Kondisi Kehidupan yang Berkelanjutan: Ibrani 3:14
Pendahuluan:
Ayat dalam Ibrani 3:14 memberikan pengajaran mendalam tentang pentingnya mempertahankan iman dan komitmen kepada Kristus. Teks tersebut berbunyi:
Ayat ini menyoroti kondisi penting untuk mengalami kehidupan yang berkelanjutan di dalam Kristus: ketekunan iman. Dalam konteks surat kepada orang Ibrani, pengajaran ini diarahkan kepada komunitas Kristen yang menghadapi godaan untuk meninggalkan iman mereka di tengah-tengah tekanan dan penganiayaan.“Karena kita telah menjadi teman Kristus, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada keyakinan iman kita yang semula.”
Artikel ini akan mengeksplorasi makna dari ayat ini melalui tinjauan teologis berdasarkan pandangan beberapa pakar. Kita akan membahas tentang arti "menjadi teman Kristus," ketekunan iman, dan bagaimana pengajaran ini relevan bagi kehidupan Kristen masa kini.
1. Definisi dan Konteks Ayat
Ibrani 3:14 merupakan bagian dari peringatan yang lebih besar dalam pasal 3, di mana penulis surat ini mengingatkan pembacanya untuk tidak mengulangi kesalahan bangsa Israel yang keras hati selama di padang gurun (Ibrani 3:7-13). Penulis menggunakan contoh dari perjalanan bangsa Israel untuk menekankan pentingnya mempertahankan iman sampai akhir. Frasa “teman Kristus” dalam ayat ini menggambarkan relasi yang intim dan partisipasi dalam keselamatan yang disediakan melalui Kristus.
William Lane dalam Hebrews: A Word Biblical Commentary menyebutkan bahwa istilah "teman Kristus" (dalam teks Yunani, metochoi) merujuk pada mereka yang berbagi dalam keselamatan dan berkat-berkat rohani yang diberikan Kristus. Lane menekankan bahwa persyaratan untuk menjadi teman Kristus adalah ketekunan iman yang terus-menerus.
F.F. Bruce dalam The Epistle to the Hebrews menjelaskan bahwa konteks ini berbicara kepada orang-orang Kristen Yahudi yang menghadapi tekanan sosial dan spiritual untuk meninggalkan iman mereka. Bruce menyoroti bahwa peringatan dalam ayat ini menunjukkan bahwa iman yang sejati harus bertahan dalam ujian waktu dan tantangan.
2. Arti "Menjadi Teman Kristus"
Menjadi teman Kristus berarti memiliki relasi yang mendalam dengan-Nya sebagai Sang Juruselamat dan Pemimpin rohani. Hubungan ini tidak sekadar deklarasi iman, tetapi melibatkan keterlibatan aktif dalam kehidupan yang setia dan taat kepada-Nya. Dalam Yohanes 15:14, Yesus berkata, "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."
John Stott dalam Basic Christianity menjelaskan bahwa menjadi teman Kristus adalah hidup dalam komitmen total kepada-Nya. Menurut Stott, relasi ini menuntut kesetiaan dan kepercayaan penuh kepada Kristus sebagai pusat dari kehidupan rohani kita.
Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship menegaskan bahwa menjadi teman Kristus tidak hanya berbicara tentang hak istimewa keselamatan, tetapi juga tanggung jawab untuk mengikuti-Nya dalam ketaatan, bahkan dalam menghadapi penderitaan. Bagi Bonhoeffer, ini adalah inti dari apa artinya menjadi murid Kristus.
3. Ketekunan Iman sebagai Kondisi Kehidupan yang Berkelanjutan
Ibrani 3:14 dengan jelas menyatakan bahwa ketekunan dalam iman adalah syarat untuk terus hidup sebagai teman Kristus. Ketekunan ini bukanlah usaha manusia semata, tetapi respons terhadap anugerah Allah yang memampukan kita untuk tetap setia. Ketekunan dalam iman berarti terus percaya kepada Kristus meskipun menghadapi tantangan, godaan, atau penderitaan.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menyebut ketekunan iman sebagai bukti dari iman sejati. Calvin menjelaskan bahwa mereka yang dipilih oleh Allah akan menunjukkan ketekunan sampai akhir karena mereka dijaga oleh kuasa Allah.
Charles Spurgeon dalam salah satu khotbahnya menekankan bahwa iman yang sejati adalah iman yang bertahan. Spurgeon menyebutkan bahwa ketekunan iman adalah tanda bahwa Roh Kudus bekerja di dalam hati seseorang, memampukannya untuk tetap percaya meskipun menghadapi pencobaan.
4. Perbandingan dengan Ketidaksetiaan Israel di Padang Gurun
Dalam konteks Ibrani 3:14, penulis mengacu pada ketidaksetiaan bangsa Israel di padang gurun sebagai peringatan. Meskipun mereka telah melihat mukjizat dan tanda-tanda dari Allah, mereka tetap memberontak dan tidak mempercayai janji Allah. Dalam Mazmur 95:10-11, Allah menyatakan murka-Nya terhadap generasi itu dan bersumpah bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam perhentian-Nya.
