Pembaharuan Diri dalam Perspektif Teologi Kristen: Definisi, Proses, dan Relevansi

 Pendahuluan:

Pembaharuan diri adalah proses yang melibatkan transformasi hati, pikiran, dan tindakan seseorang untuk lebih sesuai dengan kehendak Allah. Dalam perspektif Kristen, pembaharuan diri adalah panggilan yang terus-menerus untuk hidup sesuai dengan karakter Kristus. Alkitab memberikan banyak ajaran tentang pembaharuan diri, baik dalam hal meninggalkan kehidupan lama yang dikuasai dosa maupun hidup dalam kekudusan dan kasih karunia Allah.
Pembaharuan Diri dalam Perspektif Teologi Kristen: Definisi, Proses, dan Relevansi
Artikel ini akan mengupas konsep pembaharuan diri dalam perspektif teologi Kristen, termasuk pandangan para pakar teologi, prosesnya, serta penerapannya dalam kehidupan orang percaya.

1. Definisi Pembaharuan Diri dalam Teologi Kristen

Pembaharuan diri, dalam teologi Kristen, sering kali dikaitkan dengan proses pengudusan atau sanctification, yaitu proses berkelanjutan yang dilakukan Roh Kudus untuk memurnikan hati dan pikiran orang percaya sehingga mereka semakin serupa dengan Kristus. Menurut John Calvin, seorang teolog Reformed terkenal, pembaharuan diri adalah karya Roh Kudus yang mengubah manusia berdosa menjadi pribadi baru yang hidup untuk memuliakan Allah. Calvin menyebut pembaharuan diri sebagai "karya regenerasi," atau proses di mana manusia diciptakan kembali menjadi manusia baru.

Wayne Grudem dalam bukunya Systematic Theology menjelaskan bahwa pembaharuan diri adalah suatu proses yang melibatkan kemauan dan tindakan manusia, tetapi didorong oleh kuasa Roh Kudus. Grudem menekankan bahwa pembaharuan diri adalah upaya untuk melepaskan diri dari sifat duniawi dan mengadopsi pola hidup yang kudus dan berkenan kepada Allah.

2. Pembaharuan Diri dalam Alkitab

Alkitab mengajarkan bahwa pembaharuan diri dimulai ketika seseorang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Dalam Roma 12:2, Paulus menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Ayat ini menekankan bahwa pembaharuan diri melibatkan transformasi pikiran yang membantu seseorang memahami dan melakukan kehendak Allah.

Efesus 4:22-24 juga mengajarkan bahwa orang percaya harus meninggalkan cara hidup lama yang dikuasai oleh dosa dan mengenakan manusia baru yang diciptakan menurut Allah dalam kebenaran dan kekudusan. Pembaharuan diri adalah proses yang terus-menerus, di mana orang percaya dipanggil untuk meninggalkan dosa dan hidup dalam kebenaran.

a. Pengaruh Roh Kudus dalam Pembaharuan Diri

Dalam perspektif teologi, pembaharuan diri bukanlah sesuatu yang dapat dicapai melalui kekuatan manusia semata, melainkan melibatkan karya Roh Kudus. Dalam Titus 3:5, dikatakan bahwa Allah menyelamatkan kita “melalui pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.” Roh Kudus bekerja dalam hati orang percaya untuk memperbarui pikiran, kehendak, dan tindakan mereka sehingga hidup mereka selaras dengan kehendak Allah.

3. Proses Pembaharuan Diri: Pandangan Pakar Teologi

Pembaharuan diri adalah proses berkelanjutan yang melibatkan kemauan manusia dan kuasa Roh Kudus. Para pakar teologi memiliki pandangan yang berbeda mengenai cara pembaharuan diri terjadi, tetapi umumnya mereka sepakat bahwa ini adalah perjalanan yang tidak terputus sampai orang percaya mencapai kedewasaan rohani. Berikut adalah beberapa pandangan dari pakar teologi mengenai proses pembaharuan diri:

a. John Owen dan Pembunuhan Dosa

John Owen, seorang teolog Puritan, berpendapat bahwa pembaharuan diri memerlukan mortifikasi atau pembunuhan dosa dalam hidup orang percaya. Dalam bukunya, The Mortification of Sin, Owen menekankan bahwa setiap orang percaya harus secara aktif melawan dosa-dosa yang masih ada dalam hidupnya dan mematikan keinginan-keinginan duniawi. Owen menulis, "Bunuhlah dosa atau dosa akan membunuhmu." Pandangan ini menunjukkan bahwa pembaharuan diri bukan hanya tentang mengadopsi kualitas yang baik, tetapi juga melibatkan perjuangan melawan dosa yang terus-menerus.

