Dapatkah Manusia Beriman Tanpa Anugerah Allah?
Pendahuluan:
Pertanyaan tentang apakah orang berdosa mampu beriman dengan kekuatannya sendiri adalah isu sentral dalam perdebatan teologi Kristen, terutama dalam tradisi Reformed. Pandangan Reformed secara umum berakar pada pemahaman bahwa manusia, dalam keadaan jatuh dalam dosa, tidak memiliki kapasitas untuk datang kepada Allah tanpa anugerah-Nya. Pandangan ini banyak didukung oleh para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Charles Hodge, hingga R.C. Sproul.
Artikel ini akan mengulas perdebatan ini berdasarkan ajaran Reformed, dengan menyoroti berbagai pendapat dari para pakar teologi. Apakah manusia memiliki kemampuan dalam dirinya sendiri untuk beriman, ataukah iman itu sendiri merupakan anugerah dari Allah?
Keadaan Manusia dalam Dosa: Total Depravity
Dalam teologi Reformed, doktrin Total Depravity (Kerusakan Total) menjadi dasar utama dalam memahami kondisi manusia setelah kejatuhan dalam dosa. Doktrin ini menyatakan bahwa seluruh aspek keberadaan manusia—pikiran, emosi, kehendak, dan moralitas—telah rusak oleh dosa.
1. John Calvin dan Doktrin Ketidakmampuan Total (Total Inability)
John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menegaskan bahwa manusia secara rohani mati dalam dosa dan tidak mampu mencari Allah dengan kekuatannya sendiri:
"Hati manusia begitu jahat sehingga, jika tidak dituntun oleh anugerah Allah, ia tidak akan pernah mencari-Nya." (Institutes II.3.5)
Calvin berpendapat bahwa kejatuhan manusia menyebabkan manusia kehilangan keinginan dan kemampuan untuk percaya kepada Allah. Tanpa anugerah khusus dari Allah, manusia tidak akan pernah berbalik kepada-Nya.
2. Jonathan Edwards: Kehendak yang Diperbudak oleh Dosa
Jonathan Edwards dalam karyanya Freedom of the Will menegaskan bahwa manusia memang memiliki kehendak, tetapi kehendak itu diperbudak oleh dosa. Ia menjelaskan bahwa pilihan manusia selalu mengikuti kecenderungan hati yang telah rusak.
Edwards menyatakan bahwa karena manusia yang berdosa mencintai kejahatan lebih daripada kebaikan, ia tidak akan pernah memilih Allah kecuali jika hatinya diperbarui oleh Roh Kudus.
3. R.C. Sproul: "Manusia Mati, Bukan Sekarat"
R.C. Sproul dalam Chosen by God menjelaskan bahwa kondisi manusia dalam dosa tidak seperti orang yang sedang sekarat dan hanya butuh pertolongan kecil untuk bertahan hidup. Sebaliknya, manusia secara rohani sudah mati dan hanya bisa hidup jika Allah membangkitkannya.
Sproul menggunakan gambaran Lazarus dalam Yohanes 11:43-44, di mana Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati. Lazarus tidak bisa membangkitkan dirinya sendiri—demikian pula manusia berdosa tidak bisa beriman tanpa anugerah Allah.
Apakah Iman Merupakan Pilihan Manusia atau Pemberian Allah?
Setelah memahami bahwa manusia dalam keadaan berdosa tidak mampu mencari Allah, pertanyaan berikutnya adalah: apakah iman itu lahir dari pilihan manusia, ataukah iman itu sendiri merupakan pemberian Allah?
1. Charles Hodge: Iman Adalah Anugerah, Bukan Hasil Usaha
Charles Hodge, seorang teolog Reformed abad ke-19, dalam Systematic Theology menegaskan bahwa iman bukanlah sesuatu yang berasal dari manusia, tetapi diberikan oleh Allah kepada mereka yang dipilih-Nya.
Hodge mengutip Efesus 2:8-9, yang menyatakan bahwa keselamatan adalah "karunia Allah" dan bukan hasil usaha manusia.
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, bukan hasil pekerjaanmu." (Efesus 2:8-9)
Hodge menegaskan bahwa jika iman adalah usaha manusia, maka keselamatan akan menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan oleh manusia. Tetapi karena iman itu sendiri adalah anugerah, maka semua kemuliaan kembali kepada Allah.
2. Herman Bavinck: Iman Lahir dari Karya Roh Kudus
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa iman bukanlah hasil usaha intelektual atau emosi manusia, tetapi merupakan karya Roh Kudus dalam hati manusia.
Menurut Bavinck, ada dua aspek dalam iman:
- Fides historica – pengetahuan tentang kebenaran Injil.
- Fides salvifica – iman yang menyelamatkan, yang hanya bisa diberikan oleh Roh Kudus.
Tanpa karya Roh Kudus, manusia hanya bisa memiliki fides historica (pengetahuan tentang Injil) tetapi tidak akan pernah mengalami fides salvifica (iman yang menyelamatkan).
Peran Roh Kudus dalam Pemberian Iman
Semua teolog Reformed sepakat bahwa Roh Kudus memainkan peran utama dalam membangkitkan iman dalam diri manusia berdosa.
1. Regenerasi Mendahului Iman
Salah satu prinsip utama dalam teologi Reformed adalah bahwa regenerasi (kelahiran baru) mendahului iman. Ini berarti bahwa seseorang tidak dapat percaya kepada Kristus kecuali jika ia lebih dahulu dilahirkan kembali oleh Roh Kudus.
John 3:3-5 mengajarkan bahwa seseorang harus "dilahirkan kembali" agar dapat melihat Kerajaan Allah.
"Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (Yohanes 3:3)
Roh Kudus mengubah hati manusia yang keras dan memberinya kemampuan untuk percaya kepada Injil.
2. Panggilan Efektual: Allah yang Memanggil Orang Berdosa
Panggilan Injil memiliki dua aspek:
- Panggilan eksternal – pemberitaan Injil kepada semua orang.
- Panggilan internal/efektual – karya Roh Kudus yang membawa seseorang kepada iman.
Baca Juga: Karya Keselamatan dalam Yesus Kristus
Roma 8:30 menjelaskan bahwa mereka yang dipilih oleh Allah akan dipanggil secara efektif kepada keselamatan:"Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka juga dibenarkan." (Roma 8:30)
Kesimpulan:
Berdasarkan pemahaman teologi Reformed, jawaban atas pertanyaan ini adalah tidak.
- Manusia dalam dosa berada dalam keadaan mati rohani dan tidak memiliki kemampuan untuk datang kepada Allah dengan kekuatannya sendiri.
- Iman adalah anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia.
- Regenerasi mendahului iman, artinya seseorang hanya bisa percaya kepada Kristus jika terlebih dahulu diperbarui oleh Roh Kudus.
- Panggilan efektif Allah membangkitkan iman, sehingga mereka yang dipanggil secara efektif pasti akan percaya.
Kesimpulan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang mengapa keselamatan sepenuhnya merupakan anugerah Allah. Jika iman adalah sesuatu yang bisa kita hasilkan sendiri, maka kita akan memiliki alasan untuk menyombongkan diri. Namun, karena iman adalah pemberian Allah, maka segala kemuliaan kembali kepada-Nya.
Sebagai respons, manusia dipanggil untuk memberitakan Injil dengan tekun, berdoa agar Allah membukakan hati orang-orang berdosa, dan hidup dalam ucapan syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan-Nya.