Karakter Perhentian Allah dalam Ibrani 4:4
Pendahuluan:
Dalam Ibrani 4:4, penulis kitab Ibrani mengungkapkan: "Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: 'Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya.'" Ayat ini merujuk pada tindakan Allah pada hari ketujuh setelah penciptaan, di mana Dia berhenti dari pekerjaan-Nya. Namun, perhentian Allah tidak didasarkan pada waktu atau hari tertentu, tetapi pada fakta bahwa
pekerjaan-Nya telah selesai.
Artikel ini akan membahas makna teologis dari karakter perhentian Allah dalam Ibrani 4:4, menjelaskan bagaimana pekerjaan Allah telah selesai, dan apa implikasinya bagi kehidupan orang percaya. Kata semantik seperti “perhentian,” “penyelesaian,” “kedamaian,” “iman,” dan “kasih karunia” akan digunakan untuk memperkaya pembahasan ini.
1. Konteks Kitab Ibrani: Perhentian sebagai Janji Allah
Kitab Ibrani ditulis kepada komunitas Kristen Yahudi yang mengalami tekanan untuk kembali pada sistem Taurat. Penulis kitab Ibrani menggunakan perhentian Allah sebagai metafora untuk menjelaskan kedamaian rohani yang hanya bisa diperoleh melalui iman kepada Kristus.
Dalam Ibrani 4:1, penulis menulis: "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku." Ayat ini menunjukkan bahwa perhentian Allah adalah janji yang masih tersedia bagi semua orang percaya, tetapi memerlukan iman untuk mengalaminya.
F.F. Bruce, dalam bukunya "The Epistle to the Hebrews," menjelaskan bahwa perhentian Allah adalah simbol dari keselamatan dan penyelesaian karya penebusan-Nya. Bruce menekankan bahwa perhentian ini melampaui konsep fisik Sabat dan merupakan pengalaman rohani dari hubungan yang sempurna dengan Allah.
2. Karakter Perhentian Allah: Penyelesaian Pekerjaan-Nya
Dalam Ibrani 4:4, penulis mengutip Kejadian 2:2, di mana Allah berhenti pada hari ketujuh dari pekerjaan penciptaan-Nya. Namun, penting untuk dipahami bahwa perhentian Allah bukanlah karena kelelahan, melainkan karena pekerjaan penciptaan telah selesai dan sempurna.
John Calvin, dalam komentarnya tentang Ibrani, menekankan bahwa perhentian Allah mencerminkan kesempurnaan pekerjaan-Nya. Allah berhenti bukan karena membutuhkan istirahat, tetapi karena segala sesuatu yang Dia ciptakan telah lengkap dan baik. Calvin menjelaskan bahwa perhentian ini adalah bentuk perayaan atas kesempurnaan karya Allah.
Dalam Mazmur 33:6-9, pemazmur menyatakan, "Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya... Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada." Ayat ini menunjukkan bahwa pekerjaan Allah adalah hasil dari kuasa dan hikmat-Nya yang sempurna.
3. Perhentian Allah dan Sabat: Hubungan dan Penggenapannya dalam Kristus
Perhentian Allah pada hari ketujuh menjadi dasar bagi perintah Sabat dalam hukum Taurat (Keluaran 20:8-11). Namun, dalam Perjanjian Baru, penulis Ibrani menunjukkan bahwa perhentian Allah melampaui Sabat sebagai hari tertentu. Sabat dalam Taurat adalah bayangan dari perhentian sejati yang ditemukan dalam Kristus.
Dalam Kolose 2:16-17, Paulus menulis, "Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus." Ayat ini menunjukkan bahwa Kristus adalah penggenapan dari perhentian Allah yang sejati.
F.F. Bruce menjelaskan bahwa Sabat dalam Perjanjian Lama adalah tanda pengingat akan perhentian Allah, tetapi perhentian sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan dengan Kristus. Perhentian ini bukan tentang berhenti bekerja secara fisik, tetapi tentang masuk ke dalam kedamaian dan penyelesaian karya Allah melalui iman kepada Kristus.
4. Perhentian sebagai Undangan untuk Masuk ke dalam Kasih Karunia Allah
Dalam Ibrani 4:3, penulis menekankan bahwa hanya mereka yang percaya dapat masuk ke dalam perhentian Allah. Perhentian ini bukanlah hasil dari usaha manusia, tetapi hadiah dari kasih karunia Allah yang diterima melalui iman.
