Kolose 2:20-23: Menjauhi Aturan Agama yang Bertentangan dengan Kebenaran

Pengantar:

Kolose 2:20-23 adalah bagian dari surat Paulus kepada jemaat di Kolose yang memberikan peringatan terhadap praktik-praktik agama dan aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kebenaran Injil. Dalam bagian ini, Paulus menyoroti bagaimana orang percaya, melalui persatuan mereka dengan Kristus, telah mati terhadap "asas-asas dunia" dan karenanya tidak lagi harus tunduk pada aturan-aturan manusia yang bersifat sementara. Paulus juga memperingatkan bahwa aturan-aturan tersebut, meskipun tampaknya bijaksana dan religius, sebenarnya tidak memiliki nilai sejati dan hanya memuaskan kedagingan.
Kolose 2:20-23: Menjauhi Aturan Agama yang Bertentangan dengan Kebenaran
Artikel ini akan membahas lebih mendalam mengenai makna dari Kolose 2:20-23, bagaimana kita bisa memahami peringatan Paulus terhadap aturan-aturan agama yang bertentangan dengan kebenaran, dan bagaimana hal ini relevan bagi kehidupan Kristen saat ini.

1. Mati Terhadap Asas-asas Dunia (Kolose 2:20)

"Jika bersama Kristus kamu telah mati terhadap asas-asas dunia, mengapa seolah-olah kamu masih menjadi milik dunia, tunduk pada aturan-aturan seperti:" (Kolose 2:20)

Paulus memulai dengan pernyataan yang kuat bahwa orang percaya telah mati bersama Kristus terhadap "asas-asas dunia." Asas-asas dunia yang dimaksud oleh Paulus adalah aturan-aturan dan prinsip-prinsip manusia yang sering kali digunakan untuk mengatur kehidupan beragama. Ini termasuk berbagai aturan yang berkaitan dengan makanan, minuman, perayaan, dan hukum-hukum lainnya yang tidak lagi relevan setelah kedatangan Kristus.

a. Mati Bersama Kristus

Ketika Paulus mengatakan bahwa orang percaya telah mati bersama Kristus, ia merujuk pada kematian rohani yang dialami orang percaya terhadap kuasa dosa dan hukum-hukum duniawi. Melalui kematian Kristus di kayu salib, orang percaya turut serta dalam kematian itu, sehingga mereka bebas dari tuntutan hukum Taurat dan asas-asas dunia yang membelenggu.

Orang yang telah mati terhadap dosa dan dunia tidak lagi terikat oleh aturan-aturan yang bersifat lahiriah dan ritualistik. Mereka sekarang hidup dalam kebebasan yang diberikan oleh Kristus, di mana hubungan mereka dengan Allah tidak lagi diatur oleh hukum-hukum manusia atau aturan-aturan agama yang bersifat eksternal.

b. Tunduk pada Aturan-aturan Dunia

Paulus mempertanyakan mengapa jemaat Kolose, yang telah mati terhadap asas-asas dunia, masih tunduk pada aturan-aturan seperti "jangan jamah, jangan cicipi, jangan sentuh." Pertanyaan ini menunjukkan bahwa meskipun orang percaya telah dibebaskan oleh Kristus, ada kecenderungan untuk kembali ke aturan-aturan manusia yang tidak perlu. Aturan-aturan ini mungkin terlihat seperti praktik-praktik keagamaan yang baik, tetapi sebenarnya tidak memiliki dasar dalam kebenaran Injil.

2. Aturan-aturan yang Tidak Abadi (Kolose 2:21-22)

"Jangan jamah, jangan cicipi, jangan sentuh?" Aturan-aturan ini akan binasa setelah diikuti karena aturan-aturan itu dibuat berdasar pada perintah dan ajaran manusia." (Kolose 2:21-22)

Paulus melanjutkan dengan menyebut aturan-aturan yang sering kali dikaitkan dengan praktik-praktik keagamaan yang ketat, seperti tidak menyentuh, tidak mencicipi, atau tidak menjamah hal-hal tertentu. Aturan-aturan ini berkaitan dengan berbagai larangan yang diikuti oleh beberapa kelompok agama pada waktu itu, termasuk ajaran gnostik yang mengajarkan pantangan tertentu untuk mencapai kesalehan.

