Panduan Hidup Murid Kristus (1 Petrus 3:8-17)

Pendahuluan:

Petrus telah memberikan nasihat penting ini di masanya, yang juga sangat mendesak untuk jemaat sekarang. Bagaimana seharusnya kehidupan murid Kristus di era yang baru ini? Artikel ini digarap untuk mengingatkan bagaimana seharusnya murid Kristus menjalani kehidupannya, khususnya penggalian Alkitab dalam 1 Petrus 3:8-17. 

Bagian pertama akan mengupas tentang aspek kehidupan pribadi (iman kepada Kristus, karakter seperti Kristus, menjauhi kejahatan dan mengusahakan perdamaian). Bagian kedua tentang kehidupan pelayanan yang akan menguraikan tentang kesiapan untuk memberi pertanggungjawaban dan siap menderita karena kebenaran
Panduan Hidup Murid Kristus (1 Petrus 3:8-17)

I. Kehidupan Pribadi 

Penulis akan membagi menjadi dua bagian untuk menguraikan kehidupan seorang murid Kristus, yaitu: kehidupan pribadi (membahas tentang kualifikasi seorang murid) dan kehidupan pelayanan (berbicara tentang tanggung jawabnya.) 

Iman kepada Kristus (1Petrus 3:15)

Bagian pertama yang harus terpancar dalam kehidupan seorang murid adalah bagaimana imannya. Surat Ibrani 11:1 memberikan definisi iman, sebagai berikut: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Iman merupakan persyaratan utama. Hal ini dengan jelas dituliskan dalam 1 Petrus 3:15a, yang mencatat: “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!” 

The New International Version, menerjemahkan kata kuduskanlah dengan menggunakan kalimat: “But in your hearts set apart Christ as Lord.” Kristus harus dikhususkan, dijadikan sebagai penguasa dan diberi tempat yang istimewa. Kristus menjadi yang esensial dalam kehidupannya. Rupanya Petrus mengutip bagian tersebut dari pesan nabi Yesaya yang mengatakan: Tetapi TUHAN semesta alam, Dialah yang harus kamu akui sebagai Yang Kudus; kepada-Nyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar. Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem (Yesaya 8:13-14)

Ketika penduduk Yerusalem mengalami ketakutan karena ancaman peperangan, ada keinginan melarikan diri untuk menjauhi Tuhan, tetapi Yesaya mengingatkan mereka, bahwa tidak ada tempat yang aman selain berlindung kepada Tuhan. Karenanya, Yesaya mengajak orang-orang untuk menjadikan Tuhan yang terpenting dan layak diandalkan. Tempat yang paling aman untuk memperoleh perlindungan.

Pada masa sekarang, dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi kemungkinan bagi banyak hal terjadi, bahkan hal-hal yang sekarang masih tidak bisa dilaksanakan, pada akhirnya akan terlaksana. Itu sebabnya dibutuhkan keyakinan yang kuat untuk mempercayai Allah dan janji-Nya. Mengenal Tuhan secara pribadi, bukan sebagai pengetahuan, namun merupakan kekayaan spiritualitas yang dimiliki secara pribadi seorang murid Kristus. 

Harta yang tidak bisa diambil oleh siapa pun, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada Marta, demikian: Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya (Lukas 10:41-42). 

Pada saat Marta menyibukkan diri dalam pelayanan, justru Maria memilih duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya. Maria bisa menentukan pilihan antara yang baik dengan yang terbaik. Sibuk melayani adalah sesuatu yang baik, tetapi mendengarkan perkataan Yesus adalah yang terbaik. Jadwal pelayanan, tidak bisa menggantikan waktu untuk bersekutu dengan sang pemilik pelayanan. 

