Yohanes 5:1-9: Yesus Menyembuhkan Orang Lumpuh pada Hari Sabat
Pendahuluan:
Perikop dalam Yohanes 5:1-9 menceritakan kisah tentang Yesus yang menyembuhkan seorang pria yang telah lumpuh selama 38 tahun di dekat kolam Betesda. Penyembuhan ini tidak hanya menunjukkan kuasa Yesus sebagai penyembuh tetapi juga menjadi bahan perdebatan di antara pemimpin agama Yahudi karena dilakukan pada hari Sabat. Melalui tindakan ini, Yesus tidak hanya menunjukkan belas kasihan tetapi juga mengungkapkan maksud ilahi dan pemahaman yang lebih dalam tentang Sabat serta hubungan-Nya dengan Allah Bapa.Artikel ini akan mengkaji makna dan implikasi dari peristiwa penyembuhan di kolam Betesda dengan perspektif teologis dari beberapa pakar. Dengan memahami konteks, latar belakang, dan signifikansi penyembuhan ini, kita dapat menangkap pelajaran berharga tentang kasih, otoritas Yesus, dan interpretasi Sabat dalam kehidupan orang percaya.
Teks Yohanes 5:1-9
Berikut adalah teks dari Yohanes 5:1-9:
"Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang, dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turunlah malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: ‘Maukah engkau sembuh?’ Jawab orang sakit itu kepada-Nya: ‘Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.’ Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan.”
1. Konteks dan Latar Belakang Kolam Betesda
Kolam Betesda, yang terletak di dekat Gerbang Domba di Yerusalem, adalah tempat berkumpulnya orang-orang sakit yang percaya pada kemampuan penyembuhan kolam tersebut ketika airnya terguncang. Mereka percaya bahwa seorang malaikat turun dan mengguncang air, dan siapa pun yang masuk pertama kali akan sembuh dari penyakitnya. Di tempat inilah Yesus menemukan seorang pria yang telah menderita lumpuh selama 38 tahun.
William Barclay dalam The Daily Study Bible menjelaskan bahwa Betesda adalah tempat yang dianggap memiliki sifat penyembuhan karena kepercayaan masyarakat pada intervensi ilahi. Menurut Barclay, tempat ini menjadi simbol harapan dan keputusasaan, karena banyak orang berbaring di sana, berharap mendapatkan kesembuhan.
Leon Morris dalam The Gospel According to John menambahkan bahwa keberadaan kolam Betesda memperlihatkan pencarian manusia akan kesembuhan dan keajaiban di luar bantuan medis. Peristiwa ini, menurut Morris, menunjukkan bagaimana Yesus hadir di tengah keputusasaan manusia, menawarkan kuasa penyembuhan-Nya dan menunjukkan bahwa keselamatan sejati hanya dapat ditemukan dalam Dia.
2. “Maukah Engkau Sembuh?”: Pertanyaan Yesus yang Menggugah
Yesus mendekati pria yang telah lama menderita ini dan bertanya, "Maukah engkau sembuh?" Ini adalah pertanyaan yang tampak sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Melalui pertanyaan ini, Yesus mendorong pria tersebut untuk menyadari kondisi dan kebutuhan rohaninya, bukan hanya keinginan fisiknya. Yesus tidak memulai dengan mukjizat langsung tetapi memberi kesempatan kepada pria itu untuk mengekspresikan harapannya.
John Stott dalam Basic Christianity menjelaskan bahwa pertanyaan Yesus menunjukkan kasih dan pengertian yang dalam terhadap kebutuhan manusia. Stott menegaskan bahwa Yesus selalu menghargai kehendak bebas manusia dan bertindak sesuai dengan respon dari orang yang membutuhkan-Nya. Pertanyaan “Maukah engkau sembuh?” adalah bentuk dari panggilan Yesus agar pria tersebut menyadari kebutuhan terdalamnya dan merespons dengan iman.
N.T. Wright dalam Jesus and the Victory of God menambahkan bahwa Yesus selalu melihat lebih jauh dari sekadar masalah fisik. Melalui pertanyaan ini, Yesus menantang pria tersebut untuk mengakui kebutuhannya akan sesuatu yang lebih dari sekadar mukjizat fisik; Ia mendorong pria itu untuk melihat kepada Sang Penyembuh, bukan hanya kepada penyembuhan.
3. Penyembuhan pada Hari Sabat: Yesus sebagai Tuhan atas Sabat
Yesus menyembuhkan pria tersebut pada hari Sabat, yang kemudian memicu kontroversi dengan para pemimpin Yahudi yang melihat tindakan itu sebagai pelanggaran hukum Sabat. Namun, dalam tindakan ini, Yesus menunjukkan bahwa belas kasihan dan kebaikan Allah tidak terbatas pada aturan manusia. Dengan menyembuhkan pada hari Sabat, Yesus menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengatasi peraturan tradisional yang sering kali diterapkan dengan kaku.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menyebutkan bahwa Yesus dengan sengaja menyembuhkan pada hari Sabat untuk menantang pemahaman sempit tentang hukum Sabat yang dianut oleh para pemimpin agama pada masa itu. Menurut Sproul, Yesus ingin menegaskan bahwa Sabat adalah hari untuk menunjukkan kasih dan belas kasihan Allah, bukan untuk membebani manusia dengan aturan-aturan yang menghambat kebutuhan mereka yang paling mendasar.
