Yesus Ditangkap dan Diadili: Yohanes 18:2-19:16

 Pengantar:

Yohanes 18:2-19:16 mencatat peristiwa penangkapan Yesus hingga Ia diadili di hadapan para pemimpin Yahudi dan Pilatus. Bagian ini menunjukkan bagaimana Yesus menghadapi penghinaan, penolakan, dan ketidakadilan, namun tetap tenang dan teguh dalam menjalankan kehendak Bapa.
Yesus Ditangkap dan Diadili: Yohanes 18:2-19:16
Artikel ini akan membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi selama penangkapan dan pengadilan Yesus, serta makna teologis dari setiap langkah dalam perjalanan-Nya menuju penyaliban.

1. Penangkapan Yesus di Taman Getsemani (Yohanes 18:2-11)

Penangkapan Yesus dimulai dengan pengkhianatan Yudas, yang telah bersekongkol dengan para imam kepala dan orang-orang Farisi. Yudas, yang mengetahui tempat di mana Yesus sering berkumpul dengan murid-murid-Nya, membawa serombongan tentara dan hamba-hamba dari para imam kepala serta orang-orang Farisi untuk menangkap Yesus.

A. Yesus yang Menyerahkan Diri (Yohanes 18:4-9)

Ketika rombongan datang untuk menangkap Yesus, Ia maju ke depan dan bertanya, “Siapa yang kamu cari?” (Yohanes 18:4). Ketika mereka menjawab, “Yesus dari Nazaret,” Yesus dengan tegas mengatakan, “Akulah Yesus” (Yohanes 18:5). Ketika Yesus berkata demikian, mereka mundur dan jatuh ke tanah. Ini menunjukkan otoritas dan kekuatan yang dimiliki Yesus, bahkan dalam situasi di mana Ia akan ditangkap.

Yesus dengan rela menyerahkan diri-Nya, bukan karena Ia tidak mampu melawan, tetapi karena Ia taat kepada kehendak Bapa. Yesus tahu bahwa penangkapan dan penderitaan-Nya adalah bagian dari rencana keselamatan Allah bagi umat manusia.

B. Reaksi Petrus: Kekerasan yang Ditolak Yesus (Yohanes 18:10-11)

Simon Petrus, yang membawa pedang, bereaksi dengan kekerasan. Ia menghunus pedangnya dan memotong telinga kanan seorang hamba Imam Besar yang bernama Malkhus (Yohanes 18:10). Namun, Yesus segera menegur Petrus dan berkata, “Masukkan pedang itu ke dalam sarungnya! Cawan yang telah Bapa berikan kepada-Ku, bukankah Aku harus meminumnya?” (Yohanes 18:11).

Dengan kata-kata ini, Yesus menunjukkan bahwa penderitaan yang akan Ia alami adalah bagian dari rencana Allah, dan tidak boleh dihalangi. Ia harus minum dari “cawan” penderitaan yang telah ditentukan oleh Bapa.

2. Pengadilan di Depan Hanas dan Kayafas (Yohanes 18:12-27)

Setelah ditangkap, Yesus pertama-tama dibawa kepada Hanas, mertua Kayafas, yang merupakan Imam Besar. Hanas menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan ajaran-Nya.

A. Pengadilan yang Tidak Adil (Yohanes 18:19-24)

Hanas bertanya kepada Yesus mengenai ajaran-Nya, tetapi Yesus menjawab dengan mengatakan bahwa Ia telah mengajar di depan umum dan tidak pernah berkata apa pun secara sembunyi-sembunyi. Yesus menantang mereka untuk bertanya kepada orang-orang yang telah mendengar ajaran-Nya. Jawaban Yesus ini membuat seorang penjaga menampar wajah-Nya, sambil berkata, “Begitukah cara-Mu menjawab Imam Besar?” (Yohanes 18:22).