a. "Jangan Jamah, Jangan Cicipi, Jangan Sentuh"

Ungkapan ini mengacu pada aturan-aturan yang berkaitan dengan makanan, minuman, atau hal-hal yang dianggap najis dalam tradisi Yahudi atau kepercayaan lain yang berkembang pada masa itu. Aturan ini tampaknya memberikan kesan bahwa seseorang bisa mencapai kesalehan dengan menghindari hal-hal tertentu, tetapi Paulus menegaskan bahwa aturan-aturan tersebut tidak relevan bagi orang percaya yang sudah dibebaskan oleh Kristus.

b. Aturan Berdasar pada Perintah dan Ajaran Manusia

Paulus menekankan bahwa aturan-aturan ini bukan berasal dari Allah, tetapi dari manusia. Mereka adalah hasil dari perintah dan ajaran yang dibuat oleh manusia, yang menganggap bahwa kesalehan dapat dicapai melalui ketaatan pada hukum-hukum lahiriah. Namun, Paulus mengingatkan bahwa aturan-aturan ini bersifat sementara dan tidak abadi. Mereka "akan binasa setelah diikuti," artinya aturan-aturan ini tidak memiliki nilai kekal atau kebenaran rohani yang sejati.

Paulus mengajarkan bahwa kebenaran dan keselamatan tidak datang melalui ketaatan pada aturan-aturan eksternal, tetapi melalui iman kepada Kristus. Ketaatan kepada aturan manusia tidak akan membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, karena aturan-aturan tersebut hanya bersifat lahiriah dan tidak menyentuh inti dari kebutuhan rohani manusia.

3. Kebijaksanaan yang Palsu (Kolose 2:23)

"Aturan-aturan seperti itu memang kelihatannya bijaksana dengan menonjolkan ibadah yang berpusatkan pada diri dan kerendahan hati yang palsu serta penyiksaan tubuh. Namun, semuanya itu tidak ada nilainya selain untuk memuaskan kedagingan." (Kolose 2:23)

Paulus mengakui bahwa aturan-aturan ini mungkin tampak bijaksana di permukaan. Aturan-aturan tersebut sering kali menonjolkan aspek-aspek seperti ibadah, kerendahan hati, dan pengendalian diri. Namun, Paulus memperingatkan bahwa kebijaksanaan yang tampaknya saleh ini sebenarnya adalah kebijaksanaan yang palsu dan tidak memiliki nilai sejati.

a. Ibadah yang Berpusat pada Diri

Paulus menyebut bahwa aturan-aturan tersebut menonjolkan "ibadah yang berpusatkan pada diri." Artinya, ibadah ini tidak berfokus pada Allah, melainkan pada upaya manusia untuk terlihat saleh atau rohani. Ibadah semacam ini lebih merupakan bentuk kebanggaan rohani daripada ekspresi sejati dari kasih kepada Allah.

Orang-orang yang menjalani aturan-aturan ini mungkin tampak rendah hati dan saleh, tetapi sebenarnya mereka melakukannya untuk membesarkan diri mereka sendiri dan menunjukkan superioritas rohani mereka dibandingkan orang lain. Ini adalah bentuk kerohanian yang palsu karena tidak didasarkan pada kasih karunia Allah, melainkan pada usaha manusia untuk mencapai kesalehan dengan kekuatan sendiri.

b. Penyiksaan Tubuh

Selain itu, Paulus menyebut bahwa aturan-aturan ini melibatkan "penyiksaan tubuh." Penyiksaan tubuh dalam konteks ini mungkin mengacu pada praktik-praktik asketisme yang ketat, di mana seseorang dengan sengaja menyakiti atau menahan tubuh mereka untuk mencapai kesalehan. Praktik-praktik semacam ini sering ditemukan dalam tradisi keagamaan tertentu, di mana pengendalian diri yang ekstrem atau penghindaran terhadap kenikmatan fisik dianggap sebagai cara untuk mencapai kesucian.