A.W. Tozer, dalam bukunya "The Pursuit of God," menjelaskan bahwa perhentian Allah adalah pengalaman kedamaian yang hanya dapat diperoleh melalui penyerahan total kepada Allah. Menurut Tozer, iman kepada Allah membawa kita keluar dari kegelisahan dunia dan memasukkan kita ke dalam kasih karunia-Nya yang melimpah.
Dalam Efesus 2:8-9, Paulus menulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." Perhentian Allah adalah pengalaman dari keselamatan yang diberikan melalui kasih karunia, bukan melalui usaha manusia.
5. Karakter Perhentian Allah dalam Kehidupan Orang Percaya
Bagi orang percaya, perhentian Allah memiliki beberapa karakter penting yang relevan dalam kehidupan sehari-hari:
Kedamaian dalam Kristus
Perhentian Allah membawa kedamaian yang melampaui kegelisahan dunia. Dalam Yohanes 14:27, Yesus berkata: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu."Pengharapan akan Kehidupan Kekal
Perhentian Allah adalah janji kehidupan kekal bersama-Nya. Dalam Wahyu 14:13, kita membaca: "Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini! Sungguh, kata Roh, supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."Kebebasan dari Usaha Manusia
Perhentian Allah membebaskan orang percaya dari usaha manusia untuk memperoleh keselamatan. Dalam Matius 11:28, Yesus mengundang: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."
6. Perhentian sebagai Tantangan Iman
Meskipun perhentian Allah adalah hadiah kasih karunia, masuk ke dalam perhentian ini membutuhkan iman yang aktif. Penulis Ibrani memperingatkan dalam Ibrani 4:2 bahwa banyak yang mendengar janji Allah tetapi gagal memasukinya karena ketidakpercayaan.
John Stott, dalam bukunya "Basic Christianity," menjelaskan bahwa iman bukan hanya pengakuan intelektual tetapi tindakan kepercayaan penuh kepada Allah. Stott menekankan bahwa iman yang sejati memimpin pada kehidupan yang ditandai oleh kedamaian, penyerahan, dan ketaatan kepada Allah.
Dalam Ibrani 11:6, kita membaca: "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."
7. Implikasi Perhentian Allah bagi Kehidupan Modern
Dalam dunia modern yang penuh dengan tekanan, kegelisahan, dan kesibukan, perhentian Allah memberikan pengharapan dan kedamaian. Orang percaya dipanggil untuk hidup dalam perhentian ini dengan:
Menyerahkan Kekhawatiran kepada Allah
Dalam 1 Petrus 5:7, kita diingatkan: "Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."Hidup dalam Kasih Karunia
Orang percaya harus berhenti mencoba mendapatkan penerimaan Allah melalui usaha manusia dan menerima kasih karunia-Nya dengan penuh syukur.Mencari Kedamaian dalam Kristus
Melalui doa, meditasi Alkitab, dan persekutuan dengan sesama, orang percaya dapat menemukan kedamaian yang berasal dari hubungan dengan Kristus.
Kesimpulan
Ibrani 4:4 menekankan bahwa perhentian Allah tidak tergantung pada hari tertentu, tetapi pada penyelesaian pekerjaan-Nya. Perhentian ini adalah simbol dari kasih karunia, kedamaian, dan kesempurnaan yang hanya dapat ditemukan dalam hubungan dengan Kristus.
Para teolog seperti John Calvin, F.F. Bruce, dan A.W. Tozer mengajarkan bahwa perhentian Allah adalah pengalaman rohani yang melibatkan penyerahan penuh kepada Allah dan penerimaan kasih karunia-Nya. Perhentian ini mengajarkan kita untuk berhenti dari usaha manusia, mempercayai janji Allah, dan hidup dalam kedamaian-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memasuki perhentian ini melalui iman kepada Yesus Kristus, menikmati kedamaian yang melampaui segala akal, dan hidup dalam pengharapan akan kehidupan kekal bersama Allah. Melalui perhentian Allah, kita menemukan penyelesaian sejati dalam Dia yang telah menyelesaikan segala sesuatu untuk kita.