Kematian Kristus: Fondasi Perjanjian Baru (Ibrani 9:16-17)

Kematian Kristus: Fondasi Perjanjian Baru (Ibrani 9:16-17)
 Pendahuluan:

Ibrani 9:16-17 menyoroti aspek penting dari karya penebusan Kristus: kematian-Nya sebagai dasar bagi penggenapan Perjanjian Baru. Ayat ini menunjukkan bahwa perjanjian yang baru, yang dijanjikan Allah, memerlukan kematian sebagai syarat untuk diberlakukan. Penulis Ibrani menggunakan metafora wasiat atau testamen, yang hanya berlaku setelah kematian sang pewaris, untuk menjelaskan mengapa kematian Kristus adalah langkah yang tak terelakkan dalam rencana keselamatan.

Ayat ini berbunyi: “Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. Karena wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati; sebab ia tidak pernah berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup.”

Artikel ini akan membahas Ibrani 9:16-17 secara mendalam dengan melihat konteks ayat ini, menganalisis maknanya dalam terang Perjanjian Baru, mengeksplorasi pandangan para pakar teologi, serta mengaitkannya dengan relevansi praktis bagi kehidupan orang percaya.

Konteks Ibrani 9:16-17

1. Latar Belakang Surat Ibrani

Surat Ibrani ditulis untuk komunitas Kristen Yahudi yang menghadapi tekanan untuk kembali ke Yudaisme. Penulis surat ini berusaha menunjukkan supremasi Kristus atas sistem keimaman, hukum Taurat, dan korban dalam Perjanjian Lama.

Pasal 9 berfokus pada kontrastasi antara ibadah di kemah suci duniawi dalam Perjanjian Lama dengan pelayanan Kristus sebagai Imam Besar di tempat kudus surgawi. Dalam ayat 16-17, penulis mengaitkan kematian Kristus dengan pemberlakuan Perjanjian Baru, menunjukkan bahwa kematian adalah syarat mutlak untuk merealisasikan janji-janji Allah.

2. Tema Utama Ibrani 9:16-17

Ayat ini menekankan bahwa:

  1. Perjanjian Baru, seperti sebuah wasiat, memerlukan kematian untuk diberlakukan.
  2. Kematian Kristus menjadi momen krusial untuk mengesahkan Perjanjian Baru, yang membawa pengampunan dosa dan keselamatan kekal.

Analisis Ayat Ibrani 9:16-17

1. “Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu” (Ibrani 9:16)

Penulis menggunakan metafora wasiat (testamen) untuk menjelaskan hubungan antara kematian dan pemberlakuan Perjanjian Baru. Wasiat hanya berlaku ketika sang pewaris telah meninggal, sehingga kematian menjadi syarat mutlak untuk melaksanakan isi wasiat tersebut.

Pandangan Teologis:

  • Leon Morris menjelaskan bahwa istilah Yunani diatheke yang diterjemahkan sebagai “wasiat” juga dapat berarti “perjanjian.” Dalam konteks ini, penulis memanfaatkan arti “wasiat” untuk menegaskan bahwa kematian Kristus adalah syarat untuk mengesahkan Perjanjian Baru.
  • F.F. Bruce menambahkan bahwa penggunaan metafora ini menunjukkan bahwa janji-janji Allah dalam Perjanjian Baru hanya dapat diwujudkan melalui kematian Yesus, Sang Pewaris.

Makna Teologis:
Kematian Kristus adalah elemen penting dalam rencana keselamatan Allah. Tanpa kematian-Nya, janji-janji Perjanjian Baru, seperti pengampunan dosa dan kehidupan kekal, tidak dapat diwujudkan.

2. “Karena wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati” (Ibrani 9:17a)

Penulis menegaskan bahwa sebuah wasiat hanya berlaku setelah kematian pembuatnya. Dengan kata lain, Perjanjian Baru tidak dapat diberlakukan tanpa pengorbanan Kristus di kayu salib.

Pandangan Teologis:

  • John Stott dalam The Cross of Christ menyatakan bahwa kematian Kristus bukan hanya tanda kasih Allah, tetapi juga kebutuhan legal untuk memenuhi tuntutan keadilan Allah. Wasiat, seperti Perjanjian Baru, menjadi sah hanya melalui kematian-Nya.
  • R.C. Sproul menekankan bahwa kematian Kristus adalah inti dari Injil. Tanpa kematian ini, Perjanjian Baru tidak akan memiliki kekuatan hukum atau rohani.

