Kejarlah Yang Baik - 1 Timotius 6:11

Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (1 Timotius 6:11 TB).

Pengantar:

Paulus di 1 Timotius 6:11 memberikan komando untuk melakukan yang yang baik, yaitu kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Kata "kejarlah" dalam bahasa Yunani adalah "dioke" (kata kerja bentuk kedua, tunggal, sekarang, aktif, imperatif) yang berasal dari kata dasar "dioko" yang secara khusus digunakan oleh tentara-tentara untuk mengejar musuh (Keluaran 15:9; Kejadian 31:23). 
Kejarlah Yang Baik - 1 Timotius 6:11
Kata ini juga mengandung desakan untuk berusaha sekuat tenaga mencapai suatu sasaran. Spiros berpendapat bahwa kata ini dapat dipahami sebagai "to follow after" (Lukas 17:23). To follow or press hard after, to pursue with earnestness and diligence in order to obtain, to go after with the desire of obtaining (Roma 9:30-31; 12:13; 14:19; 1 Korintus 14:1). Kata ini merupakan antitesis dari kata "flee" (larilah; TB ± jauhilah) yang menggambarkan karakter pribadi Paulus. Kata ini diulang kembali dalam 2 Timotius 2:22 yang menyatakan watak orang saleh.

Berdasarkan uraian di atas, Paulus mengatakan kepada Timotius bahwa sasaran yang harus dicapainya adalah sasaran yang mulia dan untuk mencapainya diperlukan usaha sekuat tenaga seperti tentara-tentara yang secara intens mengejar musuh. 

Selain itu, Paulus berharap agar Timotius mengikuti jejaknya sebagaimana yang disaksikan oleh Timotius dalam perjalanan misi Paulus. Usaha yang dilakukan dengan sekuat tenaga merupakan amunisi untuk mendukung keefektifan Timotius dalam pelayanannya. Teks mencatat bahwa ada beberapa tindakan yang baik yang harus dicapai Timotius.

1. Keadilan

Dalam Yunani klasik, istilah "dikaiosune" (NIV: righteousness) berasal dari kata "dike" (hukuman). Dike adalah anak perempuan Dewa Zeus yang menyatakan atau membagikan pemerintahannya atas dunia. Zeus membuat perbedaan antara hukum binatang buas dengan manusia. Hukum binatang buas adalah saling melahap atau menelan satu dengan yang lain. Tetapi bagi manusia, hukum itu adalah supaya manusia membuat kehidupan menjadi mungkin (diperlakukan dengan tepat). 

Bagi Plato, dikaiosune adalah dasar struktur pemerintahan dan jiwa manusia. Adalah benar untuk menerima keberadaan tingkat sosial yang berbeda-beda dan memberikan kepada seseorang sebagaimana yang pantas atau layak dia terima. Jadi, keadilan ini perlu dicermati dalam kerangka kehidupan sosial.

Dalam PB, kata keadilan berbicara tentang kebenaran Tuhan dan keadilan Tuhan bagi manusia berdosa. Keadilan dan kebenaran Allah secara esensial berkenaan dengan covenant (perjanjian) antara Allah dan umat-Nya yang telah dijadikan manusia baru. Baru yang dimaksud adalah Israel Baru di mana tidak ada lagi perbedaan antara orang Yahudi dan Yunani. Dengan demikian, batas pemisah harus dihapuskan.

Kent berpendapat bahwa dikaiosune lebih mengarah kepada keadilan secara praktis (practical righteousness) dan orang-orang percaya harus menyatakannya, juga mengacu kepada tindakan moral sebagai integritas orang percaya. Mencermati penjelasan di atas, Paulus hendak mengatakan bahwa sebagai pemimpin jemaat di Efesus, Timotius tidak boleh membeda-bedakan status, apakah suku bangsa atau pun status sosial. Semuanya harus diperlakukan secara tepat. 

Paulus sangat menyadari bahwa batas-batas pemisah dapat menjadi pemicu perpecahan dalam jemaat sebagai anggota tubuh Kristus. Perbedaan yang ada di dalam jemaat harus dilebur dalam kesatuan tubuh Kristus. Covenant (perjanjian) antara Allah dengan umat-Nya menembus lapisan masyarakat. Tuhan tidak membeda-bedakan umat-Nya; semuanya masuk di dalam kategori umat perjanjian. Inilah moral Kristus dan harus juga menjadi moral Timotius.

2. Ibadah

Dalam Alkitab NIV, kata "godliness" diterjemahkan sebagai kesalehan (TB: ibadah). Istilah Yunaninya "eusebeian" yang diterjemahkan devotion, piety toward God (Kisah Para Rasul 3:12; 1 Timotius 2:2; 2 Petrus 1:6-7). Godliness or the whole of true religion, so named because piety toward God is the foundation and principal part of it. Akar kata "seb" memiliki pengertian to step back from someone or something to maintain a distance. 