Berbicara tentang Tuhan, tidak sama berbicara dengan Tuhan. Jika pelayanan dianggap sebagai tugas, maka bisa menimbulkan rasa kecewa seperti Marta. Ketika tidak ada yang menghargai, ketika tidak diperhitungkan, merasa sedang bekerja sendiri, hal-hal ini akan menyebabkan rasa lelah dan akhirnya memunculkan kekecewaan. Mengenal Yesus adalah hal yang sangat krusial. Dan ketika sudah mengenal-Nya, maka akan mudah untuk memberitakan-Nya. 

Ron Boyd, seorang pendeta yang berpengalaman pelayanan di antara orang-orang Kristen yang teraniaya, mengatakan: “Jika kita sungguh-sungguh mengenal Yesus, kita bersedia ada dalam kesusahan bagi-Nya, dan menganggapnya sebagai kehormatan!”

Sesungguhnya pelayanan kepada Tuhan adalah sebuah pengabdian, sebagai tanda syukur atas karya Tuhan dalam kehidupan seorang yang telah diselamatkan. Jika keyakinan ini yang menjadi dasar pelayanan hamba-hamba-Nya, maka akan melahirkan sukacita ketika mengerjakan pelayanan. 

Iain Murray dalam bukunya Jonathan Edwards: A New Biography, menuliskan tentang kehidupan Jonathan Edwards, seorang pelayan Kristus yang sangat dipenuhi sukacita karena pengenalannya akan Sang Penebus. Edwards menggambarkan kenikmatan atas Tuhan adalah satu-satunya kebahagiaan yang dapat memuaskan jiwanya. 

Pergi ke surga menikmati Tuhan sepenuhnya, adalah jauh lebih baik daripada akomodasi yang paling menyenangkan di bumi. Ayah dan ibu, suami, istri, atau anak-anak, atau teman-teman dunia hanyalah bayangan, tetapi Tuhan adalah substansi yang sebenarnya. Tanpa pengenalan akan Allah yang benar, adalah sebuah kemustahilan seseorang bisa menyampaikan berita tentang Allah. 

Jika seseorang disebut murid Yesus, maka itu merupakan suatu syarat mutlak untuk mengenal Yesus dan menempatkan Dia dalam prioritas utama dalam kehidupannya. Elmer L. Town dan Lee Fredrickson mengartikan “kuduskanlah Kristus dalam hatimu,” dengan mengatakan: “Hormati Yesus dalam hatimu.” Inilah kualitas utama yang harus terpancar dalam kehidupan seorang murid Kristus yang sejati.

Karakter seperti Kristus (1Petrus 3:8)

Kualitas kedua yang harus dimiliki seorang murid Kristus adalah karakter yang seperti Kristus. Iman harus menjadi dasar yang kokoh dalam setiap karyanya, dengan menempatkan Kristus di pusat kehidupannya. Keyakinan tersebut membangun pertahanan diri yang kuat. Joyce Meyer mengingatkan para pemimpin untuk tetap pada jalur yang dikehendaki Allah. Meyer mengatakan: “Jika kita ingin mengerjakan panggilan Allah atas kita, maka kita harus tetap pada fokus, karena dunia di mana kita hidup penuh dengan godaan.”

Membangun karakter bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan menuntut harga yang mahal. Seseorang harus melewati kesulitan dan pergumulan yang panjang untuk memperoleh karakter yang kuat. Kristus menanamkan kualitas pribadinya dalam kehidupan anak-anak-Nya, yang akan memancar keluar, dan yang akhirnya akan menjadi jati dirinya. 

Karakter seseorang terlihat melalui apa yang dilakukan dan dikatakan. 1 Petrus 3:9 memaparkan bahwa karakter yang harus dimiliki oleh seseorang yang hidup di dalam Kristus, demikian: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati.” Kata “dan akhirnya,” ini bukan merupakan akhir dari suratnya, tetapi Petrus sedang mengganti topik pembicaraannya. Dia telah mengakhiri pembahasan yang sebelumnya (yang ditujukan untuk kelompok tertentu, seperti kepada para hamba, orang merdeka, suami dan istri), dan memulai pengajaran yang baru, yang ditujukan untuk semua orang. 