Namun, Paulus menegaskan bahwa tindakan-tindakan ini tidak memiliki nilai sejati. Meskipun mungkin tampak seperti bentuk pengorbanan yang mulia, penyiksaan tubuh yang tidak didasarkan pada kasih karunia Kristus tidak membawa manfaat rohani. Pengendalian diri memang penting dalam kehidupan Kristen, tetapi hal itu harus dilakukan sebagai respons terhadap karya Roh Kudus, bukan sebagai cara untuk "memperoleh" kesalehan melalui usaha manusia.

c. Memuaskan Kedagingan

Paulus mengakhiri peringatannya dengan menyatakan bahwa aturan-aturan ini tidak ada nilainya selain untuk "memuaskan kedagingan." Ini adalah pernyataan yang kuat karena aturan-aturan yang tampaknya religius ini justru memperkuat kedagingan manusia. Mengapa demikian? Karena mereka membuat orang merasa bangga atas kemampuan mereka untuk menaati aturan-aturan tersebut. Mereka menciptakan rasa superioritas dan memuaskan kebutuhan manusia untuk merasa benar di hadapan Allah melalui usaha sendiri.

Dalam kehidupan Kristen, kedagingan adalah segala sesuatu yang berpusat pada ego manusia, kebanggaan, dan keinginan untuk mengandalkan diri sendiri. Aturan-aturan agama yang tidak berdasarkan pada kasih karunia Kristus memperkuat kedagingan karena mereka menekankan usaha manusia daripada anugerah Allah. Inilah yang ditentang oleh Paulus—bahwa segala bentuk ibadah atau kesalehan yang berfokus pada diri sendiri dan tidak pada Kristus adalah sia-sia.

4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

Peringatan Paulus dalam Kolose 2:20-23 sangat relevan bagi kehidupan Kristen saat ini. Banyak orang masih tergoda untuk mengikuti aturan-aturan atau praktik-praktik agama yang tampaknya saleh, tetapi sebenarnya tidak berakar pada Injil. Beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari bagian ini adalah:

a. Kebebasan dalam Kristus

Sebagai orang percaya, kita telah mati bersama Kristus terhadap asas-asas dunia. Ini berarti bahwa kita tidak lagi harus tunduk pada aturan-aturan manusia yang tidak relevan dengan keselamatan kita. Keselamatan kita adalah hasil dari kasih karunia Allah melalui iman kepada Kristus, bukan hasil dari ketaatan pada aturan-aturan agama yang bersifat lahiriah.

b. Menjaga Fokus pada Kristus

Dalam ibadah kita, fokus kita harus selalu pada Kristus, bukan pada usaha manusia untuk mencapai kesalehan. Ibadah yang berpusat pada diri sendiri atau pada ketaatan kepada aturan manusia adalah bentuk kebanggaan rohani yang tidak sejati. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, dengan hati yang sepenuhnya bergantung pada karya Kristus di kayu salib.

c. Menghindari Legalitas dan Asketisme Palsu

Sebagai orang Kristen, kita harus berhati-hati terhadap bentuk-bentuk asketisme yang ekstrem atau legalitas yang mengikat. Meskipun pengendalian diri dan disiplin rohani adalah bagian penting dari kehidupan Kristen, tindakan-tindakan ini harus didasarkan pada kasih karunia Allah, bukan sebagai cara untuk mendapatkan atau mempertahankan keselamatan. Kristus sudah menggenapi segala tuntutan hukum, dan kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan yang diberikan-Nya.

Kesimpulan

Kolose 2:20-23 mengingatkan kita bahwa aturan-aturan agama yang bertentangan dengan kebenaran Injil tidak memiliki nilai sejati. Keselamatan kita tidak tergantung pada ketaatan kepada perintah manusia, tetapi pada kasih karunia Allah melalui iman kepada Kristus. Sebagai orang percaya, kita telah mati terhadap asas-asas dunia dan dipanggil untuk hidup dalam kebebasan rohani yang diberikan oleh Kristus.

Paulus memperingatkan agar kita tidak tertipu oleh praktik-praktik agama yang tampaknya saleh tetapi sebenarnya memuaskan kedagingan dan menjauhkan kita dari kebenaran Injil. Ibadah sejati berpusat pada Kristus, dan pertumbuhan rohani kita terjadi melalui karya Roh Kudus dalam hidup kita, bukan melalui usaha manusia untuk mencapai kesalehan.

Next Post Previous Post