Ketika "eusebeia" diaplikasikan dalam kehidupan Kristen, ini menunjukkan suatu kehidupan yang menerima Yesus yang ditampilkan dalam sikap atau gaya hidup. 1 Timotius 6:5 melaporkan bahwa ibadah yang bersifat menipu dilakukan juga oleh guru-guru palsu untuk mendapatkan keuntungan. Surat 1 Timotius 6:3 juga melaporkan bahwa pengajar-pengajar sesat tidak memimpin kepada hidup kudus. Kekudusan hidup merupakan indikator bagi pengajaran. Kent berpendapat bahwa ibadah sangat dekat hubungannya dengan keadilan. 

Ibadah selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kasih. Ibadah itu sebenarnya sama artinya dengan devosi kepada Allah. Hal ini dikarenakan bahwa ibadah itu dilakukan atas dasar kasih kepada Allah. Ini merupakan hal prinsip, namun kasih kepada Allah tidak hanya dilakukan sebatas ajaran-ajaran murni yang keluar dari mulut tetapi juga kemurnian ajaran tersebut haruslah diimplementasikan dalam kehidupan sebagai orang Kristen/percaya. Ibadah itu adalah satunya kata dan perbuatan.

Pada waktu Paulus mengatakan kepada Timotius "kejarlah ibadah," maka ini merupakan tantangan kepada Timotius yang perlu ditanggapi secara serius bahwa ibadah itu berkenaan dengan kekudusan hidup. 

Timotius harus memberitakan pengajaran yang benar sebagai wujud nyata relasinya dengan Tuhan, namun di sisi yang lain Timotius harus mampu menerapkannya dalam praktis kehidupan sehari-hari, seperti: menghormati para janda yang benar-benar janda (1 Timotius 5:3), menghormati para tua-tua (1 Timotius 5:17), tidak mencari soal dan bersilat lidah, dengki, cidera, fitnah, curiga dan percekcokan (1 Timotius 6:4-5) dan mencukupkan diri dengan apa yang ada (1 Timotius 6:8).

3. Kesetiaan

Poin yang ketiga yang harus dikejar oleh Timotius yaitu iman (NIV: faith). Dalam teks Yunaninya menggunakan istilah "pistin" yang berasal dari kata "pistos" yang diterjemahkan kepercayaan, iman, kesetiaan, agama, ajaran yang diimani, janji dan bukti. Iman adalah sikap di mana seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapat keselamatan, apakah itu kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian mengandalkan Kristus sepenuhnya. Iman mengimplikasikan pengakuan kita bahwa kita adalah orang berdosa dan dengan demikian tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dari yang jahat dan melakukan yang baik.

Walaupun kesetiaan dan iman adalah dua kata yang berbeda, namun kedua kata ini saling bertalian satu dengan yang lain karena pada hakikatnya iman memerlukan kesetiaan. Iman tanpa kesetiaan adalah spekulasi (dusta) sedangkan kesetiaan tanpa iman adalah salah arah. Timotius dituntut untuk senantiasa bersandar kepada Tuhan. Motivasinya dalam melayani haruslah menyenangkan hati Tuhan. Tidak boleh ikut-ikutan dengan pengajar-pengajar palsu yang hanya bersandar pada manusia dan motivasi pelayanannya pun menyenangkan perut mereka (hanya berorientasi pada uang).

4. Kasih

Blue berpendapat bahwa berkenaan dengan sumbernya, kasih itu berasal dari hubungan pribadi dengan Yesus Kristus (1 Timotius 1:14; 2 Timotius 1:13), yang diberikan oleh Roh Kudus (bnd. 2 Timotius 1:7). Natur kasih yaitu orang-orang Kristen tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri tetapi bagi orang lain juga, karena fokus kasih tersebut adalah Gereja yang adalah komunitas orang-orang percaya. Brown melanjutkan, bahwa kata ini sangat dekat dengan iman, keadilan dan anugerah, yang mana semuanya merupakan poin utama dalam pribadi Allah. 

Kasih agape itu selalu berhubungan dengan dua hal yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Kasih berdiri tegak melampaui otoritas dan kekuasaan yang dimiliki manusia. Melalui kasih ini, kemuliaan Allah secara terus-menerus dinyatakan. Kasih merupakan motivasi seseorang pada saat seluruh kegiatan dilakukan di dalam iman, lebih tepatnya lagi kasih menyebabkan iman bekerja. 

Pernyataan tersebut didasarkan karena adanya hubungan erat antara iman dan kasih. Kepercayaan kepada Tuhan harus direfleksikan dalam kasih kepada sesama. Oswald berpendapat bahwa pure love does not seek its own good but the good of others. Therefore lust and love are different. The love which has to do with lust seeks its own advantages in all things. Christian love seeks the advantages of others in itself. That which the father has he shares in turn with his children.