Rupanya Petrus mengutip bagian ini dari Mazmur 34:13-16, yang berbunyi demikian: Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.

Petrus memahami bahwa untuk menikmati kehidupan yang lebih baik, meskipun dalam situasi dan kondisi yang sulit sekalipun, diperlukan kecakapan pribadi yang memadai. 

Petrus memaparkan pengajaran ini dengan menggunakan pemilihan kata yang sangat khusus untuk menjelaskan lima karakter yang penting untuk dimiliki oleh seorang murid Kristus, yaitu: ὁμόφρονες (homophrones); συμπαθεῖς (sympatheis); φιλάδελφοι (philadelphoi); εὔσπλαγχνοι (eusplanchnoi); ταπεινόφρονες (tapeinophrones). Kelima karakter ini, merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh orang-orang percaya. 

Berikut penjelasan masing-masing karakter tersebut:

Untuk bisa berkarya di tengah-tengah masa yang sangat maju ini, diperlukan kualitas kehidupan sebagaimana yang telah Kristus kerjakan. 

1. Karakter yang pertama adalah ὁμόφρονες (homophrones), diterjemahkan dengan arti satu pikiran, bersatu dalam roh, harmonis. 

Rupanya firman Tuhan memberikan resep yang manjur untuk menikmati kedamaian atau keharmonisan hidup, yaitu dengan menjaga lidah dari kejahatan, bibir dari tipu muslihat, sehingga mencegah terjadinya konflik dengan sesama. Salah satu cara untuk mewujudkan kedamaian dengan mudah dan nyaman, adalah dengan menjaga perkataan. Yakobus 3:5-6 juga menegaskan tentang kekuatan lidah manusia:

Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. (Yakobus3:5-6)

Yakobus menjelaskan bahwa lidah manusia penuh dengan racun yang mematikan, itu sebabnya harus dijinakkan atau dikendalikan (Yakobus 5:8).

Chris Skinner dalam bukunya Manusia Digital, menjelaskan bahwa revolusi digital: mewujudkan hak semua orang untuk memiliki kesempatan atas kehidupan yang baik. Itu akan mewujudkan bumi yang lebih baik, damai, dan berkelanjutan. Dan teknologi sedang menciptakan planet yang demokratis, di mana hak dasar manusia adalah untuk mempunyai identitas legal dan kesempatan untuk berdagang, membayar, dan berjaringan melalui jaringan mobile. Itu tentu akan menjadi dunia yang lebih baik dari yang pernah ada. 

Apakah dunia menjadi semakin baik? Fasilitas memang semakin baik, namun karakter manusia tidak dijamin semakin baik. Dan rasul mengingatkan: “ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu. (1Petrus 3:10). 

Joyce Meyer mengatakan bahwa, merupakan suatu tantangan untuk mengatakan kebenaran mutlak dalam segala keadaan. Beberapa pemimpin yang tidak memiliki keteguhan mengatakan kepada masyarakat apa saja yang ingin masyarakat dengar karena para pemimpin tersebut takut kehilangan popularitas jika mereka mengatakan hal yang benar. Kesehatian dan keharmonisan dimulai dari diri sendiri, dengan berjuang terus menerus supaya terjadi harmonisasi antara pikiran, perkataan dan tindakan. Keharmonisan dalam diri sendiri akan mewujudkan keserasian dengan orang lain.

2. Yang kedua adalah συμπαθεῖς (sympatheis), rasa simpati. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata simpatik mengandung pengertian: 

1) rasa kasih; rasa setuju (kepada); rasa suka; 

2) keikutsertaan merasakan perasaan orang lain (senang, susah, dan sebagainya). 

