1 Korintus 5:9-11: Perbedaan Antara Orang Berdosa di Dunia dan Orang Berdosa di Dalam Gereja

 Pendahuluan:

Dalam 1 Korintus 5:9-11, Rasul Paulus memberikan peringatan kepada jemaat di Korintus mengenai pergaulan dengan orang berdosa, baik di luar maupun di dalam gereja. Paulus memperjelas bahwa orang percaya harus menjaga komunitas gereja tetap kudus dan setia, membedakan cara berhubungan dengan orang berdosa di luar komunitas Kristen dari yang ada di dalamnya.

1 Korintus 5:9-11: Perbedaan Antara Orang Berdosa di Dunia dan Orang Berdosa di Dalam Gereja
Artikel ini akan mendalami konsep "perbedaan antara orang berdosa di dunia dan orang berdosa di gereja" yang diuraikan Paulus, memahami alasan di balik ajaran ini, dan melihat bagaimana gereja masa kini dapat menerapkan prinsip-prinsip ini. Dengan mengutip pandangan para teolog dan menggunakan ayat pendukung, artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tugas dan tanggung jawab gereja dalam menjaga kekudusan serta cara berinteraksi dengan orang berdosa baik di dalam maupun di luar gereja.

Teks 1 Korintus 5:9-11

Berikut adalah teks dari 1 Korintus 5:9-11:

"Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang yang, sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu. Dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama."

1. Latar Belakang Surat 1 Korintus

Paulus menulis surat ini untuk menanggapi isu-isu yang dihadapi jemaat Korintus, termasuk masalah dosa dalam jemaat dan bagaimana gereja harus menyikapinya. Jemaat Korintus adalah komunitas Kristen yang berada di tengah masyarakat dengan nilai-nilai moral yang berbeda. Paulus menyadari bahwa jemaat harus berhadapan dengan dunia di luar mereka yang penuh dengan dosa. Namun, ia sangat prihatin ketika mendapati bahwa dosa yang serupa mulai menyusup ke dalam gereja. Oleh karena itu, Paulus memberikan panduan tentang cara menghadapi orang berdosa di dalam gereja dengan cara yang berbeda dari mereka yang ada di luar.

Leon Morris dalam The First Epistle of Paul to the Corinthians menjelaskan bahwa ketegasan Paulus ini adalah langkah untuk menjaga kemurnian gereja. Menurut Morris, gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang kudus, berbeda dari dunia di luar, dan karena itu, gereja harus memastikan bahwa dosa-dosa besar tidak diterima atau ditoleransi dalam komunitasnya.

John MacArthur dalam The MacArthur New Testament Commentary juga menyoroti bahwa tujuan dari instruksi Paulus bukan untuk mengisolasi jemaat dari dunia, tetapi untuk menjaga integritas gereja. Menurut MacArthur, gereja harus menjadi terang bagi dunia, tetapi juga harus menjaga kekudusan agar dapat menjadi saksi yang efektif bagi Kristus.

2. Perbedaan Penekanan antara Orang Berdosa di Dunia dan di Dalam Gereja

Paulus membedakan antara orang berdosa di dunia dan orang berdosa di gereja. Menurutnya, adalah mustahil bagi orang Kristen untuk sepenuhnya menghindari bergaul dengan orang berdosa di luar gereja karena kita hidup di dunia yang penuh dosa. Namun, Paulus mengingatkan bahwa orang yang menyebut dirinya "saudara" (orang percaya) tetapi hidup dalam dosa yang disengaja harus dihadapi dengan lebih tegas.

F.F. Bruce dalam Paul: Apostle of the Heart Set Free menyebutkan bahwa Paulus tidak bermaksud agar gereja menarik diri dari dunia. Menurut Bruce, Paulus ingin jemaat bersikap selektif, memastikan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh gaya hidup berdosa yang berlawanan dengan ajaran Kristus.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa ada standar yang lebih tinggi bagi mereka yang mengaku sebagai pengikut Kristus. Gereja dipanggil untuk hidup kudus dan menjaga komunitasnya agar tidak ternoda oleh dosa yang serius dan disengaja.

3. Tanggung Jawab Gereja dalam Menjaga Kekudusan

Paulus sangat serius dalam menegaskan pentingnya disiplin gereja terhadap anggotanya yang hidup dalam dosa. Hal ini bukan berarti gereja harus menghakimi dengan kasar atau tanpa kasih, tetapi justru karena panggilan untuk menjaga kekudusan dan kesaksian gereja di dunia. Paulus menyebutkan beberapa dosa serius seperti percabulan, keserakahan, penyembahan berhala, dan pemabukan, yang jika dilakukan oleh seorang "saudara," harus dihadapi dengan sikap tegas.

Dietrich Bonhoeffer dalam Life Together menekankan pentingnya disiplin gereja sebagai bentuk kasih yang sejati. Bonhoeffer menyebutkan bahwa ketidakdisiplinan dalam gereja justru menunjukkan kurangnya kasih, karena gereja yang membiarkan dosa tanpa penanganan berarti telah mengabaikan kesehatan rohani dari seluruh jemaat.

