Filipi 2:17-18: Makna Penyerahan Diri dalam Pelayanan

Pengantar:

Filipi 2:17-18 adalah bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi yang mencerminkan sikapnya yang penuh penyerahan diri bahkan hingga kematian. Bagian ini mengajarkan tentang pengorbanan yang rela dan sukacita dalam pelayanan kepada Tuhan, terlepas dari tantangan dan penderitaan yang dihadapi.
Filipi 2:17-18: Makna Penyerahan Diri dalam Pelayanan
Dalam artikel ini, kita akan mempelajari lebih dalam makna dari kedua ayat ini dan bagaimana kita dapat mengaplikasikannya dalam hidup kita.

I. Konteks dan Latar Belakang Filipi 2:17-18

Surat kepada jemaat Filipi ditulis oleh Rasul Paulus saat ia berada dalam penjara, kemungkinan besar di Roma. Dalam surat ini, Paulus menunjukkan kasih dan perhatian yang besar kepada jemaat di Filipi. Mereka adalah jemaat yang sangat mendukung pelayanan Paulus, baik secara rohani maupun materi.

Pada pasal 2, Paulus memulai dengan ajakan kepada jemaat untuk meneladani Kristus dalam kerendahan hati dan kesatuan. Ia menyebutkan bagaimana Kristus, meskipun dalam rupa Allah, mengosongkan diri-Nya dan taat hingga mati di kayu salib (Filipi 2:5-11). Setelah itu, ia mendorong jemaat untuk menjalankan keselamatan mereka dengan takut dan gentar (Filipi 2:12-16), menunjukkan pentingnya kehidupan yang dipenuhi dengan ketaatan dan kemurnian.

Dalam konteks inilah Filipi 2:17-18 muncul, di mana Paulus berbicara tentang dirinya sendiri sebagai teladan pengorbanan dan penyerahan diri yang total kepada Allah.

II. Analisis Teks Filipi 2:17-18

Mari kita perhatikan kedua ayat ini:

Filipi 2:17-18 (TB):
"17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan sebagai korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. 18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku."

1. "Tetapi sekalipun darahku dicurahkan sebagai korban dan ibadah imanmu" (Filipi 2:17a)

Paulus menggunakan bahasa simbolis di sini. Istilah "darahku dicurahkan" mengingatkan kita pada korban persembahan dalam Perjanjian Lama, khususnya korban curahan (drink offering) yang dipersembahkan bersamaan dengan korban bakaran utama (Bilangan 28:7). Korban curahan ini biasanya berupa anggur yang dituangkan di atas mezbah sebagai lambang penyerahan diri kepada Tuhan.

Dalam konteks ini, Paulus menyamakan dirinya dengan korban curahan tersebut. Ia menyatakan bahwa hidupnya, bahkan darahnya, dicurahkan sebagai korban untuk melengkapi “korban” iman jemaat Filipi. Hal ini menunjukkan bahwa Paulus siap memberikan hidupnya demi pelayanan dan iman jemaat. Penyerahan diri Paulus bersifat total, bahkan hingga kematian.

Ini bukan sekadar retorika. Paulus benar-benar berada dalam ancaman kematian karena imannya saat menulis surat ini. Namun, yang luar biasa adalah sikapnya yang tetap penuh dengan sukacita, meskipun ia mungkin menghadapi kemartiran.

2. "Aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian" (Filipi 2:17b)

Terlepas dari kemungkinan kematian yang ia hadapi, Paulus menyatakan bahwa ia "bersukacita" dan bahkan bersukacita bersama jemaat Filipi. Sukacita ini bukanlah sukacita yang dangkal, melainkan sukacita yang datang dari keyakinan bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk kemuliaan Allah dan kebaikan jemaat.

Paulus melihat penderitaan dan pengorbanannya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Sukacita yang ia rasakan bukan didasarkan pada situasi yang nyaman atau bebas dari kesulitan, tetapi dari kesadaran bahwa ia sedang mengikuti jejak Kristus dan memberikan hidupnya sebagai persembahan yang hidup kepada Allah.

3. "Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku" (Filipi 2:18)

Paulus tidak hanya berbicara tentang sukacita yang ia alami sendiri, tetapi ia juga mendorong jemaat Filipi untuk turut bersukacita dengan cara yang sama. Ini adalah panggilan bagi jemaat untuk memiliki perspektif yang sama dalam menghadapi penderitaan dan pengorbanan. Paulus ingin mereka memahami bahwa penderitaan dan pengorbanan dalam pelayanan bukanlah beban yang harus dihindari, tetapi kesempatan untuk memuliakan Allah dan bersukacita di Dalam-Nya.