 Petrus mengajarkan kepada orang percaya bukan saja untuk menjaga lidah dan bibirnya, tetapi juga untuk saling memperhatikan. Sementara mereka menghadapi tantangan dan ancaman, mereka juga dituntut untuk menaruh perasaan kepada orang lain yang mengalami kesulitan. Inilah karakter kedua yang harus dimiliki anak-anak-Nya.

3. Yang ketiga, digunakan kata φιλάδελφοι (philadelphoi), yang berarti kasih persaudaraan. Kasih adalah tanda dan karakteristik kekristenan. 

Alkitab Perjanjian Baru mencatat ada banyak perintah yang berkaitan dengan kasih, yaitu: Supaya kamu saling mengasihi (Yohanes 15:12); kasihilah seorang akan yang lain (Yohanes 15:17); hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara (Rm.12:10); hendaklah kamu saling mengasihi (Roma 13:8); lakukanlah segala pekerjaanmu dengan kasih (1Korintus 16:14); kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Galatia 5:14); hiduplah di dalam kasih (Efesus 5:2); kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah (1Tesalonika 4:9); saling mendorong dalam kasih (Ibrani 10:24); peliharalah kasih persaudaraan (Ibrani 13:1); kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Yakobus 2:8); hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi (1Petrus 1:22); kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain (1Ptr. 4:8); harus saling mengasihi (1Yohanes 3:11); saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus (1Yohanes 3:23); siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudara seimannya (1Yohanes 4:21) dan supaya saling mengasihi (2Yohanes 1:5). Orang percaya bisa meraih keunggulan dalam banyak prestasi kehidupannya, namun semuanya itu tidak berarti, sampai dia mencapai hal yang teristimewa, yaitu kasih. 

Donald S. Whitney menjelaskan tentang kasih, sebagai berikut: kasih adalah anugerah terbesar Roh Tuhan, napas, inti sari dan rangkuman semua kepercayaan yang benar. Kasih membuat seseorang selaras dengan surga serta berlawanan dengan neraka dan iblis. Pendapat George Barna tentang kasih, sebagai berikut: kasih dikerjakan bukan sekedar untuk melindungi diri dari ketidakadilan atau perlakukan yang menyakitkan, tetapi untuk menerima dan menjalankan kerinduan dan kehendak Allah

4. Keempat, εὔσπλαγχνοι (eusplanchnoi); lembut, penyayang, belas kasihan. 

Neil Cole menerjemahkan ini dengan “merasa kasihan,” untuk menggambarkan betapa dalamnya perhatian Yesus bagi umat-Nya. Bukan sekedar dalam pikiran atau respons secara insting, tetapi sampai tubuh-Nya pun bereaksi terhadap belas kasihan-Nya. Belas kasihan merupakan respons yang spontan dari hati dan melibatkan fisik, bukan hanya secara emosional, tapi tubuh juga ikut merasakan. Kehidupan di era society 5.0 akan banyak menguras pikiran dan tenaga dari para murid-Nya. Demikianlah Yesus telah memberikan teladan dalam pelayanan-Nya.

5. Kelima, ταπεινόφρονες (tapeinophrones) yang berarti humble, humility, rendah hati. 

Neil Cole dalam bukunya Organic Leadership menjelaskan tentang rendah hati, sebagai berikut: kerendahan hati adalah penawar bagi banyak hal, satu-satunya cara untuk menciptakan kesatuan dan sesuatu yang sulit untuk ditangkap. 

 Dan Rick Warren berkata: “Kerendahhatian bukan memandang rendah diri sendiri, melainkan kurang memikirkan diri sendiri.” Tuhan Yesus telah memberikan teladan kerendahan hati yang luar biasa. Surat Filipi 2:1-11 menggambarkan dengan jelas bukti sikap rendah hati Tuhan Yesus. “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:8). 

