Yohanes 10:31-33: Upaya Keenam Membunuh Yesus karena Mengaku sebagai Allah

Yohanes 10:31-33: Upaya Keenam Membunuh Yesus karena Mengaku sebagai Allah

Pengantar:

Yohanes 10:31-33 mencatat salah satu momen penting dalam pelayanan Yesus, di mana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya karena klaim-Nya sebagai Allah. Perikop ini adalah bagian dari narasi besar Injil Yohanes yang menekankan keilahian Yesus dan respons keras dari para pemimpin Yahudi terhadap klaim tersebut. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis ayat ini secara mendalam, berdasarkan pandangan para pakar teologi, untuk memahami maknanya secara historis, teologis, dan aplikatif bagi kehidupan Kristen.

Berikut adalah teks Yohanes 10:31-33 (AYT):Yohanes 10:31. Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus.Yohanes 10:32. Yesus menjawab mereka, “Aku telah menunjukkan banyak pekerjaan baik dari Bapa-Ku kepadamu. Untuk pekerjaan yang mana di antara pekerjaan-pekerjaan itu kamu mau melempari Aku?”Yohanes 10:33. Orang-orang Yahudi itu menjawab, “Kami tidak mau melempari Engkau karena pekerjaan baik, tetapi karena penghujatan. Sebab, Engkau, seorang manusia, menjadikan diri-Mu Allah.”

A. Konteks Yohanes 10:31-33

1. Latar Belakang Narasi

Perikop ini terjadi setelah Yesus dengan tegas menyatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30). Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari para pemimpin Yahudi, yang menganggap pernyataan tersebut sebagai penghujatan.

Craig Keener mencatat bahwa dalam tradisi Yahudi, klaim keilahian oleh seorang manusia dianggap penghujatan serius yang layak dihukum mati (Imamat 24:16). Dengan mengatakan bahwa Dia dan Bapa adalah satu, Yesus mengidentifikasi diri-Nya sebagai Allah, sesuatu yang tidak dapat diterima oleh para pemimpin Yahudi.

2. Tema Keilahian dalam Injil Yohanes

Injil Yohanes secara konsisten menekankan keilahian Yesus, dimulai dari prolognya: “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Yohanes 10:31-33 adalah salah satu dari banyak bagian di mana Yesus secara eksplisit atau implisit mengklaim keilahian-Nya.

Leon Morris mencatat bahwa Injil Yohanes tidak hanya menyatakan bahwa Yesus adalah Allah, tetapi juga menyoroti respons manusia terhadap klaim tersebut, termasuk penerimaan iman oleh sebagian dan penolakan oleh sebagian yang lain.

B. Analisis Yohanes 10:31-33

1. “Sekali Lagi Orang-Orang Yahudi Mengambil Batu” (Yohanes 10:31)

Ungkapan “sekali lagi” menunjukkan bahwa ini bukan pertama kalinya orang Yahudi mencoba membunuh Yesus. Sebelumnya, mereka telah berusaha untuk membunuh-Nya ketika Yesus menyembuhkan orang lumpuh pada hari Sabat (Yohanes 5:18) dan ketika Dia menyatakan diri-Nya sebagai “Aku adalah” (Yohanes 8:58-59).

D.A. Carson mencatat bahwa tindakan mengambil batu adalah respons spontan terhadap klaim Yesus. Ini menunjukkan bahwa mereka menganggap klaim Yesus sebagai penghujatan yang sangat serius, sehingga layak dihukum mati berdasarkan hukum Musa.

2. “Aku Telah Menunjukkan Banyak Pekerjaan Baik dari Bapa-Ku” (Yohanes 10:32)

Yesus menjawab mereka dengan mengingatkan tentang pekerjaan-pekerjaan baik yang telah Ia lakukan atas nama Bapa. Ini mencakup mukjizat-mukjizat-Nya yang menunjukkan belas kasihan Allah, seperti menyembuhkan orang sakit dan memberi makan orang lapar.

F.F. Bruce mencatat bahwa pernyataan Yesus ini adalah upaya untuk mengungkap ketidaklogisan tindakan mereka. Mereka mengabaikan bukti pekerjaan ilahi-Nya dan justru fokus pada pernyataan-Nya yang mereka anggap sebagai penghujatan.

3. “Kami Tidak Mau Melempari Engkau Karena Pekerjaan Baik” (Yohanes 10:33)

Orang-orang Yahudi menjawab bahwa alasan mereka ingin membunuh Yesus bukan karena pekerjaan baik-Nya, tetapi karena klaim-Nya sebagai Allah. Dengan kata lain, mereka memahami bahwa Yesus mengidentifikasi diri-Nya sebagai Allah, dan ini bagi mereka adalah penghujatan.