Paulus mengajak jemaat untuk berpartisipasi dalam sukacita ini, yang berarti mereka harus memiliki sikap yang sama dalam menghadapi tantangan dan pengorbanan dalam pelayanan mereka. Sukacita ini adalah sukacita bersama yang melampaui rasa takut akan penderitaan atau kematian, karena didasarkan pada keyakinan akan kemenangan Kristus dan janji hidup kekal.

III. Aplikasi Praktis: Penyerahan Diri dalam Pelayanan

Filipi 2:17-18 memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang apa artinya benar-benar menyerahkan hidup kita kepada Allah, bahkan hingga kematian. Berikut adalah beberapa aplikasi praktis yang dapat kita ambil dari ayat-ayat ini:

1. Menyerahkan Diri dengan Sepenuh Hati

Paulus memberikan teladan yang luar biasa tentang penyerahan diri. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan, bukan hanya sebagian. Ini berarti kita harus rela mengorbankan kenyamanan, waktu, tenaga, dan bahkan hidup kita jika diperlukan, demi pelayanan kepada Allah dan sesama.

Penyerahan diri ini tidak berarti kita mencari-cari penderitaan, tetapi kita harus siap menghadapi tantangan apapun yang datang dalam pelayanan dengan hati yang penuh sukacita. Kita harus memiliki sikap yang rela, seperti Paulus, yang siap untuk mencurahkan hidupnya demi kemuliaan Allah dan pertumbuhan iman orang lain.

2. Menghadapi Penderitaan dengan Sukacita

Penderitaan sering kali tidak terhindarkan dalam hidup Kristen. Namun, kita dapat belajar dari sikap Paulus yang bersukacita meskipun berada dalam situasi yang sulit. Sukacita ini tidak berasal dari keadaan eksternal, tetapi dari kesadaran akan tujuan yang lebih besar, yaitu memuliakan Allah.

Kita harus belajar untuk melihat penderitaan sebagai kesempatan untuk bertumbuh dalam iman, untuk menjadi saksi bagi Kristus, dan untuk memuliakan Allah. Ketika kita menghadapi kesulitan dengan sukacita, kita menunjukkan kepada dunia bahwa sukacita kita tidak tergantung pada situasi, tetapi pada hubungan kita dengan Kristus.

3. Membangun Komunitas yang Mendukung

Paulus mendorong jemaat Filipi untuk bersukacita bersama-sama dengannya. Ini menunjukkan pentingnya dukungan komunitas dalam menghadapi penderitaan. Kita tidak dipanggil untuk menjalani hidup Kristen sendirian. Kita memerlukan dukungan, doa, dan dorongan dari saudara-saudara seiman.

Sebagai komunitas, kita harus saling menguatkan, terutama dalam masa-masa sulit. Kita harus saling berbagi sukacita dan dukacita, saling mendoakan, dan saling mendukung dalam pelayanan. Dengan demikian, kita dapat menghadapi tantangan apa pun dengan iman yang teguh dan sukacita yang melimpah.

4. Menyadari Nilai dari Setiap Pengorbanan

Setiap pengorbanan yang kita lakukan untuk Allah tidak pernah sia-sia. Paulus melihat hidupnya, bahkan darahnya, sebagai korban yang berharga di hadapan Allah. Ini berarti setiap tindakan kecil sekalipun, jika dilakukan dengan kasih dan demi kemuliaan Allah, memiliki nilai yang abadi.

Baca Juga: Filipi 2:19-24: Tidak Mementingkan Diri Sendiri dan Taat pada Injil

Kita harus belajar untuk menghargai setiap kesempatan untuk melayani, entah besar atau kecil. Kita harus melakukannya dengan penuh dedikasi, mengetahui bahwa Allah melihat setiap pengorbanan kita dan bahwa semuanya itu berarti di dalam kerajaan-Nya.

IV. Kesimpulan

Filipi 2:17-18 mengajarkan kita tentang penyerahan diri yang total kepada Allah, bahkan hingga kematian. Paulus menunjukkan sikap yang rela berkorban dan bersukacita dalam penderitaan demi iman jemaat dan kemuliaan Allah. Ini adalah teladan yang luar biasa bagi kita semua.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, menghadapi penderitaan dengan sukacita, membangun komunitas yang mendukung, dan menghargai setiap pengorbanan yang kita lakukan untuk Allah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Roh Kudus untuk mengikuti teladan ini dan menjadi saksi yang setia bagi Kristus, apa pun situasi yang kita hadapi. Amin.

Next Post Previous Post