Yesus sebelumnya ada dalam kapasitas-Nya sebagai Allah, namun Ia rela meninggalkan hak-Nya, menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba. Bukan manusia biasa, tetapi hamba yang tidak memiliki hak apa-apa. Demi menyelamatkan manusia yang durhaka, Yesus meninggalkan kenyamanan surga, turun ke dunia, dan mati dengan sangat terhina demi manusia yang dikasihi-Nya.

Pentingnya karakter ini sangat menjadi perhatian, karena absennya kerendahan hati akan menyebabkan perpecahan satu dengan yang lain, dan bahkan, mendatangkan hukuman dari Allah. Yakobus 4:6b menuliskan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Teladan Yesus memberikan pelajaran yang gamblang, bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh peninggian adalah dengan perendahan diri. Filipi 2:9-11 menjelaskan: “

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Menjauhi Kejahatan (1Petrus 3:11a)

Dengan memiliki karakter yang terpuji, tidak memberikan jaminan bagi orang percaya untuk serta-merta hidup dalam kemudahan. Namun, karakter-karakter tersebut akan menolong untuk mampu menghadapi tantangan kehidupan. Sebagaimana yang dikatakan Schreiner: “Orang-orang Kristen dipanggil untuk menderita, dan hasilnya adalah hidup mereka dipenuhi kasih, kelemahlembutan, kebaikan, dan kebenaran.” Mereka tidak akan sanggup bertahan di bawah tekanan tanpa harapan, tetapi 

Petrus mengingatkan mereka bahwa sebuah dunia yang baru akan datang. Pada masanya, mereka pasti akan menerima warisan dan diselamatkan, dan bila mereka terus bertekun dalam iman, mereka pasti akan menerima kemenangan. Ketika mengalami penderitaan, tidak boleh melawan, tetapi justru diperintahkan untuk memberkati. “Dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” (1Petrus 3:9).

Mengusahakan Perdamaian (1Petrus 3:11b)

1 Petrus 3:11b mengatakan: “Ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.” Kata mencari menggunakan bahasa Yunani ζητησάτω (zetesato) yaitu kata kerja, imperatif, aoris, orang ketiga tunggal dari kata ζητέω (zeteo) yang bisa diterjemahkan mencari, menyelidiki, memeriksa, mempertimbangkan, mencoba untuk mendapatkan, keinginan untuk memiliki, berjuang untuk, bertujuan (pada), keinginan, meminta, menuntut. 

Para umat Tuhan seharusnya memiliki keinginan, berjuang dan menuntut untuk mengadakan damai sejahtera. Patut disayangkan kalau justru anak-anak Tuhan mengabaikan pentingnya perdamaian. Beberapa bagian firman Tuhan, mengingatkan pentingnya pesan ini. Rasul Paulus mengingatkan jemaat, demikian: “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Roma 12:18). Dan Roma 14:19: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.”

Media sosial merupakan wadah yang efektif untuk membagikan kebenaran. Banyak kalangan yang bisa dijangkau melalui sarana tersebut. Namun sayang, tidak jarang sarana ini digunakan untuk menjadi ajang saling serang dan merendahkan. Perbedaan pandangan, doktrin dan pendapat bisa menyebabkan hamba-hamba-Nya malah mempertontonkan konflik. 

Para pakar teologi yang seharusnya memberikan keteduhan, namun justru membuat kegaduhan. Seharusnya mereka, yang mengerti kebenaran dan bertanggungjawab untuk menyampaikan pengajaran kepada umat, hidup sesuai dengan berita yang dibagikannya. Benarlah firman Tuhan yang mengatakan: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Matius 5:9).

II. Kehidupan Pelayanan (1Petrus 3:15-17)

Setelah membangun iman yang kokoh, menata karakter yang terpuji, maka seorang murid telah bersiap untuk menghadapi pelayanan yang sesungguhnya. Di era society 5.0 banyak peluang yang bisa dikerjakan dan Allah menginginkan orang-orang yang mempunyai kerelaan dan kemampuan untuk bekerja di ladang pelayanan. 

