Persembahan yang Hidup: Mengorbankan Hidup Kita untuk Yesus

Pengantar:

Yesus, sosok yang bagi umat Kristen merupakan titik pusat iman dan kasih, telah memberikan contoh pengorbanan yang luar biasa bagi umat manusia. Dalam Yohanes 15:13, Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Dan inilah yang telah dilakukan Yesus bagi kita. Pengorbanan-Nya tidak hanya sebuah kisah belaka, melainkan kenyataan yang telah terjadi di kayu salib, di mana Dia mati bagi penyelamatan kita.
Persembahan yang Hidup: Mengorbankan Hidup Kita untuk Yesus
Pengorbanan Yesus yang Maha Besar

Peristiwa pengorbanan Yesus tidak dapat disamakan dengan pengorbanan yang mungkin kita lakukan. Yesus mati menggantikan tempat kita untuk menanggung penghukuman Allah atas dosa-dosa kita sehingga kita tidak perlu lagi menanggungnya. Ini adalah penebusan yang tidak dapat kita ulang. Namun, pengorbanan yang kita lakukan memiliki makna yang mendalam. Kita, sebagai umat yang mencintai-Nya, memberikan diri kita kepada-Nya sebagai “Persembahan yang hidup”.

Paulus mengingatkan kita dalam Roma 12:1, “karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Ini adalah panggilan bagi kita untuk memberikan diri kita secara total kepada Tuhan.

Persembahan yang Hidup

Konsep persembahan yang hidup adalah ide yang baru di zaman Paulus. Di masa itu, pengorbanan selalu berarti pembunuhan hewan sebagai korban. Namun, Paulus dengan penuh kreativitas mengajukan konsep baru: persembahan yang kita berikan adalah diri kita yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa kita mempersembahkan kehidupan rohani yang baru yang telah diberikan kepada kita oleh Kristus.

Robert Smith Candlish, seorang pendeta Skotlandia, menjelaskan bahwa persembahan yang dimaksud bukan hanya kehidupan jasmani, melainkan kehidupan rohani yang membawa arti tertinggi. Kita harus menjadi orang-orang percaya yang mempersembahkan kehidupan kita sebagai wujud cinta dan pengabadian kepada Allah.

Mempersembahkan Tubuh

Dalam memahami persembahan kepada Allah, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kita mempersembahkan tubuh kita. Calvin menekankan bahwa tubuh yang dimaksud bukan hanya sekadar fisik, melainkan totalitas dari keberadaan kita. Tubuh kita adalah bagian dari pengabadian kita kepada Allah, bukan hanya alat untuk kesenangan duniawi.

Leon Morris menambahkan bahwa tubuh kita juga merupakan 'anggota Kristus' dan 'umpan dari Roh Kudus'. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma (6:13) mengingatkan agar kita menggunakan anggota tubuh kita sebagai senjata-senjata kebenaran. Ini menunjukkan bahwa kita harus memanfaatkan akal, mata, telinga, lidah, tangan, dan kaki kita untuk melayani Tuhan.

Menggunakan Akal dengan Bijaksana

Akal kita adalah salah satu anggota tubuh yang sangat penting. Apa yang kita isi dalam akal kita akan sangat mempengaruhi pertumbuhan rohani kita. Paulus mengingatkan agar kita tidak menjadi serupa dengan dunia ini, melainkan berubah oleh pembaharuan budimu (Roma 12:2). Jika kita mengisi akal kita dengan Firman Tuhan dan bahan-bahan yang membangun, kita akan tumbuh dalam kebajikan.

Mata dan Telinga yang Bijaksana

Mata dan telinga kita juga memainkan peran penting dalam persembahan kepada Allah. Di tengah arus informasi dan pesan yang diterima setiap hari, kita harus bijaksana dalam memilih apa yang kita lihat dan dengar. Menghabiskan waktu untuk mempelajari Firman Tuhan dan menghindari hal-hal yang merusak rohani adalah langkah yang bijaksana.

Lidah yang Dipakai untuk Kebaikan

Lidah kita juga merupakan alat yang perlu dipersembahkan kepada Allah. Yakobus 3:6 mengingatkan bahwa lidah dapat menjadi sumber kejahatan jika tidak dipersembahkan kepada Tuhan. Kita harus menggunakan lidah kita untuk memuji dan menyaksikan tentang kebesaran Tuhan.

Tangan dan Kaki yang Dipersembahkan

Tangan dan kaki kita adalah alat untuk mengerjakan kebaikan. Paulus menekankan pentingnya bekerja dengan tangan kita sendiri (1 Tesalonika 4:11) dan memberikan kepada yang berkekurangan (Efesus 4:28). Kita juga harus memperhatikan ke mana tangan dan kaki kita membawa kita. Apakah kita menggunakan mereka untuk melayani Tuhan atau untuk hal-hal yang tidak baik?

Kekudusan, Tanpa yang...

Pengorbanan kita haruslah kudus, tanpa noda atau cacat. Hal ini merupakan tuntutan untuk menjadi kudus seperti Allah yang Kudus. Kita telah ditebus dengan darah Kristus yang suci (1 Petrus 1:18-19) dan dipanggil untuk hidup sebagai orang-orang kudus (1 Petrus 1:15-16). Kekudusan adalah tujuan utama dalam perjalanan rohani kita.

JI Packer dalam bukunya "Rediscovering Holiness" menyoroti pentingnya kekudusan dalam kehidupan orang percaya. Kekudusan adalah bukti hidup yang memperlihatkan sejauh mana kita mengenal Yesus dan melayani-Nya. Kita dituntut untuk hidup kudus dalam segala aspek kehidupan kita.

Menyenangkan Allah, Tujuan Utama

Dalam segala hal yang kita lakukan, tujuan utamanya haruslah menyenangkan Allah. Ketika kita mempersembahkan hidup kita kepada-Nya, itu adalah bentuk ibadah yang sejati. Paulus menulis dalam Kolose 3:17, “Dan apa saja juga yang kamu perbuat dengan perkataan atau dengan perbuatan, perbuatlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur kepada Allah Bapa oleh Dia.”

Ketika kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup kepada Tuhan, kita tidak hanya berbicara tentang pengorbanan fisik, melainkan totalitas dari keberadaan kita: akal, mata, telinga, lidah, tangan, dan kaki. Kita dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus yang hidup untuk menyenangkan hati Allah, mengikuti teladan Kristus yang telah memberikan hidup-Nya bagi kita. Sehingga, jika kita mencintai Yesus, kita akan mengorbankan hidup kita bagi-Nya.
Next Post Previous Post