b. Dietrich Bonhoeffer dan Disiplin Rohani

Teolog Jerman Dietrich Bonhoeffer menekankan pentingnya disiplin rohani dalam pembaharuan diri. Dalam bukunya, The Cost of Discipleship, Bonhoeffer menulis bahwa pembaharuan diri menuntut pengorbanan dan kesediaan untuk mematuhi perintah Allah, meskipun hal tersebut berisiko dan membutuhkan komitmen yang tinggi. Menurut Bonhoeffer, pembaharuan diri adalah panggilan untuk mengikuti Kristus dengan disiplin yang serius, termasuk doa, membaca Firman Tuhan, dan pelayanan kepada sesama.

c. Dallas Willard dan Transformasi Rohani

Dallas Willard dalam The Spirit of the Disciplines menekankan bahwa pembaharuan diri tidak dapat terwujud tanpa transformasi rohani yang mendalam. Willard percaya bahwa disiplin rohani seperti doa, puasa, dan perenungan adalah sarana untuk mengalami kehadiran dan karya Roh Kudus dalam hidup kita. Menurut Willard, pembaharuan diri terjadi ketika kita bersedia membiarkan Roh Kudus bekerja dan mengarahkan kehidupan kita sepenuhnya kepada Allah.

4. Aspek-Aspek Penting dalam Pembaharuan Diri

Pembaharuan diri melibatkan beberapa aspek penting yang saling berhubungan. Berikut adalah beberapa aspek utama dalam pembaharuan diri:

a. Pembaharuan Pikiran

Pembaharuan diri dimulai dari perubahan pola pikir. Dalam Roma 12:2, Paulus menyatakan bahwa pembaharuan pikiran diperlukan untuk memahami kehendak Allah. Pikiran yang dipengaruhi oleh Firman Tuhan dapat membantu orang percaya melihat hidup dari sudut pandang Allah dan mengarahkan keputusan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

b. Pembaharuan Hati

A.W. Tozer dalam The Pursuit of God menekankan pentingnya hati yang diperbarui untuk dapat bersekutu dengan Allah. Tozer berpendapat bahwa pembaharuan hati adalah elemen kunci dalam pertumbuhan rohani, di mana kasih kita kepada Allah semakin bertumbuh dan motivasi kita menjadi murni. Hati yang diperbarui akan mencerminkan kasih, pengampunan, dan belas kasih yang sama seperti Kristus.

c. Pembaharuan Kehendak

Selain pikiran dan hati, kehendak juga perlu diperbarui. Dalam pembaharuan kehendak, seseorang harus melepaskan keinginan-keinginan yang egois dan bersedia menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada kehendak Allah. Pembaharuan kehendak ini memungkinkan orang percaya untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Allah, tanpa terpengaruh oleh godaan duniawi.

5. Pembaharuan Diri sebagai Proses Pertumbuhan Rohani

Pembaharuan diri adalah bagian dari proses pertumbuhan rohani yang disebut juga sebagai pengudusan. Teolog seperti Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa pengudusan adalah proses yang progresif, di mana orang percaya semakin dijadikan serupa dengan Kristus dari waktu ke waktu. Berkhof menjelaskan bahwa pengudusan adalah karya Roh Kudus, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif dari orang percaya.

Pembaharuan diri bukanlah proses yang instan, tetapi perjalanan yang memerlukan kesabaran, ketekunan, dan pengabdian yang terus-menerus. Seiring berjalannya waktu, orang percaya dipanggil untuk bertumbuh dalam iman, kasih, dan karakter seperti Kristus.

6. Tantangan dalam Pembaharuan Diri

Proses pembaharuan diri sering kali dihadapkan dengan berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama dalam pembaharuan diri termasuk:

a. Pengaruh Dosa dan Kehendak Daging

Dosa dan kehendak daging sering kali menjadi penghalang utama dalam proses pembaharuan diri. Meskipun orang percaya telah diselamatkan, kecenderungan untuk berbuat dosa tetap ada. Rasul Paulus dalam Roma 7:15-25 menyatakan bahwa ada konflik antara roh dan daging dalam diri orang percaya. Pembaharuan diri memerlukan perjuangan melawan godaan dan menolak keinginan daging yang bertentangan dengan kehendak Allah.