Warren W. Wiersbe mengingatkan pentingnya untuk mengembangkan diri, sehingga tidak tertinggal oleh kemajuan zaman, dengan mengatakan sebagai berikut: “Semakin tua dan semakin lama kita melayani Tuhan, semakin perlu kita bekerja sesuai dengan zaman dan tidak menjadi seperti barang peninggalan yang berdebu di sebuah musium religius.” 

Sebagai murid Kristus harus menyiapkan diri, supaya dalam setiap keadaan sedia untuk memberikan pelayanan. Whitney dalam bukunya Spiritual Check-Up menyampaikan gagasan kaum Puritan yang berpendapat bahwa para rohaniawan adalah “dokter bagi jiwa,” yang bertanggungjawab untuk mengevaluasi kesehatan rohani seseorang. Petrus mengingatkan untuk senantiasa siap memberikan pertanggungjawaban dan siap juga untuk menderita karena kebenaran.

Siap Memberi Pertanggungjawaban (1Petrus 3:15-16)

Petrus memberikan satu tugas yang unik bagi seseorang yang telah menikmati keselamatan dari Kristus. Anak-anak Tuhan, hamba-hamba Tuhan diperintahkan untuk bersiap untuk memberikan pertanggungjawaban. Kata siap ἕτοιμοι (etoimoi), ternyata tidak berdiri sendiri. Kata ini berdampingan dengan kata keterangan yang mengikutinya, ἕτοιμοι ἀει (etoimoi aei). 

Frasa ini bisa diterjemahkan dengan teruslah bersiap, terus meneruslah bersiap dan selalu bersiap. Artinya tanggung jawab ini sangat penting dan mendesak, itu sebabnya seorang hamba Tuhan harus merasakan esensi untuk selalu bersiap atau terus menerus bersiap. Tidak ada alasan bagi seorang murid Tuhan untuk menunggu waktu yang tepat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Timotius: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2Timotius 4:2).

Menggunakan kata ἀπολογίαν (apologian) yang diterjemahkan: defense, answer, reply. Dari sinilah muncul kata apologetika, yaitu salah satu cabang teologi. Pengertian apologetika adalah uraian sistematis untuk mempertahankan suatu ajaran. Ketika menghadapi situasi genting, itu dapat menjadi suatu kesempatan untuk bersaksi. 

Orang percaya harus siap sedia pada segala waktu untuk memberikan pertanggungjawaban atau pembelaan tentang pengharapannya di dalam Kristus. Pada waktu firman ini ditulis, orang-orang percaya sedang mengalami penderitaan karena keyakinan mereka kepada Kristus. Ada waktu dimana mereka harus dibawa ke pengadilan, dan saat itulah orang-orang percaya mempunyai kesempatan untuk memaparkan tentang iman dan keyakinan mereka. Paulus dalam pelayanannya sering kali menghadapi tantangan. 

Bahkan Paulus harus menghadapi tokoh-tokoh masyarakat, juga para pemangku jabatan pemerintahan: raja, kaisar, wali negeri dan panglima tentara. Paulus menjadikan kesempatan tersebut untuk memberikan pembelaan tentang keyakinannya, sehingga orang-orang mendengar tentang iman Paulus. Bahkan raja Agripa sempat terpesona oleh penjelasan Paulus, dan mengatakan: “Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen.” (Kisah para rasul 26:28). 

Pengalaman hidup dalam Kristus itulah yang menjadi kesaksian kepada orang-orang yang mendakwanya. Demikian juga masa sekarang, meskipun tidak jarang mengalami rasa takut dan putus asa, namun orang-orang percaya harus terus menerus melakukan pembelaan tentang keyakinannya. 