Paulus sangat berharap supaya Timotius selalu menjalankan pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepadanya dalam kasih sebagaimana Tuhan adalah kasih adanya. Kesanggupan Timotius dalam melayani jemaat Efesus bergantung pada sejauh mana kasihnya kepada Tuhan. Ada indikasi bahwa segala persoalan yang terjadi di dalam jemaat kendatipun berat, jangan pernah berpikir untuk melarikan diri dari pelayanan (ini yang disebut mencari keuntungan diri sendiri). 

Timotius harus mengabdikan dirinya kepada jemaat yang dilayani sebagai implementasi pengabdiannya kepada Tuhan. Melarikan diri dari pelayanan sama halnya dengan menyangkal otoritas Tuhan sebagai pemilik hidup dan pemberi kesempatan untuk melayani. Hamba Tuhan yang melarikan diri dari pelayanan adalah hamba Tuhan yang jahat.

5. Kesabaran dan Kelembutan

Istilah "hupomone" berasal dari kata "hupo" yang berarti "under" dan "meno" yang berarti "remain." Istilah ini memiliki beberapa pengertian yaitu kesabaran, ketekunan, ketabahan, menantikan. Hupomone ini disejajarkan dengan berharap (1 Tesalonika 1:3) dan juga berhubungan dengan kualitas atau karakter yang tidak mengizinkan seseorang untuk menyerah kepada keadaan atau mengalah di bawah pencobaan. 

Secara umum, kata ini berarti bertahan secara konstan dalam iman dan tanggung jawab. Secara spesifik, "hupomone" (kesabaran) adalah kualitas pemikiran seseorang dalam menanggung sengsara (yang jahat) dan sabar dengan pikiran tenang (Roma 5:3-4; 15:4-5), is our spirit toward the enemies of the truth. Dengan kata lain, "hupomone" ini merupakan suatu jaminan supaya bertahan dalam menjalankan tugas yang sulit.

Istilah "prautes" dapat dijelaskan bahwa marah pada saat yang tepat, ukuran yang tepat, dan alasan yang tepat. Kelembutan adalah suatu kondisi di mana hati dan pikiran mendemonstrasikan kehalusan, bukan dalam kelemahan tetapi dalam kekuatan. Ini merupakan kekuatan karakter yang seimbang. 

Nicholson menambahkan sebagai berikut: Patience and meekness express the principles that are required in one who is to successfully resist the antagonism of the world. The provocations will be great but God's gracious provision is the believer's sufficiency (cf. II Cor. 12:9-10). Lea menambahkan, he needed gentleness in order to deal effectively with cantankerous heretics and wavering believers.

Paulus menyadari bahwa tugas dan tanggung jawab Timotius bukanlah mudah, Timotius harus bersabar, bertahan, tidak mudah putus asa atau mengalah pada keadaan. Dalam menghadapi situasi pelayanan, sangat dibutuhkan ketenangan berpikir atau pikiran yang sehat dengan tujuan supaya Timotius tidak gegabah dalam bertindak (salah dalam melangkah). 

Walaupun dalam usia yang muda, Timotius diharapkan dapat mengendalikan emosinya. Tidak gampang untuk marah. Emosi yang meledak-ledak menandakan ketidakstabilan karakter. Kematangan hati dan pikiran diperlukan untuk menghasilkan tindakan yang tepat.

Kesimpulan:

Paulus menasihati Timotius untuk mengejar beberapa kualitas yang baik dalam hidupnya sebagai pemimpin jemaat di Efesus: keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan.

1. Keadilan: Timotius harus memperlakukan semua orang dengan adil tanpa membeda-bedakan status sosial atau etnis, mencerminkan perjanjian Tuhan dengan umat-Nya yang mencakup semua orang percaya.

2. Ibadah: Ibadah yang sejati melibatkan kehidupan yang kudus dan konsisten dengan ajaran Tuhan, mencerminkan kesalehan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.

3. Kesetiaan: Timotius harus tetap setia dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan dalam segala hal, bukan kepada manusia atau materi.

4. Kasih: Pelayanan Timotius harus didasarkan pada kasih kepada Tuhan dan sesama, mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi.

5. Kesabaran dan Kelembutan: Timotius perlu bersabar dan tenang dalam menghadapi tantangan dan kesulitan, menunjukkan kekuatan karakter yang seimbang dan tidak mudah marah.

Dengan mengikuti nasihat yang baik ini, Timotius diharapkan dapat menjalankan pelayanannya dengan efektif dan menjadi teladan bagi jemaatnya.
Next Post Previous Post