Pengkhotbah 4:4-6 - Merajalelanya Penindasan (2)

Matthew Henry ( 1662 – 1714).

BAHASAN : Pengkhotbah 4:4-6 - Merajalelanya Penindasan (2)

Di sini Salomo kembali mengamati dan merenungkan kesia-siaan dunia dan usaha menjaring angin yang menyertai urusan dunia ini, yang sudah dia bicarakan sebelumnya (Pengkhotbah 2:11).
Pengkhotbah 4:4-6 - Merajalelanya Penindasan (2)
[I]. Jika ada orang yang cekatan, terampil, dan berhasil dalam pekerjaannya, maka tetangga-tetangganya akan beritikad buruk terhadapnya (Pengkhotbah 4: 4).
Ia bekerja sangat keras, dan melewati segala jerih payah, ia tidak memperoleh kekayaannya dengan mudah, tetapi itu menuntut usaha yang sangat keras darinya, tidak pula ia mendapatkannya secara tidak jujur.

Ia tidak menjahati siapa pun, tidak menipu siapa pun, tetapi bekerja dengan segala kecakapan dalam pekerjaan, dengan mengerahkan tenaganya untuk melakukan pekerjaan dengan benar, dan mengelolanya dengan semua aturan yang adil dan merata. Meskipun demikian, untuk itu ia menjadi sasaran iri hati sesamanya (KJV), dan terlebih lagi untuk nama baik yang diperolehnya dengan kejujurannya.
Hal ini menunjukkan:
1). Betapa sudah hilangnya hati nurani kebanyakan orang, sehingga mereka berniat jahat terhadap sesama mereka, berkata-berkata buruk tentangnya dan membalasnya dengan kejahatan, hanya karena sesama mereka itu lebih terampil dan tekun daripada mereka sendiri, dan mendapatkan lebih banyak berkat dari sorga. Kain iri hati terhadap Habel, Esau terhadap Yakub, dan Saul terhadap Daud, dan semua itu karena pekerjaan-pekerjaan mereka yang benar. Sungguh luar biasa jahatnya.
2). Betapa sedikitnya penghiburan yang bisa diharapkan orang-orang yang bijak dan berguna di dunia ini. Bagaimanapun hati-hatinya mereka berperilaku, mereka tidak dapat luput dari sasaran iri hati. Dan siapa dapat tahan terhadap cemburu? (Amsal 27:4).

Orang-orang yang unggul dalam kebajikan akan selalu membuat pedih mata orang-orang yang unggul dalam perbuatan tercela. Namun hal ini tidak boleh membuat kita berkecil hati untuk melakukan suatu pekerjaan yang benar, tetapi harus mendorong kita untuk mengharapkan pujiannya, bukan dari manusia, melainkan dari Allah.
Dan janganlah kita mengandalkan kepuasan dan kebahagiaan pada makhluk ciptaan. Sebab, jika kecakapan dalam pekerjaan terbukti sebagai kesia-siaan dan usaha menjaring angin, maka tidak ada pekerjaan di bawah matahari dapat terbukti sebaliknya. Tetapi untuk segala kecakapan dalam pekerjaan, orang akan diterima oleh Allahnya, dan dengan begitu ia tidak perlu berberat hati meskipun menjadi sasaran iri hati sesamanya, karena iri hati itu hanya dapat membuatnya semakin tidak mencintai dunia.
[II]. Jika ada orang yang bodoh, dungu, dan melakukan kesalahan yang tolol dalam pekerjaannya, ia berbuat buruk bagi dirinya sendiri (Pengkhotbah 4:5).
Orang yang bodoh mengerjakan pekerjaannya seolah olah tangannya disarungi dan dilipat. Ia melakukan segala sesuatu dengan canggung, si pemalas (sebab ia bodoh) yang mencintai kenyamanannya dan melipat tangannya agar tetap hangat, karena tangannya menolak untuk bekerja.

Ia memakan dagingnya sendiri, ia pemakan daging sendiri, membawa dirinya ke dalam keadaan yang begitu miskin hingga tidak mempunyai apa-apa untuk dimakan selain dagingnya sendiri. Ia membawa dirinya ke dalam keadaan yang begitu hampa harapan hingga ia siap memakan dagingnya sendiri karena kesusahan. Ia hidup seperti anjing, hanya mengenal rasa lapar dan mau enak-enak saja.
Karena ia melihat orang-orang giat yang maju di dunia menjadi sasaran iri hati, maka ia melakukan hal yang sangat berlawanan, yaitu lebih baik bermalas-malasan. Dan, supaya ia tidak menjadi sasaran iri hati karena pekerjaan-pekerjaannya yang benar, maka ia melakukan segala sesuatunya dengan salah, dan tidak pantas untuk dikasihani.
Perhatikanlah, kemalasan adalah dosa yang mengandung hukumannya sendiri. Kata-kata berikut ini (Pengkhotbah 4:6), segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin, dapat dipahami sebagai:
1. Alasan si pemalas untuk memaklumi dirinya sendiri dalam kemalasannya. Ia melipat tangannya, menyalahgunakan dan menerapkan dengan salah kebenaran yang baik untuk membenarkan dirinya sendiri, seolah-olah, karena sedikit ketenangan lebih baik daripada berlimpah perselisihan, maka sedikit kemalasan lebih baik daripada berlimpah pekerjaan yang jujur. Demikianlah ia menganggap dirinya bijak (Amsal 26:16). Akan tetapi,
2. Saya lebih memandangnya sebagai nasihat Salomo untuk menjaga keseimbangan antara jerih payah yang akan membuat orang menjadi sasaran iri hati dan kemalasan yang akan membuat orang memakan dagingnya sendiri.

Marilah kita dengan ketekunan yang jujur menggenggam apa yang segelintir itu, supaya kita tidak menderita kekurangan, tetapi tidak menggenggam penuh dengan dua tangan, yang hanya akan membuat kita kesusahan. Jerih payah yang tidak berlebihan dan keuntungan yang tidak berlebihan, itulah yang paling baik.
Orang bisa saja hanya mempunyai segenggam dari dunia ini, namun ia dapat menikmatinya dan dirinya sendiri dengan banyak ketenangan, dengan pikiran yang penuh syukur, hati nurani yang damai, dan kasih serta kehendak baik dari tetangga-tetangganya.

Sementara banyak orang yang mempunyai dua genggam penuh, yang memiliki lebih daripada apa yang dapat diharapkan hati, justru lebih banyak berjerih payah dan kesusahan dengannya. Orang yang tidak bisa hidup dengan sedikit, ditakutkan tidak akan hidup seperti yang seharusnya jika mereka mempunyai begitu banyak.
Next Post Previous Post