperti pada manusia.

1). Berkaitan dengan jasadnya, perubahannya sama persis, kecuali perbedaan penghormatan yang diberikan pada jasad itu oleh orang yang hidup. Biarlah manusia dikubur secara penguburan keledai (Yeremia 22:19), maka apakah kelebihan yang dimilikinya atas binatang? Sentuhan dengan mayat manusia, menurut hukum Musa, menyebabkan kenajisan yang lebih besar daripada sentuhan dengan jasad binatang, bahkan binatang atau burung yang najis.

Dan, Salomo di sini mengamati bahwa kedua-duanya menuju satu tempat, pembusukan mayat manusia dan binatang sama, kedua-duanya dari debu, menurut asalnya, karena kita melihat bahwa kedua-duanya kembali kepada debu dalam pembusukannya. Oleh sebab itu, janganlah kita membanggakan tubuh kita, atau suatu pencapaian badani kita, karena semuanya itu akan segera menjadi debu, menjadi sama seperti yang terjadi dengan binatang, dan debu tubuh kita akhirnya menjadi satu dengan debu binatang!

2). Mengenai roh manusia dan binatang, memang ada perbedaan yang besar, tetapi bukan perbedaan yang dapat dilihat (Pengkhotbah 3:21). Jelas bahwa roh (KJV) anak manusia naik ke atas pada saat matinya. Roh itu naik ke atas kepada Bapa segala roh yang menciptakannya, ke dunia roh tempat ia bersekutu.

Roh itu tidak mati bersama tubuh, tetapi dibebaskan dari cengkeraman dunia orang mati (Mazmur 49:16). Roh itu naik ke atas untuk dihakimi dan ditetapkan masuk ke dalam keadaan yang tidak dapat berubah. Jelas bahwa nafas binatang turun ke bawah bumi. Nafas itu mati bersama tubuhnya. Nafas itu binasa dan lenyap pada saat binatang mati. Jiwa binatang, pada saat matinya, seperti lilin yang ditiup – itulah kesudahannya.

Di lain pihak, jiwa manusia seperti lilin yang diambil dari lentera gelap, sehingga lentera itu tidak berguna lagi, tetapi lilin itu sendiri bersinar lebih terang. Perbedaan besar ini membedakan antara roh manusia dan binatang. Dan, inilah alasan yang baik bagi manusia untuk memikirkan perkara yang di atas, dan mengangkat jiwanya pada perkara-perkara itu, bukan mengabaikannya, seolah-olah jiwa mereka itu jiwa binatang, yang akan bertaut dengan bumi ini.

Namun, siapakah yang mengetahui perbedaan ini? Kita tidak dapat melihat naiknya nafas yang satu dan turunnya nafas yang lain dengan mata jasmani kita. Oleh karena itu, semua yang hidup hanya mengandalkan indranya, seperti semua orang yang kedagingan, yang berjalan mengikuti pandangan matanya dan tidak mau menerima penyataan lain apa pun, menurut aturan penilaian mereka sendiri, tak mempunyai kelebihan atas binatang. Siapakah yang mengetahui, yakni, siapakah yang memperhatikan hal ini? (Yesaya 53:1).

Sangat sedikit orang. Kalau saja hal ini lebih diperhatikan, dunia ini akan lebih baik dalam segala hal. Namun, kebanyakan manusia hidup seakan-akan mereka akan ada di dunia ini selamanya, atau seakan-akan saat mereka mati, itulah kesudahannya bagi mereka. Tidaklah mengherankan jika orang yang hidup seperti binatang berpikir mereka akan mati seperti binatang. Pada diri mereka, indra kemampuan untuk memikirkan perkara-perkara yang mulia seperti ini benar-benar sudah hilang dan dibuang jauh-jauh.

[C]. Kesimpulan yang ditarik dari pengamatan ini (Pengkhotbah 3:22):

Tidak ada yang lebih baik, dalam dunia ini, tidak ada yang lebih baik untuk dinikmati dari kekayaan dan kehormatan kita, dari pada manusia bersukacita atas pekerjaan-pekerjaannya (TB: bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya). Dengan kata lain,

(a). Jagalah hati nurani yang bersih, jangan pernah melakukan ketidakadilan di dalam tempat keadilan. Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri, dan membuktikan dirinya berkenan kepada Allah dalam pekerjaannya, maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri (Galatia 6:4). Baiklah ia tidak mencari atau menyimpan apa pun, kecuali hal-hal yang dapat ia megahkan (lihat 2 Korintus 1:12) .

(b). Hiduplah dengan gembira. Jika Allah telah membuat pekerjaan tangan kita berhasil, maka marilah kita bersukacita dan merasa senang karenanya. Janganlah menjadikannya beban bagi diri kita, dan membiarkan orang lain yang bersuka karenanya. Sebab itu adalah bagian kita, bukan bagian jiwa kita (sungguh kasihan mereka yang bagiannya adalah dalam hidup ini (Mazmur 17:14), dan bodohlah mereka yang memilih bagiannya dalam hidup ini dan sibuk dengannya (Lukas 12:19).


Bagian dalam hidup ini adalah bagian tubuh jasmani kita. Hanya bagian yang kita nikmatilah menjadi milik kita di dunia ini. Artinya, kita menerima yang harus terjadi dan melakukan yang terbaik dalam keadaan itu. Alasannya, karena tidak ada yang dapat memperlihatkan kepada kita yang akan terjadi sesudah kita, baik siapa yang akan memiliki harta kita, maupun apa yang akan diperbuatnya dengan harta itu.

Saat kita pergi, kita mungkin tidak akan melihat apa yang terjadi sesudah kita. Tidak ada hubungan, sepanjang yang kita tahu, antara dunia yang di sana dengan dunia ini (Ayub 14:21). Mereka yang ada di dunia yang di sana itu akan sepenuhnya disibukkan oleh dunia itu, sehingga mereka tidak akan peduli untuk memerhatikan yang terjadi di dunia ini. Dilain pihak, kita yang di sini tidak dapat meramalkan apa yang terjadi sesudah kita, baik pada keluarga kita maupun pada orang banyak.

Kita tidak perlu mengetahui masa dan waktu yang terjadi sesudah kita, karena hal itu mengurangi kepedulian kita pada dunia ini. Maka hal itu menjadi alasan bagi kita untuk memikirkan dunia yang lain. Karena kematian adalah perpisahan terakhir dengan kehidupan ini, marilah kita melihat ke depan kita, ke kehidupan yang lain.
Next Post Previous Post