1 Korintus 6:4-8: Menanggung Kesalahan demi Kehormatan Gereja

Pendahuluan:

Dalam 1 Korintus 6:4-8, Rasul Paulus memberikan teguran yang tegas kepada jemaat Korintus terkait kecenderungan mereka untuk membawa perselisihan internal ke pengadilan umum. Paulus menekankan bahwa tindakan ini bukan hanya tidak bijaksana, tetapi juga mencoreng kesaksian gereja di hadapan dunia yang belum mengenal Kristus. Sebagai orang kudus, mereka dipanggil untuk menanggung kesalahan dengan sabar dan menyelesaikan konflik secara internal demi menjaga kehormatan gereja.

1 Korintus 6:4-8: Menanggung Kesalahan demi Kehormatan Gereja
Ayat ini memberikan pelajaran yang relevan mengenai kesatuan gereja, pengampunan, dan kesaksian iman di tengah dunia. Dalam konteks modern, pesan ini tetap relevan bagi komunitas Kristen yang menghadapi tantangan dalam mempertahankan kesatuan dan memberikan teladan kepada dunia. Artikel ini akan membahas teks ini secara teologis dengan mengacu pada pandangan para ahli seperti John Calvin, William Barclay, dan N.T. Wright, sambil menjelaskan implikasi praktisnya bagi orang percaya.

1. Konteks Surat dan Masalah di Korintus

Surat 1 Korintus ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, sebuah kota yang dikenal karena budaya sekular dan pluralisme religiusnya. Jemaat Korintus terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk Yahudi dan non-Yahudi. Namun, jemaat ini mengalami banyak masalah internal, termasuk perselisihan, imoralitas, dan kebingungan doktrinal.

Dalam 1 Korintus 6:1-3, Paulus mengecam praktik jemaat yang membawa sengketa antar sesama anggota gereja ke pengadilan sipil. Hal ini dianggap mencoreng nama baik gereja karena gereja seharusnya memiliki hikmat dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara internal. Paulus kemudian menyatakan dalam 1 Korintus 6:4-5:

"Apabila kamu harus mengurus perkara-perkara yang demikian, bukankah kamu menunjuk mereka, yang tidak berarti apa-apa di dalam jemaat? Hal ini kukatakan untuk mempermalukan kamu. Masakan tidak ada seorang pun di antara kamu yang bijaksana, yang sanggup mengadili perkara-perkara di antara saudara-saudaranya?"

Ini menunjukkan kekecewaan Paulus terhadap ketidakmampuan jemaat untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, meskipun mereka dipanggil untuk menjadi terang bagi dunia.

2. Makna Teologis dari Menanggung Kesalahan

Dalam 1 Korintus 6:7, Paulus membuat pernyataan yang menantang:

"Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain telah merupakan kekalahan bagi kamu. Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapa kamu tidak lebih suka dirugikan?"

Pernyataan ini mengandung pesan teologis mendalam tentang panggilan orang kudus untuk menanggung kesalahan demi menjaga kesaksian gereja. Paulus menekankan bahwa lebih baik menanggung kerugian atau ketidakadilan daripada mempermalukan gereja di hadapan dunia.

John Calvin, dalam komentarnya tentang 1 Korintus, menjelaskan bahwa panggilan untuk menanggung kesalahan adalah cerminan dari kasih Kristus. Calvin menulis bahwa orang percaya harus rela kehilangan hak mereka demi menjaga perdamaian dan kesatuan tubuh Kristus. Menurut Calvin, ini adalah bagian dari panggilan untuk meneladani Kristus, yang rela menderita ketidakadilan demi keselamatan umat manusia.

Dalam Matius 5:39, Yesus mengajarkan prinsip serupa: "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu; tetapi siapa pun yang menampar pipi kananmu, berikanlah juga pipi kirimu." Prinsip ini mengajarkan bahwa kasih Kristen tidak mencari balas dendam, tetapi rela menanggung penderitaan demi mencerminkan kasih Allah.

3. Kesaksian Gereja di Hadapan Dunia

Salah satu kekhawatiran utama Paulus adalah dampak negatif dari konflik internal jemaat terhadap kesaksian gereja di hadapan orang-orang non-Kristen. Ketika orang percaya membawa masalah internal ke pengadilan duniawi, mereka secara tidak langsung menunjukkan bahwa gereja tidak mampu menangani konflik dengan cara yang mencerminkan kasih dan hikmat Allah.

N.T. Wright, dalam bukunya "Paul and the Faithfulness of God," menekankan bahwa gereja dipanggil untuk menjadi tanda dan alat dari kerajaan Allah di dunia. Gereja harus menunjukkan kesatuan, kasih, dan hikmat yang berasal dari Roh Kudus. Ketika gereja gagal menyelesaikan masalah internal dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani, kesaksiannya kepada dunia menjadi lemah.

Dalam Yohanes 13:35, Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Konflik yang diselesaikan dengan kasih menunjukkan kepada dunia bahwa gereja adalah komunitas yang hidup dalam kebenaran dan kasih Kristus. Sebaliknya, perselisihan yang dipublikasikan mencoreng reputasi gereja dan menjadi batu sandungan bagi orang yang belum percaya.

