Kasih: Bukti Utama Keselamatan (1 Yohanes 3:11-15)
Pendahuluan:
Surat pertama Yohanes memberikan wawasan mendalam tentang hakikat kasih di antara saudara seiman dan kaitannya dengan identitas spiritual seseorang. Dalam 1 Yohanes 3:11-15, kita diajak merenungkan bahwa kasih bukan hanya sebuah perintah, tetapi juga tanda utama keselamatan. Kasih yang tulus dan nyata kepada sesama mencerminkan perubahan transformatif yang telah terjadi dalam diri seseorang melalui Injil. Sebaliknya, ketidakhadiran kasih mengindikasikan ketidakhadiran Allah dalam hidup seseorang, bahkan menunjukkan bahwa dia adalah anak-anak Iblis.Artikel ini akan menjelaskan mengapa demikian dan bagaimana kasih tidak dapat dipisahkan dari Injil, serta mengapa kasih merupakan tanda utama keselamatan
1. Kasih Tidak Dapat Dipisahkan dari Injil (1 Yohanes 3:11-13)
Dalam surat pertama Yohanes, kita mendapati penjelasan mendalam tentang pentingnya kasih di antara saudara seiman. Yohanes menekankan bahwa ajaran untuk saling mencintai sudah diketahui oleh para penerima surat ini sejak mereka pertama kali mendengar Injil dan mempercayakan diri kepada Yesus Kristus. Dari awal, Injil memang tidak bisa dipisahkan dari perintah untuk saling mencintai. Setelah memberikan perintah kepada murid-murid-Nya untuk saling mengasihi (Yohanes 15:12), Yesus juga menjelaskan bahwa kasih-Nya kepada murid-murid adalah seperti seseorang yang mengurbankan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya (Yohanes 15:13). Dengan demikian, ada ikatan yang sangat erat antara kasih Kristus di kayu salib dan perintah untuk saling mengasihi. Yang pertama menjadi landasan bagi yang kedua.
Begitulah seharusnya yang terjadi dalam komunitas orang percaya. Seseorang yang sudah mengalami kuasa ilahi seharusnya tidak akan mengalami kesulitan untuk membagikan kasih itu kepada orang lain. Ironisnya, jika seseorang mengaku telah menerima kasih yang begitu melimpah dari Kristus tetapi dia masih kekurangan kasih untuk menerima orang lain apa adanya. Seperti dalam salah satu perumpamaan Yesus, bagi seseorang yang hutangnya sebesar 10 ribu talenta dihapuskan seharusnya tidak sulit untuk menghapuskan hutang orang lain yang hanya 300 dinar (Matius 18:23-35). Uang 300 dinar menjadi tidak ada artinya bagi orang itu.
Sebaliknya, kita melihat contoh yang berlawanan dalam diri Kain (1 Yohanes 3:12). Kain membunuh adiknya, Habel (Kejadian 4). Alasan yang mendorong pembunuhan ini bukan hanya iri hati, melainkan seluruh gaya hidup Kain yang jahat. Ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk jamak “segala perbuatannya jahat” (ta erga autou). Jadi, iri hati dan pembunuhan hanyalah bukti dari kefasikan hidup Kain.
Kefasikan ini pula yang menjelaskan mengapa persembahan Kain ditolak. Allah peduli dengan persembahan dan pemberi persembahan sekaligus. Secara lebih tepat, Allah lebih menghendaki ketaatan daripada persembahan (1Samuel 15:22). Penolakan terhadap persembahan Kain bukan karena kurbannya tidak mengandung darah atau tidak memberi bau yang harum, melainkan karena seluruh kehidupannya yang fasik membuktikan bahwa dia tidak sungguh-sungguh beriman kepada Allah (Ibrani 11:4).