John MacArthur dalam The MacArthur New Testament Commentary juga mencatat bahwa Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan bahwa Dia adalah Tuhan atas Sabat, yang berarti Dia memiliki otoritas penuh untuk menentukan bagaimana hukum Sabat seharusnya dipahami. Dengan menyembuhkan pada hari Sabat, Yesus menunjukkan bahwa Sabat bukanlah sekadar aturan kaku, melainkan hari untuk mengalami kasih dan kuasa Allah.
4. Kuasa Yesus untuk Menyembuhkan: Bukti Mesias yang Dijanjikan
Saat Yesus berkata, “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah,” pria itu langsung sembuh dan melakukan apa yang diperintahkan Yesus. Penyembuhan ini adalah bukti dari kuasa ilahi Yesus yang bukan hanya mampu menyembuhkan secara fisik tetapi juga memberikan kebebasan dan harapan baru. Dalam tindakan ini, Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Mesias yang membawa pembebasan bagi mereka yang tertindas.
Charles Spurgeon dalam salah satu khotbahnya mengungkapkan bahwa penyembuhan yang Yesus lakukan bukan hanya sekadar mukjizat fisik tetapi juga menunjukkan kuasa Allah atas segala sesuatu. Spurgeon menekankan bahwa Yesus tidak hanya mengatasi penyakit fisik tetapi juga memberikan harapan bagi mereka yang telah lama hidup dalam kesulitan dan ketidakberdayaan.
A.W. Tozer dalam The Pursuit of God menekankan bahwa mukjizat Yesus adalah tanda dari otoritas-Nya yang ilahi dan tujuan-Nya untuk memulihkan ciptaan Allah. Menurut Tozer, Yesus datang untuk membawa pemulihan dalam setiap aspek kehidupan manusia, baik fisik, emosional, maupun spiritual, sehingga manusia dapat kembali kepada kehendak Allah.
5. Respons Pria yang Disembuhkan dan Pengajaran bagi Gereja
Setelah disembuhkan, pria tersebut melakukan apa yang Yesus perintahkan dengan mengangkat tilamnya dan berjalan. Ini adalah bentuk ketaatan pada perintah Yesus dan bukti dari iman yang aktif. Kisah ini mengajarkan kepada gereja tentang pentingnya merespons tindakan kasih Allah dengan ketaatan dan kesaksian hidup.
Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship menekankan bahwa iman sejati harus selalu diikuti dengan tindakan ketaatan. Bonhoeffer menjelaskan bahwa pria yang disembuhkan ini tidak hanya menerima mukjizat tetapi juga memenuhi perintah Yesus dengan melakukan apa yang diminta-Nya. Ini adalah teladan bagi setiap orang percaya untuk menanggapi anugerah Allah dengan hidup yang taat.
John Piper dalam Desiring God menekankan bahwa mukjizat penyembuhan ini adalah pengingat bagi umat percaya untuk selalu merespons kasih karunia Allah dengan kehidupan yang memuliakan-Nya. Piper menjelaskan bahwa setiap anugerah yang diberikan Allah, termasuk kesembuhan, adalah kesempatan bagi kita untuk memberikan kesaksian dan hidup sesuai dengan panggilan Tuhan.
6. Makna Sabat yang Sesungguhnya: Penyembuhan dan Pembebasan
Dengan menyembuhkan pria tersebut pada hari Sabat, Yesus mengajarkan bahwa inti dari Sabat adalah pembebasan dan pemulihan. Sabat bukanlah sekadar aturan hari istirahat, tetapi juga momen untuk mengalami kehadiran dan kebaikan Allah. Yesus menunjukkan bahwa belas kasihan dan pemulihan adalah inti dari Sabat yang sejati.
N.T. Wright menekankan bahwa Sabat adalah kesempatan untuk mengalami pemulihan dan pembebasan dalam hadirat Allah. Melalui tindakan Yesus ini, Wright menjelaskan bahwa Sabat seharusnya menjadi waktu di mana kita diingatkan akan kasih dan kehadiran Allah yang memulihkan dan memberi harapan.
Timothy Keller dalam Jesus the King mengajarkan bahwa Yesus mengembalikan makna Sabat kepada tujuan awalnya sebagai waktu untuk mengalami anugerah Allah. Sabat adalah hari untuk merasakan sukacita dalam Tuhan dan mengalami pemulihan sejati yang hanya datang dari-Nya.
Kesimpulan
Yohanes 5:1-9 menunjukkan kuasa penyembuhan Yesus, otoritas-Nya atas Sabat, dan belas kasihan-Nya bagi mereka yang terpinggirkan dan putus asa. Melalui tindakan penyembuhan pada hari Sabat, Yesus mengajarkan bahwa kasih dan pemulihan Allah lebih tinggi daripada aturan manusia. Ia juga menunjukkan bahwa iman sejati memerlukan respons aktif dalam bentuk ketaatan.
Para teolog seperti William Barclay, John Stott, dan R.C. Sproul menekankan bahwa tindakan Yesus ini mengungkapkan bahwa Sabat adalah tentang pemulihan, bukan pembatasan. Sebagai orang percaya, kita diundang untuk menanggapi anugerah Tuhan dengan hidup yang penuh ketaatan dan bersyukur, menjadi saksi bagi dunia tentang kasih dan kuasa pemulihan dari Yesus Kristus.
Semoga kisah penyembuhan ini menginspirasi kita untuk menghargai anugerah Sabat, memahami bahwa Yesus adalah Tuhan atas Sabat, dan merespons kasih Allah dengan hidup yang memuliakan-Nya.