Pandangan Alkitab tentang Kekerasan dan Damai

Pendahuluan:

Kekerasan dan damai adalah dua tema besar yang saling bertolak belakang, namun keduanya sering muncul dalam narasi Alkitab. Dari kisah Kain yang membunuh Habel hingga pesan Kristus sebagai "Raja Damai," Alkitab memberikan pandangan yang kaya dan kompleks tentang bagaimana umat manusia harus menghadapi kekerasan dan hidup dalam damai. Dalam tradisi teologi Reformed, tema kekerasan dan damai dipahami dalam konteks hubungan Allah dengan manusia, kejatuhan manusia 
dalam dosa, dan rencana penebusan Allah melalui Kristus.

Pandangan Alkitab tentang Kekerasan dan Damai
Artikel ini akan mengupas pandangan Alkitab tentang kekerasan dan damai, dengan mengacu pada Alkitab dan wawasan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Cornelius Plantinga, dan Martyn Lloyd-Jones. Kajian ini akan menguraikan bagaimana Alkitab memandang asal-usul kekerasan, panggilan untuk hidup dalam damai, serta peran umat Kristen dalam membawa damai di dunia yang penuh konflik.

1. Kekerasan dalam Alkitab: Sebuah Akibat dari Kejatuhan

Kekerasan Dimulai dengan Dosa

Alkitab mengidentifikasi kekerasan sebagai akibat langsung dari dosa manusia. Kisah pertama tentang kekerasan muncul dalam Kejadian 4:8, ketika Kain membunuh Habel. Tindakan ini bukan hanya sebuah kejahatan interpersonal, tetapi juga refleksi dari hati manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.

Cornelius Plantinga dalam bukunya Not the Way It’s Supposed to Be menjelaskan bahwa dosa menciptakan kekacauan dalam hubungan manusia, termasuk kekerasan. Dia menulis:"Dosa tidak hanya memisahkan manusia dari Allah, tetapi juga dari sesamanya, menghasilkan konflik, iri hati, dan kekerasan."

Dosa dan Kekerasan di Dunia

Alkitab sering menggambarkan dunia yang penuh dengan kekerasan sebagai hasil dari kejatuhan manusia. Dalam Kejadian 6:11, sebelum air bah, dinyatakan:"Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan."

John Calvin menafsirkan bahwa kekerasan ini adalah tanda dari penolakan manusia terhadap hukum Allah. Dalam Institutes of the Christian Religion, dia menulis:"Ketika manusia meninggalkan hukum Allah, kekerasan menjadi alat utama untuk memenuhi keinginan mereka yang rusak."

2. Hukum Allah dan Larangan Kekerasan

Perintah Keenam: Jangan Membunuh

Larangan terhadap kekerasan dinyatakan dengan tegas dalam Hukum Taurat, khususnya dalam perintah keenam: "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13). Perintah ini melarang tindakan mengambil nyawa secara tidak sah, yang mencerminkan penghormatan terhadap kehidupan sebagai anugerah Allah.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa perintah ini tidak hanya melarang pembunuhan fisik tetapi juga mencakup penghormatan terhadap martabat manusia. Dia menulis:
"Hidup manusia adalah sakral karena diciptakan menurut gambar Allah, dan segala bentuk kekerasan yang merendahkan kehidupan manusia adalah pelanggaran terhadap hukum Allah."

Hukum Kasih

Yesus memperluas larangan terhadap kekerasan dengan hukum kasih. Dalam Matius 5:21-22, Dia berkata bahwa kemarahan terhadap sesama sudah setara dengan pembunuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga pada sikap hati yang penuh kebencian.

3. Kristus sebagai Raja Damai

Panggilan untuk Hidup dalam Damai

Alkitab dengan tegas memanggil umat percaya untuk hidup dalam damai. Dalam Matius 5:9, Yesus berkata:"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah."

Kristus sendiri disebut sebagai "Raja Damai" (Yesaya 9:5-6) yang datang untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Martyn Lloyd-Jones dalam Studies in the Sermon on the Mount menekankan bahwa membawa damai adalah panggilan aktif untuk mengatasi konflik dan menciptakan harmoni. Dia menulis:"Seorang pembawa damai adalah seseorang yang, melalui kasih karunia Allah, membawa rekonsiliasi di mana ada permusuhan."

Kristus Mengalahkan Kekerasan

Di kayu salib, Kristus mengalahkan kekerasan terbesar—kematian dan dosa—dengan menyerahkan diri-Nya sebagai korban yang sempurna. Dalam 1 Petrus 2:23, kita membaca:"Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkan diri-Nya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil."