Gaya hidup Kain yang fasik menjadi bukti bahwa dia berasal dari si jahat (1 Yohanes 3:12). Dia adalah keturunan Iblis. Untuk memahami ini, kita perlu mengingat firman Allah kepada ular (Iblis) bahwa akan ada permusuhan antara keturunannya dan keturunan perempuan (Kejadian 3:15). Kisah jatuhnya manusia ke dalam dosa ini langsung diikuti oleh Kejadian 4 yang memaparkan kontras antara dua saudara (Kain dan Habel) dan dua silsilah (dari Kain dan Set). Posisi teks ini menyiratkan bahwa Kain mewakili keturunan ular dan Habel/Set mewakili keturunan perempuan.
2. Kasih Merupakan Tanda Utama Keselamatan (1 Yohanes 3:14-15)
Jika kita tidak berhati-hati dalam membaca bagian ini, kita mungkin akan menangkap kesan bahwa kasih kita kepada sesama merupakan syarat perpindahan dari kematian ke kehidupan (baca: keselamatan). Kesan ini jelas salah. Yohanes tidak sedang mengajarkan bagaimana seseorang bisa berpindah dari kematian ke kehidupan, melainkan bagaimana kita tahu bahwa perpindahan itu sudah terjadi (1 Yohanes 3:14 “kita tahu bahwa…”). Bagaimana kita membuktikan bahwa seseorang sudah diselamatkan? Jawabannya adalah kasih orang itu kepada sesama.
Mereka yang sudah mengalami kuasa transformatif Injil dari kegelapan hingga terang atau dari kematian hingga kehidupan pasti di mampukan untuk menunjukkan perubahan tersebut. Transformasi ini merupakan peristiwa yang luar biasa. Kuasa yang mengubah tidak mungkin gagal membawa perubahan. Kalau Injil mampu memindahkan kita dari kematian ke kehidupan, Injil yang sama akan memampukan kita untuk mencintai orang lain.
Mereka yang tidak mencintai bukan hanya berada di dalam maut, tapi juga menjadi pembunuh. Kebenaran ini sangat mungkin berasal dari ucapan Yesus Kristus dalam Matius 5:20-21, di mana Dia menyamakan orang yang membunuh dengan orang yang mengucapkan hal-hal jahat kepada sesamanya.
Identitas ini tidak berlebihan. Jika Allah melihat hati pembunuh dan orang yang membenci sesamanya, Allah akan melihat jenis hati yang sama – hati yang mengharapkan yang jahat untuk sesamanya, hati yang berharap agar sesamanya tidak ada di muka bumi lagi. Perbedaannya hanya pada tindakan praktis yang dilakukan. Seorang pembenci tidak sampai mengambil nyawa sesamanya.
Teks lain yang mendasari ini adalah Yohanes 8:44, di mana Tuhan Yesus mengatakan bahwa Iblis adalah pembunuh manusia sejak mulanya. Penggunaan teks ini menyiratkan bahwa si pembenci sesama – yang juga disamakan dengan pembunuh – adalah anak-anak Iblis. Pembenci dan pembunuh melakukan apa yang dilakukan oleh ayah mereka, Iblis.
Melalui perenungan ini, kita diundang untuk menguji diri dengan jujur. Keselamatan bukan hanya masalah keyakinan dalam diri, namun suatu kondisi yang dapat dibuktikan. Sarana pembuktiannya adalah kasih. Kita membagikan kasih yang kita terima dari Allah.
Kesimpulan
1 Yohanes 3:11-15 memberikan penjelasan mengapa seseorang yang tidak mencintai saudaranya tidak berasal dari Allah. Kasih tidak dapat dipisahkan dari Injil dan merupakan tanda utama keselamatan. Kasih yang kita tunjukkan kepada sesama mencerminkan perubahan transformatif yang telah terjadi dalam diri kita melalui Injil. Seseorang yang tidak mencintai saudaranya tidak hanya berada dalam maut, tetapi juga menunjukkan bahwa ia adalah anak-anak Iblis. Oleh karena itu, kita diajak untuk menguji diri dan memastikan bahwa kasih menjadi bukti nyata dari keselamatan yang kita terima dari Allah.