Andreas Köstenberger menegaskan bahwa respons orang Yahudi ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar memahami klaim Yesus. Klaim Yesus bukan hanya kesatuan kehendak dengan Allah, tetapi kesatuan esensi, yang menjadikan-Nya setara dengan Allah.

C. Makna Teologis Yohanes 10:31-33

1. Keilahian Yesus yang Tak Terbantahkan

Pernyataan Yesus dalam Yohanes 10:30-33 secara tegas menegaskan keilahian-Nya. Dengan mengatakan bahwa Dia dan Bapa adalah satu, Yesus menyatakan kesatuan esensi dan kehendak dengan Allah.

Leon Morris mencatat bahwa klaim ini adalah pusat dari iman Kristen. Jika Yesus bukan Allah, maka iman Kristen kehilangan dasar teologisnya. Klaim keilahian Yesus adalah landasan bagi doktrin keselamatan, karena hanya Allah yang dapat menyelamatkan manusia dari dosa.

2. Penolakan terhadap Yesus sebagai Allah

Respons orang Yahudi menunjukkan bahwa mereka tidak dapat menerima Yesus sebagai Allah. Penolakan ini mencerminkan hati manusia yang keras terhadap kebenaran Allah.

R.C. Sproul mencatat bahwa penolakan terhadap keilahian Yesus sering kali disebabkan oleh ketidaksediaan untuk tunduk kepada otoritas Allah. Orang Yahudi tidak hanya menolak klaim Yesus, tetapi juga menolak misi penyelamatan yang diemban-Nya.

3. Bukti Keilahian melalui Pekerjaan Yesus

Yesus menunjukkan bahwa pekerjaan-Nya adalah bukti keilahian-Nya. Mukjizat-mukjizat-Nya bukan hanya tanda kuasa, tetapi juga manifestasi kasih Allah kepada manusia.

John MacArthur mencatat bahwa pekerjaan Yesus menunjukkan karakter Allah yang penuh belas kasihan. Mukjizat-mukjizat-Nya, seperti menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati, adalah bukti nyata bahwa Dia adalah Allah yang peduli terhadap kebutuhan manusia.

D. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai Yohanes 10:31-33: Upaya Keenam Membunuh Yesus karena Mengaku sebagai Allah

Perikop ini memperlihatkan reaksi keras orang Yahudi terhadap klaim keilahian Yesus. Mereka tidak salah memahami pernyataan-Nya; mereka mengerti bahwa Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Allah. Namun, kebutaan rohani dan kekerasan hati mereka membuat mereka menolak kebenaran ini. Dalam tradisi teologi Reformed, bagian ini sering dipahami sebagai bukti keilahian Kristus, kebencian manusia terhadap terang Allah, dan penggenapan rencana keselamatan Allah di tengah penolakan. Berikut adalah pandangan beberapa pakar teologi Reformed mengenai Yohanes 10:31-33.

1. John Calvin: Kekerasan Hati Manusia terhadap Terang Allah

John Calvin menyoroti bahwa Yohanes 10:31-33 menunjukkan sejauh mana kebutaan dan kebencian manusia terhadap terang Allah. Orang-orang Yahudi, yang telah menyaksikan mukjizat dan mendengar ajaran Yesus, menolak untuk percaya kepada-Nya meskipun bukti-bukti keilahian-Nya sudah sangat jelas.

Calvin mencatat bahwa tindakan orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus adalah ungkapan dari kekerasan hati mereka yang mendalam. Mereka tidak dapat menerima klaim Yesus tentang kesatuan-Nya dengan Bapa karena natur dosa membuat mereka memusuhi Allah. Dalam pandangan Calvin, ini adalah pengingat bahwa iman kepada Kristus bukanlah hasil usaha manusia, tetapi anugerah Allah yang bekerja melalui Roh Kudus.

2. R.C. Sproul: Klaim Keilahian yang Tidak Dapat Disangkal

R.C. Sproul menekankan bahwa Yohanes 10:31-33 adalah salah satu teks yang paling jelas tentang klaim keilahian Yesus. Ketika Yesus berkata bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yohanes 10:30), orang-orang Yahudi memahami bahwa Ia mengklaim diri-Nya sebagai Allah, itulah sebabnya mereka menuduh-Nya menghujat Allah.

Sproul mencatat bahwa respons Yesus terhadap mereka menunjukkan bahwa pekerjaan-pekerjaan baik-Nya, termasuk mukjizat, adalah bukti dari siapa diri-Nya. Namun, Sproul menekankan bahwa kebutaan rohani orang Yahudi membuat mereka tidak dapat melihat kebenaran ini. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa tanpa karya Roh Kudus, manusia tidak mampu mengenali keilahian Kristus.