Tujuan dari tugas ini bukan untuk bertengkar atau menyerang orang-orang yang melawan mereka, namun untuk memperkenalkan karya penebusan Kristus yang sudah menyelamatkan kehidupan. Tantangan, penderitaan, bisa saja membuat sikap seseorang berubah. Karena itu, Petrus mengingatkan supaya mereka melakukannya dengan lemah lembut (rendah hati), dengan hormat dan dengan hati nurani yang murni. Murid Kristus sejati harus mampu memberikan jawaban yang benar, tetapi juga dengan cara yang benar.

Siap Menderita karena Kebenaran (1Petrus 3:17)

Seperti yang telah disampaikan di bagian awal tulisan ini, surat 1 Petrus ditulis untuk memberikan pengajaran dan pengharapan bagi orang-orang percaya yang sedang mengalami penderitaan karena kehidupan mereka yang baru di dalam Kristus. Mereka tidak hanya dituntut untuk memberikan jawaban kepada orang-orang yang mempertanyakan iman mereka, tetapi juga diharuskan untuk bersiap mengalami penderitaan, sebagaimana yang telah Kristus alami.

Penderitaan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para pengikut Kristus. Namun demikian, diingatkan bahwa tidak ada bahaya nyata yang dapat menimpa mereka. Karena sekalipun penderitaan harus terjadi, orang-orang Kristen diberkati dan tidak perlu takut. 

Orang-orang percaya yang menderita secara tidak adil namun tetap menjaga hati nurani yang bersih, akan mempermalukan mereka yang memfitnah perilaku baik orang-orang percaya. Sekali lagi Petrus menyemangati para pembacanya dengan fakta bahwa perilaku yang baik adalah pertahanan terbaik mereka terhadap hukuman dan penganiayaan yang tidak adil. 

Dalam 1 Petrus 3:17 dikatakan: “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.” Ada frasa yang penting dicermati, εἰ θέλοι τὸ θέλημα τοῦ θεου (ei theloi to thelema tou theou), yang dapat dimaknai bahwa ada saat di mana Allah menghendaki orang-orang percaya mengalami penderitaan karena kebenaran, sebagaimana yang Kristus alami, Dia rela mengalami penderitaan, demi menyelamatkan orang-orang yang dikasihi-Nya. 


Penulis sependapat dengan H.B. Garcia dalam tulisannya yang berjudul “Penderitaan dan Kesaksian: Sebuah Perspektif Misiologis dari 1 Petrus,” yang mengatakan bahwa: “Berbuat baik kepada “musuh-musuh” adalah panggilan yang mungkin Allah gunakan untuk mencapai kehendak-Nya.”  Penderitaan yang terjadi atas orang percaya, merupakan sarana bersaksi kepada orang yang belum diselamatkan.

Kesimpulan: 

Berdasarkan surat 1 Petrus 3:8-17 ada dua bagian penting yang perlu diperhatikan yaitu, kehidupan pribadi dan kehidupan pelayanan.

Pertama, kehidupan pribadi, yang terdiri dari: pertama iman kepada Kristus. Seorang murid Kristus harus mengkhususkan atau menaruhkan Kristus pada tempat yang utama dalam kehidupannya. Menjadikan Dia, satu-satunya Pribadi yang patut diandalkan. Kedua, karakter seperti Kristus (seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati). Ketiga, menjauhi kejahatan dan keempat, mengejar perdamaian. 

Bagian kedua, kehidupan pelayanan. Ketika kerohanian sudah tertata dengan benar, Kristus yang menjadi pusatnya. Membangun sarana dengan sesama melalui penataan karakter yang bagus, dan akhirnya mampu untuk memberikan pertanggungjawaban. Seorang murid Kristus harus siap bukan saja memberikan kesaksian atau pembelaan tentang keyakinannya kepada Tuhan, tetapi juga harus siap untuk menderita, jika hal itu dikehendaki oleh Allah. Sebagaimana Kristus telah memberikan contoh yang sempurna, Dia rela menderita untuk menyelamatkan manusia yang dikasihi-Nya
Next Post Previous Post