Leon Morris dalam The Expositor's Bible Commentary menjelaskan bahwa ketidaksetiaan Israel adalah contoh tragis dari iman yang tidak bertahan. Menurut Morris, penulis surat Ibrani menggunakan kisah ini untuk menekankan pentingnya menjaga hati tetap lembut dan taat kepada Allah.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa pemberontakan Israel di padang gurun menunjukkan betapa seriusnya dosa ketidakpercayaan. Sproul menambahkan bahwa dosa ini tidak hanya membawa konsekuensi fisik tetapi juga rohani, yaitu kehilangan persekutuan dengan Allah.
5. Kehidupan Kristen sebagai Perjalanan yang Berkelanjutan
Ibrani 3:14 menggambarkan kehidupan Kristen sebagai perjalanan yang membutuhkan ketekunan. Ini berarti kita dipanggil untuk terus bertumbuh dalam iman, menjaga hubungan yang erat dengan Kristus, dan tidak membiarkan diri kita terhanyut oleh godaan dunia. Dalam Filipi 3:14, Paulus menulis, “dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”
Timothy Keller dalam The Meaning of Marriage menjelaskan bahwa ketekunan iman adalah proses yang melibatkan komunitas iman. Keller menekankan pentingnya saling mendukung dalam tubuh Kristus untuk menjaga ketekunan dalam iman.
Henri Nouwen dalam The Return of the Prodigal Son mengajarkan bahwa kehidupan Kristen adalah panggilan untuk terus kembali kepada kasih Allah. Menurut Nouwen, ketekunan iman adalah hasil dari hidup dalam kesadaran akan kasih Allah yang memelihara dan menopang kita.
6. Relevansi Ibrani 3:14 bagi Kehidupan Kristen Masa Kini
Ibrani 3:14 memberikan pelajaran penting bagi kehidupan Kristen masa kini, terutama di tengah tantangan dan tekanan dunia modern. Ketika iman kita diuji oleh pencobaan, penderitaan, atau penganiayaan, kita diingatkan untuk terus berpegang pada keyakinan yang kita miliki sejak awal.
John Piper dalam Desiring God menyebutkan bahwa ketekunan iman adalah cara kita menunjukkan bahwa Kristus adalah harta terbesar dalam hidup kita. Piper menekankan bahwa hidup dalam ketekunan iman berarti menjadikan Kristus sebagai pusat dari segala aspek kehidupan kita.
Dallas Willard dalam The Spirit of the Disciplines menjelaskan bahwa ketekunan iman dapat diperkuat melalui disiplin rohani seperti doa, membaca Alkitab, dan persekutuan dengan sesama orang percaya. Willard menyebutkan bahwa disiplin ini membantu kita untuk tetap fokus pada Kristus dan bertahan dalam iman.
7. Tantangan dan Janji dalam Ketekunan Iman
Meskipun ketekunan iman menghadirkan tantangan, Allah memberi kita janji bahwa Dia akan menyertai kita dan memampukan kita untuk bertahan. Dalam Yohanes 10:28, Yesus berkata, “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya; seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.”
Jürgen Moltmann dalam Theology of Hope menekankan bahwa pengharapan akan janji Allah memberikan kekuatan untuk bertahan dalam iman. Moltmann menjelaskan bahwa pengharapan ini memungkinkan orang percaya untuk menghadapi tantangan dengan keyakinan bahwa Allah adalah setia.
N.T. Wright dalam Simply Christian menyatakan bahwa ketekunan iman adalah tanggapan terhadap karya Roh Kudus yang terus bekerja di dalam kita. Wright menambahkan bahwa ketekunan ini tidak hanya membawa kita kepada tujuan akhir tetapi juga memberikan damai sejahtera di tengah perjalanan.
Kesimpulan
Ibrani 3:14 mengajarkan bahwa kondisi kehidupan yang berkelanjutan di dalam Kristus bergantung pada ketekunan iman. Menjadi teman Kristus adalah panggilan untuk hidup dalam hubungan yang intim dan terus-menerus dengan-Nya, menjaga iman kita tetap teguh sampai akhir. Ayat ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menghindari ketidakpercayaan seperti yang ditunjukkan oleh bangsa Israel di padang gurun.
Para teolog seperti John Stott, R.C. Sproul, dan John Calvin menekankan bahwa ketekunan iman adalah bukti dari iman sejati dan hasil dari karya Allah di dalam hati kita. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan kepada Kristus, menjadikan-Nya pusat dari hidup kita, dan terus bertumbuh dalam iman.
Dengan memahami dan menerapkan pelajaran dari Ibrani 3:14, kita dapat menjalani kehidupan Kristen yang berakar dalam kasih Allah, dipenuhi dengan pengharapan, dan memuliakan Kristus dalam segala hal yang kita lakukan. Ketekunan iman bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi tentang menjalani perjalanan bersama Kristus dengan keyakinan yang teguh.