4. Menanggung Kesalahan sebagai Teladan Kasih Kristus

Panggilan untuk menanggung kesalahan tidak hanya relevan bagi komunitas gereja, tetapi juga merupakan bagian dari panggilan pribadi setiap orang percaya untuk meneladani kasih dan pengorbanan Kristus. Dalam Filipi 2:5-7, Paulus menulis:

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba."

Kasih Kristus yang rela menderita dan mengorbankan diri-Nya sendiri adalah teladan bagi orang percaya untuk menanggalkan ego dan hak pribadi demi kepentingan orang lain.

William Barclay, dalam komentarnya tentang 1 Korintus, menyoroti bahwa kasih Kristen adalah kasih yang rela menanggung penderitaan demi membawa perdamaian. Menurut Barclay, orang percaya tidak dipanggil untuk membalas dendam, tetapi untuk menunjukkan kasih yang mendamaikan, bahkan kepada mereka yang bersalah kepada kita.

5. Prinsip Penyelesaian Konflik secara Alkitabiah

Paulus mengajarkan bahwa konflik antar orang percaya harus diselesaikan secara internal dalam tubuh Kristus. Gereja memiliki tanggung jawab untuk menjadi tempat di mana konflik dapat diselesaikan dengan kasih, keadilan, dan hikmat.

Dalam Matius 18:15-17, Yesus memberikan prinsip penyelesaian konflik:

  1. Berbicara langsung dengan orang yang bersalah secara pribadi.
  2. Jika tidak berhasil, melibatkan satu atau dua saksi.
  3. Jika masih belum berhasil, membawa masalah tersebut ke jemaat.

Prinsip ini menunjukkan pentingnya penyelesaian konflik dengan cara yang menjaga hubungan dan kesaksian gereja. Penyelesaian konflik secara internal juga mencerminkan hikmat dan otoritas gereja sebagai tubuh Kristus di dunia.

6. Iman, Hikmat, dan Kerendahan Hati dalam Menanggung Kesalahan

Menanggung kesalahan memerlukan iman yang kuat, hikmat dari Roh Kudus, dan kerendahan hati. Orang percaya dipanggil untuk mempercayakan hak mereka kepada Allah, yang adalah Hakim yang adil. Dalam Roma 12:19, Paulus menulis:

"Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan."

Kerendahan hati memungkinkan orang percaya untuk menyerahkan hak mereka kepada Allah, mempercayai bahwa Dia akan menyelesaikan segala sesuatu dengan adil pada waktu-Nya. Selain itu, hikmat dari Roh Kudus memampukan kita untuk melihat situasi dari perspektif Allah dan mencari solusi yang membawa damai.

Richard Foster, dalam bukunya "Celebration of Discipline," menekankan bahwa kerendahan hati adalah kunci untuk hidup dalam perdamaian dengan sesama. Foster menulis bahwa orang yang rendah hati tidak mencari pembenaran diri, tetapi rela menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah demi perdamaian dan kesatuan.

7. Dampak Praktis dalam Kehidupan Kristen

Panggilan untuk menanggung kesalahan memiliki dampak praktis dalam kehidupan orang percaya, termasuk:

  1. Kesaksian kepada Dunia: Menunjukkan kasih dan kesatuan di antara orang percaya memberikan kesaksian yang kuat kepada dunia tentang kebenaran Injil.
  2. Pembangunan Gereja: Menanggung kesalahan mendorong perdamaian dan kesatuan dalam tubuh Kristus, memperkuat gereja sebagai komunitas yang mencerminkan kasih Allah.
  3. Pertumbuhan Rohani: Menghadapi konflik dengan kasih dan kerendahan hati membantu orang percaya bertumbuh dalam karakter Kristus.

Efesus 4:1-3 menekankan pentingnya hidup dalam kesatuan: "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera."

8. Relevansi dalam Konteks Modern

Dalam dunia modern yang sering kali mengedepankan hak pribadi dan pembalasan, panggilan untuk menanggung kesalahan adalah tantangan yang kontras dengan budaya sekitar. Namun, panggilan ini tetap relevan sebagai cara bagi orang percaya untuk menunjukkan kasih Kristus di tengah masyarakat.

Gereja modern dapat belajar dari prinsip ini dengan mendorong penyelesaian konflik secara internal, membangun budaya pengampunan, dan memprioritaskan kesatuan gereja di atas kepentingan individu.

Kesimpulan

1 Korintus 6:4-8 mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesatuan dan kesaksian gereja di dunia. Paulus menekankan bahwa orang percaya dipanggil untuk menanggung kesalahan dengan kasih dan kerendahan hati, bukan untuk mempermalukan gereja di hadapan dunia.

Para teolog seperti John Calvin, William Barclay, dan N.T. Wright mengajarkan bahwa menanggung kesalahan adalah cerminan kasih Kristus, yang rela menderita demi keselamatan kita. Dengan meneladani Kristus, orang percaya dapat menunjukkan kasih yang memulihkan, membangun kesatuan gereja, dan membawa kesaksian yang kuat kepada dunia.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih, pengampunan, dan kerendahan hati, menjaga kehormatan gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan cara ini, kita dapat menjadi terang bagi dunia, membawa damai, dan mencerminkan kasih Allah yang tak terbatas.

Next Post Previous Post