4. Damai sebagai Buah Roh Kudus

Hidup dalam damai adalah salah satu buah Roh Kudus. Dalam Galatia 5:22-23, Paulus menyebut damai sebagai hasil dari hubungan yang hidup dengan Allah. Damai yang diberikan oleh Roh Kudus bukan hanya damai yang pasif tetapi juga aktif, yang membawa ketenangan di tengah dunia yang penuh konflik.

Herman Bavinck menjelaskan bahwa damai adalah bukti dari kerajaan Allah yang bekerja di tengah dunia. Dia menulis:"Damai bukan hanya ketiadaan konflik, tetapi keadaan di mana semua hal berada dalam harmoni dengan kehendak Allah."

5. Kekerasan yang Diizinkan dalam Konteks Alkitab

Perang dalam Perjanjian Lama

Meskipun Alkitab melarang kekerasan, ada situasi tertentu di mana Allah mengizinkan perang, terutama dalam konteks penghukuman terhadap dosa. Contohnya adalah perang yang diperintahkan Allah kepada Israel dalam Yosua 6. Dalam konteks ini, perang dilihat sebagai alat penghakiman Allah terhadap bangsa-bangsa yang jahat.

John Calvin memahami perang ini sebagai bagian dari kedaulatan Allah yang adil. Namun, dia juga menekankan bahwa kekerasan ini tidak boleh diartikan sebagai pembenaran untuk perang yang diprakarsai oleh manusia tanpa kehendak Allah.

Konteks Pemerintahan

Dalam Roma 13:4, Paulus mengakui bahwa pemerintah memiliki kuasa untuk menggunakan kekerasan dalam menegakkan keadilan:"Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang."

Martyn Lloyd-Jones menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari mandat Allah untuk menahan kejahatan di dunia yang telah jatuh. Namun, kekuasaan ini harus digunakan dengan bijaksana dan sesuai dengan kehendak Allah.

6. Kekerasan dan Damai dalam Kehidupan Kristen

Mengatasi Kebencian dengan Kasih

Orang percaya dipanggil untuk merespons kekerasan dengan kasih, bukan balas dendam. Dalam Roma 12:17-21, Paulus berkata:"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan... Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan."

Cornelius Plantinga menekankan bahwa kasih yang melawan kebencian adalah kekuatan transformatif yang hanya mungkin melalui kasih karunia Allah. Dia menulis:"Mengasihi musuh adalah tindakan radikal yang mencerminkan kasih Allah sendiri yang mencintai kita ketika kita masih berdosa."

Menjadi Pembawa Damai

Yesus memanggil umat-Nya untuk menjadi pembawa damai. Dalam 2 Korintus 5:18-19, Paulus menjelaskan bahwa Allah telah memberikan pelayanan pendamaian kepada gereja. Ini berarti umat Kristen dipanggil untuk membawa rekonsiliasi di dunia yang terpecah oleh dosa.

7. Pengharapan Akan Damai yang Kekal

Damai di Kerajaan Allah

Alkitab mengajarkan bahwa damai yang sejati hanya akan terpenuhi sepenuhnya di kerajaan Allah yang akan datang. Dalam Wahyu 21:4, digambarkan bahwa segala penderitaan, termasuk kekerasan, akan dihapuskan:"Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita."

Herman Bavinck menjelaskan bahwa damai ini adalah penggenapan dari rencana Allah untuk memulihkan segala sesuatu kepada kehendak-Nya yang sempurna.

Kristus Sebagai Raja Damai

Kristus akan memerintah sebagai Raja Damai yang membawa keadilan dan kedamaian kekal. Yesaya 2:4 menggambarkan bahwa bangsa-bangsa akan mengubah pedang mereka menjadi mata bajak, dan tidak ada lagi peperangan. Ini adalah pengharapan akhir bagi umat percaya yang hidup di dunia yang penuh kekerasan.

Kesimpulan

Pandangan Alkitab tentang kekerasan dan damai mencerminkan kompleksitas hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya. Kekerasan adalah akibat dari dosa, sementara damai adalah panggilan dan tujuan Allah bagi ciptaan-Nya. Dalam tradisi Reformed, Kristus dipahami sebagai pusat dari rencana Allah untuk membawa damai, baik melalui penebusan di kayu salib maupun melalui pemerintahan-Nya di masa yang akan datang.

Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk hidup sebagai pembawa damai di dunia yang penuh konflik, sambil menantikan penggenapan damai Allah yang kekal. Karya Kristus memberikan dasar bagi kita untuk hidup dalam damai dengan Allah, sesama, dan diri sendiri. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post