Yesus menjawab dengan tenang, “Jika Aku mengatakan sesuatu yang salah, tunjukkanlah kesalahannya; tetapi jika yang Kukatakan benar, mengapa kamu menampar Aku?” (Yohanes 18:23). Ini menunjukkan bahwa pengadilan yang dijalani Yesus penuh dengan ketidakadilan dan penghinaan. Ia dihukum bahkan sebelum ada bukti kesalahan-Nya.

B. Penyangkalan Petrus (Yohanes 18:15-18, 25-27)

Selama Yesus diadili, Simon Petrus mengikuti dari jauh. Ketika ditanya oleh seorang pelayan perempuan apakah ia salah satu murid Yesus, Petrus menyangkal dengan berkata, “Bukan” (Yohanes 18:17). Penyangkalan ini terjadi tiga kali, dan setelah penyangkalan ketiga, ayam berkokok, persis seperti yang telah Yesus nubuatkan sebelumnya (Yohanes 13:38).

Penyangkalan Petrus menunjukkan kelemahan manusiawi dalam menghadapi tekanan dan ketakutan. Meskipun sebelumnya ia berjanji akan setia, Petrus terjatuh dalam ketakutan dan menyangkal Gurunya.

3. Pengadilan di Depan Pilatus (Yohanes 18:28-19:16)

Setelah diadili di depan para pemimpin Yahudi, Yesus dibawa ke hadapan Pontius Pilatus, gubernur Romawi. Orang-orang Yahudi tidak memiliki wewenang untuk mengeksekusi mati seseorang, sehingga mereka membawa Yesus kepada Pilatus dengan harapan bahwa ia akan menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus.

A. Percakapan Yesus dengan Pilatus (Yohanes 18:33-38)

Pilatus memulai pengadilannya dengan bertanya kepada Yesus, “Apakah Engkau Raja orang Yahudi?” (Yohanes 18:33). Yesus menjawab dengan mengatakan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Ia berkata, “Jika kerajaan-Ku dari dunia ini, pelayan-pelayan-Ku pasti akan melawan supaya Aku tidak diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Akan tetapi, kerajaan-Ku bukanlah dari dunia ini” (Yohanes 18:36).

Pilatus kemudian bertanya lagi, “Jadi, Engkau seorang raja?” Yesus menjawab, “Engkaulah yang mengatakan bahwa Aku adalah raja. Untuk inilah Aku lahir, dan untuk inilah Aku datang ke dunia, yaitu untuk bersaksi tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran akan mendengarkan suara-Ku” (Yohanes 18:37).

Jawaban Yesus ini menunjukkan bahwa misi-Nya di dunia bukan untuk mendirikan kerajaan politik, tetapi untuk menyatakan kebenaran Allah. Yesus datang ke dunia untuk membawa keselamatan dan menyatakan kehendak Allah kepada umat manusia.

B. Pilatus yang Ragu dan Tekanan dari Orang Yahudi (Yohanes 19:1-16)

Pilatus, meskipun tidak menemukan kesalahan apa pun pada Yesus, berada di bawah tekanan besar dari para pemimpin Yahudi dan orang-orang yang mendesak agar Yesus disalibkan. Pilatus mencoba mencari jalan tengah dengan menyuruh Yesus disesah dan mempersembahkan Yesus di hadapan mereka dengan mahkota duri di kepala-Nya dan jubah ungu, seraya berkata, “Lihatlah Orang ini!” (Yohanes 19:5).

Namun, para imam kepala dan orang-orang Yahudi terus mendesak, berteriak, “Salibkan Dia, salibkan Dia!” (Yohanes 19:6). Pilatus semakin takut setelah orang-orang Yahudi berkata bahwa Yesus telah mengaku sebagai Anak Allah, yang menurut hukum Yahudi, berarti Ia harus mati (Yohanes 19:7-8).