John Stott dalam The Cross of Christ menyebutkan bahwa gereja yang benar-benar setia kepada Kristus harus menjaga kekudusan di antara anggotanya. Menurut Stott, disiplin dalam gereja adalah tindakan yang menyatakan kasih, karena tujuannya adalah membawa orang berdosa kembali kepada Tuhan dan memulihkan hubungan mereka dengan-Nya.

4. Menghindari Makan Bersama dengan Orang Berdosa di Dalam Gereja

Paulus menasihati jemaat Korintus untuk tidak makan bersama dengan mereka yang hidup dalam dosa di dalam gereja. Dalam konteks budaya Yahudi dan Kristen mula-mula, makan bersama adalah tanda persekutuan dan persahabatan yang mendalam. Menolak makan bersama berarti menandakan pemutusan persekutuan dengan orang tersebut sebagai tanda ketidaksetujuan terhadap gaya hidupnya yang berdosa.

Charles Spurgeon dalam salah satu khotbahnya menjelaskan bahwa Paulus menggunakan istilah ini untuk menekankan pentingnya menjaga kemurnian gereja. Menurut Spurgeon, tindakan untuk tidak makan bersama bukanlah bentuk kebencian, melainkan untuk memperlihatkan bahwa dosa serius tidak dapat dibiarkan begitu saja di dalam gereja.

Timothy Keller dalam Center Church menyebutkan bahwa disiplin gereja sering kali sulit diterima dalam konteks modern, tetapi tetap sangat relevan untuk menjaga kekudusan. Keller menegaskan bahwa menegur dengan kasih adalah cara untuk menjaga komunitas Kristen yang sehat, di mana anggotanya saling mendukung dalam hidup kudus.

5. Misi Gereja untuk Menjangkau Orang Berdosa di Dunia

Paulus menjelaskan bahwa tujuannya bukan untuk memisahkan diri sepenuhnya dari dunia, tetapi untuk menjadi saksi yang baik di dunia. Sebagai pengikut Kristus, umat percaya dipanggil untuk membawa Injil kepada orang-orang berdosa di luar gereja, menunjukkan kasih Kristus tanpa berkompromi dengan dosa.

N.T. Wright dalam Paul for Everyone menekankan bahwa gereja dipanggil untuk menjadi saksi yang efektif di dunia tanpa mengadopsi gaya hidup dunia yang berdosa. Menurut Wright, gereja adalah komunitas yang terpisah dari dunia dalam hal nilai, tetapi tetap terlibat untuk menunjukkan kasih dan belas kasihan Allah.

Henri Nouwen dalam Life of the Beloved menyebutkan bahwa umat Kristen harus tetap membuka diri untuk menunjukkan kasih Allah kepada orang-orang di luar gereja. Menurut Nouwen, mereka yang hidup dalam dunia perlu melihat kesaksian yang murni dari gereja, dan kesaksian ini hanya bisa terlihat ketika gereja menjaga kekudusannya.

6. Relevansi 1 Korintus 5:9-11 bagi Gereja Masa Kini

Banyak gereja modern menghadapi tantangan dalam menerapkan disiplin dan menjaga batasan antara orang percaya dan dunia. Namun, perikop ini tetap relevan sebagai pengingat bahwa gereja dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Meskipun gereja terlibat dalam dunia, gereja tidak boleh berkompromi dengan dosa yang mencemari kesaksian Kristus.

John Piper dalam Desiring God menekankan bahwa gereja harus serius dalam menjaga kekudusan di tengah pengaruh dunia yang semakin permisif terhadap dosa. Piper mengingatkan bahwa gereja harus mempertahankan standar kekudusan yang tinggi, bukan untuk menghakimi dengan kasar, tetapi sebagai panggilan untuk hidup seturut kehendak Allah.

Dallas Willard dalam The Divine Conspiracy menyebutkan bahwa disiplin gereja adalah bagian dari pembentukan karakter Kristen. Willard mengajarkan bahwa dengan menegur dosa secara bijaksana, gereja membantu anggotanya untuk hidup sesuai dengan standar Allah dan menghindari jalan yang menuju kehancuran.

Kesimpulan

1 Korintus 5:9-11 mengajarkan bahwa gereja harus membuat perbedaan dalam cara mereka berhubungan dengan orang berdosa di dalam dan di luar komunitas iman. Paulus menekankan bahwa orang berdosa di luar gereja adalah mereka yang membutuhkan kasih karunia Allah melalui Injil, sementara dosa yang disengaja di dalam gereja harus dihadapi dengan ketegasan untuk menjaga kekudusan dan integritas komunitas Kristen.

Para teolog seperti Leon Morris, Dietrich Bonhoeffer, dan John Stott menekankan bahwa disiplin gereja bukanlah tindakan yang kejam, melainkan tindakan kasih yang bertujuan untuk memulihkan dan menjaga kesucian gereja. Gereja yang berkomitmen untuk menjaga kekudusan dan tidak berkompromi dengan dosa akan dapat menjadi saksi yang kuat bagi dunia.

Sebagai umat Kristen, kita diundang untuk hidup dalam kasih kepada orang berdosa di dunia sambil menjaga standar kekudusan di dalam gereja. Kita dipanggil untuk menyatakan kasih Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya, tetapi juga menjaga kemurnian persekutuan iman kita agar menjadi tempat di mana kekudusan Allah dinyatakan dengan penuh kasih.

Next Post Previous Post