Makna Teologis:
Kematian Kristus mengesahkan Perjanjian Baru, menjadikannya dasar untuk pengampunan dosa dan rekonsiliasi manusia dengan Allah.

3. “Sebab ia tidak pernah berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup” (Ibrani 9:17b)

Penulis menekankan bahwa selama pembuat wasiat masih hidup, wasiat tersebut tidak memiliki kekuatan atau efek apa pun. Hal ini menggarisbawahi pentingnya kematian Kristus dalam mewujudkan Perjanjian Baru.

Pandangan Teologis:

  • William Lane mencatat bahwa frase ini menegaskan sifat final dari kematian Kristus. Kematian-Nya adalah momen yang mengubah segalanya, membawa umat manusia ke dalam hubungan baru dengan Allah.
  • Andrew Murray menulis bahwa kematian Kristus tidak hanya membuka jalan bagi pengampunan, tetapi juga memberikan akses kepada Allah dalam perjanjian yang penuh kasih karunia.

Makna Teologis:
Ayat ini menunjukkan bahwa kematian Kristus adalah syarat mutlak untuk menggenapi janji keselamatan Allah. Tanpa itu, hubungan baru dengan Allah tidak mungkin terjadi.

Makna Teologis Ibrani 9:16-17

1. Kematian sebagai Syarat Perjanjian Baru

Ibrani 9:16-17 menunjukkan bahwa kematian Kristus adalah syarat esensial untuk mengesahkan Perjanjian Baru. Seperti sebuah wasiat yang hanya berlaku setelah kematian pembuatnya, Perjanjian Baru hanya dapat diberlakukan melalui darah Yesus.

Dalam Matius 26:28, Yesus berkata:“Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”

2. Pemenuhan Janji Allah melalui Kristus

Kematian Kristus menggenapi janji-janji Allah yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Sebagai pengantara Perjanjian Baru, Kristus membawa pengampunan dosa, kehidupan kekal, dan akses kepada Allah.

Dalam Yeremia 31:31-34, Allah berjanji tentang Perjanjian Baru:“Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda...”

3. Kematian Kristus sebagai Tindakan Rekonsiliasi

Kematian Kristus tidak hanya mengesahkan Perjanjian Baru tetapi juga merekonsiliasi manusia dengan Allah. Melalui pengorbanan-Nya, dosa dihapuskan, dan hubungan yang rusak dipulihkan.

Dalam Kolose 1:20, Paulus menulis:“...dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.”

Relevansi Ibrani 9:16-17 bagi Kehidupan Kristen

1. Mengandalkan Darah Kristus untuk Pengampunan

Sebagai orang percaya, kita diundang untuk mengandalkan darah Kristus sebagai dasar pengampunan dosa kita.

Aplikasi:

  • Jangan mencari pengampunan melalui usaha manusia, tetapi percayalah pada karya Kristus yang sempurna di kayu salib.
  • Bersyukurlah kepada Allah setiap hari atas pengorbanan Yesus yang membawa Anda kepada-Nya.

2. Menghidupi Janji Perjanjian Baru

Perjanjian Baru memberikan akses kepada Allah, pengampunan dosa, dan janji kehidupan kekal. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam realitas janji ini.

Aplikasi:

  • Jalani hidup Anda dengan keyakinan bahwa dosa Anda telah diampuni.
  • Bertekunlah dalam pengharapan akan hidup kekal bersama Allah.

3. Memberitakan Kabar Baik tentang Salib Kristus

Kematian Kristus adalah inti dari Injil. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memberitakan kabar baik ini kepada dunia.

Aplikasi:

  • Bagikan Injil kepada orang-orang di sekitar Anda, menekankan kasih Allah yang dinyatakan melalui salib Kristus.
  • Jadikan pengorbanan Kristus sebagai inti dari kesaksian Anda.

Kesimpulan

Ibrani 9:16-17 menegaskan bahwa kematian Kristus adalah syarat mutlak untuk pemberlakuan Perjanjian Baru. Seperti sebuah wasiat yang hanya berlaku setelah kematian pembuatnya, Perjanjian Baru hanya dapat diaktifkan melalui darah Yesus yang dicurahkan di kayu salib.

Baca Juga: Darah Kristus dan Korban Perjanjian Lama: Ibrani 9:13-15

Melalui kematian-Nya, Kristus memenuhi janji Allah, membawa pengampunan dosa, dan membuka jalan menuju hidup kekal. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengandalkan darah Kristus, hidup dalam janji Perjanjian Baru, dan memberitakan kabar baik tentang salib kepada dunia. “Karena wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati.” (Ibrani 9:17).

Next Post Previous Post