Pilatus kemudian bertanya kepada Yesus, “Dari manakah asal-Mu?” tetapi Yesus tidak menjawabnya. Pilatus memperingatkan bahwa ia memiliki kuasa untuk membebaskan atau menyalibkan Yesus, tetapi Yesus menjawab, “Engkau tidak memiliki kuasa apa pun atas diri-Ku, kecuali kuasa itu diberikan kepadamu dari atas” (Yohanes 19:11).

Pada akhirnya, meskipun Pilatus ingin membebaskan Yesus, tekanan dari orang-orang Yahudi membuatnya menyerah. Mereka mengancam dengan berkata, “Jika engkau membebaskan Orang ini, engkau bukanlah sahabat Kaisar” (Yohanes 19:12). Akhirnya, Pilatus menyerahkan Yesus untuk disalibkan (Yohanes 19:16).

4. Makna Teologis dari Penangkapan dan Pengadilan Yesus

Peristiwa penangkapan dan pengadilan Yesus memiliki makna teologis yang sangat dalam bagi iman Kristen. Beberapa poin penting yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah:

A. Ketaatan Yesus kepada Kehendak Bapa

Yesus dengan rela menyerahkan diri-Nya untuk ditangkap dan diadili, meskipun Ia tidak bersalah. Ini menunjukkan ketaatan-Nya yang sempurna kepada kehendak Bapa. Yesus tahu bahwa penderitaan dan kematian-Nya adalah bagian dari rencana keselamatan Allah bagi umat manusia. Dalam Yohanes 18:11, Yesus berkata, “Cawan yang telah Bapa berikan kepada-Ku, bukankah Aku harus meminumnya?”

Ketaatan Yesus ini menjadi teladan bagi kita untuk selalu taat kepada kehendak Allah, bahkan ketika itu berarti kita harus mengalami penderitaan atau pengorbanan.

B. Penolakan Yesus oleh Dunia

Penangkapan dan pengadilan Yesus juga menunjukkan bagaimana dunia menolak Sang Juru Selamat. Orang-orang Yahudi dan para pemimpin agama menolak Yesus sebagai Mesias, meskipun Ia telah menyatakan kebenaran dan melakukan banyak mujizat. Penolakan ini bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi juga mencerminkan bagaimana banyak orang hingga saat ini menolak Kristus dan pesan keselamatan-Nya.

Namun, meskipun Yesus ditolak oleh dunia, kasih Allah tetap dinyatakan melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Penolakan dunia tidak membatalkan rencana keselamatan Allah.

C. Keadilan Ilahi dan Ketidakadilan Manusia

Pengadilan Yesus di hadapan Pilatus dan para pemimpin Yahudi menunjukkan ketidakadilan yang dilakukan manusia. Meskipun Yesus tidak bersalah, Ia tetap dihukum mati. Namun, melalui ketidakadilan ini, Allah menyatakan keadilan-Nya yang sempurna. Yesus, yang tidak berdosa, mengambil alih hukuman yang seharusnya ditanggung oleh manusia yang berdosa.

Dalam 2 Korintus 5:21, Paulus menulis, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Pengadilan Yesus yang tidak adil justru menjadi jalan bagi pembenaran manusia di hadapan Allah.

Kesimpulan

Penangkapan dan pengadilan Yesus, sebagaimana dicatat dalam Yohanes 18:2-19:16, adalah langkah-langkah penting dalam perjalanan Yesus menuju penyaliban dan kebangkitan. Melalui peristiwa ini, Yesus menunjukkan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, meskipun itu berarti Ia harus mengalami penderitaan yang besar. Penolakan Yesus oleh dunia juga menunjukkan bagaimana dunia sering kali menolak kebenaran dan kasih Allah.

Namun, melalui penderitaan dan pengorbanan Yesus, Allah menyatakan kasih dan keadilan-Nya yang sempurna. Yesus, yang tidak bersalah, menanggung hukuman dosa bagi umat manusia, sehingga siapa pun yang percaya kepada-Nya dapat menerima keselamatan dan hidup yang kekal.

Next Post Previous Post