3. Herman Bavinck: Penolakan terhadap Kristus sebagai Penggenapan Nubuat

Herman Bavinck melihat Yohanes 10:31-33 sebagai penggenapan dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang bagaimana Mesias akan ditolak oleh umat-Nya sendiri. Bavinck mencatat bahwa tindakan orang Yahudi yang berusaha membunuh Yesus adalah bukti bahwa hati manusia yang berdosa secara alami memusuhi Allah.

Bavinck juga menekankan bahwa klaim keilahian Yesus dalam perikop ini tidak dapat disangkal. Orang-orang Yahudi memahami klaim-Nya dengan benar, tetapi mereka memilih untuk menolak-Nya karena mereka tidak mau tunduk kepada otoritas Allah yang dinyatakan melalui Kristus. Dalam pandangannya, ini menunjukkan pentingnya anugerah Allah dalam membawa manusia kepada iman yang sejati.

4. Charles Hodge: Bukti Kekerasan Hati Manusia

Charles Hodge menyoroti bahwa Yohanes 10:31-33 adalah bukti dari kekerasan hati manusia terhadap Allah. Ia mencatat bahwa meskipun Yesus telah menunjukkan bukti yang cukup melalui pekerjaan-pekerjaan baik-Nya, orang-orang Yahudi tetap memilih untuk menolak-Nya dan menuduh-Nya menghujat Allah.

Hodge mencatat bahwa tindakan mereka adalah ekspresi dari natur dosa yang membutakan manusia terhadap kebenaran. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa iman adalah anugerah Allah yang membangkitkan hati manusia untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

5. Michael Horton: Konfrontasi antara Terang dan Gelap

Michael Horton melihat Yohanes 10:31-33 sebagai momen penting dalam konfrontasi antara terang dan gelap. Horton mencatat bahwa Yesus, sebagai Terang dunia, menyatakan kebenaran Allah dengan jelas melalui perkataan dan perbuatan-Nya. Namun, orang-orang Yahudi memilih untuk tetap tinggal dalam kegelapan dan menolak terang itu.

Horton juga menekankan bahwa klaim keilahian Yesus adalah inti dari Injil. Penolakan orang Yahudi terhadap klaim ini menunjukkan natur manusia yang berdosa, yang selalu menolak otoritas Allah. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa hanya karya Roh Kudus yang dapat membawa manusia keluar dari kegelapan menuju terang Kristus.

6. Sinclair Ferguson: Pengakuan Keilahian Yesus dan Reaksi Dunia

Sinclair Ferguson menyoroti bahwa Yohanes 10:31-33 menunjukkan bagaimana dunia secara alami bereaksi terhadap klaim keilahian Kristus. Ferguson mencatat bahwa respons orang Yahudi adalah bukti dari kebencian manusia terhadap kebenaran Allah.

Ferguson juga mencatat bahwa Yesus tidak menyangkal klaim keilahian-Nya, tetapi justru menegaskan bahwa pekerjaan-pekerjaan baik-Nya adalah bukti dari siapa diri-Nya. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa klaim keilahian Yesus adalah pusat dari iman Kristen, dan setiap orang harus membuat keputusan apakah mereka akan menerima atau menolak klaim ini.

7. Tim Keller: Penolakan sebagai Cerminan Kondisi Hati

Tim Keller menekankan bahwa Yohanes 10:31-33 menunjukkan bagaimana penolakan terhadap Kristus mencerminkan kondisi hati manusia yang berdosa. Keller mencatat bahwa orang-orang Yahudi memahami klaim Yesus dengan benar, tetapi mereka tidak mau menerima-Nya karena hati mereka keras terhadap Allah.

Keller juga menekankan bahwa tindakan Yesus dalam menjawab tuduhan mereka menunjukkan kesabaran dan kasih-Nya. Ia tidak membalas dengan kekerasan, tetapi menunjukkan bahwa pekerjaan-Nya adalah bukti nyata tentang siapa diri-Nya. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa iman kepada Kristus hanya mungkin melalui anugerah Allah yang membangkitkan hati manusia untuk percaya.

Kesimpulan

Yohanes 10:31-33 adalah bagian yang kuat dalam Injil Yohanes yang menegaskan keilahian Yesus dan respons keras manusia terhadap klaim tersebut. Dalam perikop ini, Yesus menunjukkan bahwa pekerjaan-pekerjaan-Nya adalah bukti nyata dari keilahian-Nya, sementara orang Yahudi menolak klaim-Nya dan berusaha untuk membunuh-Nya.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menerima keilahian Yesus dengan iman, mengakui pekerjaan-Nya dalam hidup kita, dan mempertahankan pengakuan bahwa Yesus adalah Allah. Kisah ini juga mengingatkan kita untuk tetap setia dalam menghadapi penolakan dan memuliakan Allah melalui kehidupan kita.

Next Post Previous Post