b. Tekanan Dunia dan Lingkungan Sekitar

Dunia menawarkan banyak godaan dan tekanan yang dapat mengalihkan fokus kita dari Tuhan. Dalam 1 Yohanes 2:15-17, Alkitab mengingatkan agar kita tidak mencintai dunia dan segala hal di dalamnya, karena dunia ini tidak sejalan dengan kehendak Allah. Pembaharuan diri menuntut keberanian untuk menolak pengaruh dunia yang negatif dan hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.

c. Perjuangan Melawan Kebiasaan Lama

Kebiasaan lama sering kali sulit diubah, terutama jika sudah berlangsung lama. Pembaharuan diri mengharuskan seseorang melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sejalan dengan kehendak Allah dan menggantinya dengan pola hidup yang baru. Ini membutuhkan disiplin, komitmen, dan dukungan dari komunitas Kristen.

7. Peran Doa dan Firman Tuhan dalam Pembaharuan Diri

Doa dan Firman Tuhan adalah dua elemen penting dalam proses pembaharuan diri. Melalui doa, orang percaya berkomunikasi dengan Allah, memohon kekuatan, kebijaksanaan, dan petunjuk untuk hidup sesuai kehendak-Nya. Dalam Mazmur 51:10, Daud berdoa agar Allah memperbarui hati yang murni di dalam dirinya, menunjukkan bahwa pembaharuan diri adalah hasil dari kerinduan akan kehadiran Allah dalam hidup.

Firman Tuhan juga memiliki peran sentral dalam pembaharuan diri. 2 Timotius 3:16-17 menyatakan bahwa semua Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, menegur, memperbaiki kelakuan, dan mendidik dalam kebenaran. Firman Tuhan membantu memperbaharui pikiran kita dan mengarahkan kita pada kehidupan yang sesuai dengan kebenaran Allah.

8. Aplikasi Pembaharuan Diri dalam Kehidupan Sehari-hari

Pembaharuan diri bukan hanya sebuah konsep teologis, tetapi adalah praktik yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa cara praktis menerapkan pembaharuan diri dalam kehidupan sehari-hari:

a. Mengadopsi Disiplin Rohani

Mengadopsi disiplin rohani seperti doa, membaca Firman Tuhan, berpuasa, dan pelayanan adalah langkah konkret dalam proses pembaharuan diri. Disiplin rohani membantu kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengarahkan hidup kita pada kehendak-Nya.

b. Membangun Hubungan yang Sehat dalam Komunitas Kristen

Komunitas Kristen adalah tempat yang ideal untuk mendukung pembaharuan diri. Dalam komunitas, orang percaya bisa saling membangun, saling menasihati, dan saling mendoakan. Komunitas juga memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman orang lain dan mendapatkan dorongan dalam menghadapi tantangan rohani.

c. Menjalani Kehidupan yang Mencerminkan Kristus

Hidup yang mencerminkan Kristus adalah tujuan utama dari pembaharuan diri. Orang percaya dipanggil untuk hidup sebagai terang dan garam di dunia, menunjukkan kasih Kristus melalui tindakan nyata. Ini termasuk mengasihi sesama, melayani orang lain, serta menunjukkan integritas dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan.

Kesimpulan

Pembaharuan diri adalah panggilan yang diberikan kepada setiap orang percaya untuk hidup dalam ketaatan, kekudusan, dan keserupaan dengan Kristus. Dalam perspektif teologi Kristen, pembaharuan diri melibatkan kerjasama antara kehendak manusia dan karya Roh Kudus yang mengubah hidup kita dari dalam ke luar. Dengan bantuan Roh Kudus, orang percaya bisa meninggalkan kehidupan yang lama dan hidup dalam kekudusan serta kebenaran.

Para pakar teologi seperti John Calvin, John Owen, Dietrich Bonhoeffer, dan Dallas Willard menekankan pentingnya pembaharuan diri sebagai proses yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan rohani. Melalui disiplin rohani, doa, dan hubungan yang erat dengan Firman Tuhan, pembaharuan diri menjadi cara hidup yang membawa orang percaya semakin dekat kepada Allah.

Pembaharuan diri bukan hanya sekadar perubahan pola pikir atau perilaku, tetapi adalah panggilan untuk mengalami transformasi yang mendalam. Sebagai umat Allah, kita dipanggil untuk hidup dalam kesucian, menjadi saksi bagi dunia, dan mencerminkan kasih Kristus melalui kehidupan yang berbuah dalam kebenaran.

Next Post Previous Post