Roma 1:2: Injil yang Dijanjikan oleh Para Nabi

Roma 1:2: Injil yang Dijanjikan oleh Para Nabi

Pendahuluan

Surat Roma adalah salah satu kitab yang paling mendalam dalam Perjanjian Baru dan menjadi fondasi bagi banyak doktrin teologi Reformed. Dalam Roma 1:2, Rasul Paulus menegaskan bahwa Injil yang diberitakannya bukanlah sesuatu yang baru, tetapi telah dijanjikan oleh Allah melalui para nabi dalam Kitab Suci. Ayat ini berbunyi:

“yaitu Injil yang telah Allah janjikan sebelumnya melalui nabi-nabi-Nya dalam Kitab Suci.” (Roma 1:2, AYT)

Ayat ini menunjukkan kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta menggarisbawahi otoritas dan ketetapan ilahi dalam penyataan Injil. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini dengan merujuk pada tafsiran beberapa ahli teologi Reformed, serta melihat bagaimana pemahaman ini memengaruhi keyakinan Kristen.

1. Injil dalam Rencana Kekal Allah

Injil: Bukan Rencana Darurat, tetapi Ketetapan Allah

Teologi Reformed menekankan bahwa Injil bukanlah respons spontan Allah terhadap dosa manusia, tetapi bagian dari rencana kekal-Nya. Paulus menegaskan bahwa Injil sudah dinubuatkan jauh sebelumnya dalam Kitab Suci, yang mengacu pada Perjanjian Lama.

John Calvin dalam Commentary on Romans menulis bahwa pernyataan ini meneguhkan otoritas Injil karena berasal dari nubuat ilahi, bukan dari spekulasi manusia. Calvin berkata:

“Paulus ingin menunjukkan bahwa ajarannya tidaklah baru, melainkan adalah perwujudan dari apa yang telah lama dijanjikan Allah kepada umat-Nya melalui nabi-nabi-Nya.”

Calvin menekankan bahwa Injil memiliki akar yang dalam di dalam rencana keselamatan yang sudah dinyatakan sejak zaman Perjanjian Lama, dan bukan sesuatu yang hanya muncul di era Perjanjian Baru.

Bukti dalam Perjanjian Lama

Beberapa nubuat Perjanjian Lama yang menunjuk kepada Injil antara lain:

  • Kejadian 3:15 – Janji tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular.
  • Yesaya 53 – Nubuat tentang Hamba yang Menderita, yang digenapi dalam Kristus.
  • Yeremia 31:31-34 – Janji tentang perjanjian baru yang akan ditetapkan oleh Allah.

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menegaskan bahwa keselamatan dalam Kristus sudah dijanjikan sejak awal dan dikembangkan secara progresif dalam wahyu Perjanjian Lama.

2. Peran Para Nabi dalam Menyatakan Injil

Para Nabi sebagai Pewarta Injil di Perjanjian Lama

Ketika Paulus berkata bahwa Injil telah dijanjikan melalui “nabi-nabi-Nya dalam Kitab Suci,” ia menegaskan bahwa para nabi di Perjanjian Lama telah menyampaikan kabar baik tentang Mesias yang akan datang.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa dalam Perjanjian Lama, Injil dinyatakan dalam bentuk bayangan dan simbolisme, seperti dalam sistem korban, perayaan Paskah, dan nubuat Mesianik. Menurut Bavinck:

“Para nabi bukan hanya pemberita kehancuran dan penghakiman, tetapi juga pembawa kabar baik tentang janji keselamatan yang akan datang dalam Kristus.”

Kesaksian Yesus tentang Para Nabi

Yesus sendiri menegaskan bahwa Perjanjian Lama sudah bersaksi tentang diri-Nya:

  • Lukas 24:27 – “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang diri-Nya dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.”
  • Yohanes 5:39 – “Kamu menyelidiki Kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi Kitab Suci itu juga yang memberi kesaksian tentang Aku.”

Paulus dalam Roma 1:2 ingin menegaskan kesinambungan ini, bahwa Injil yang ia beritakan bukanlah sesuatu yang terpisah dari ajaran para nabi.

3. Kitab Suci sebagai Sumber Otoritatif Injil

Otoritas Kitab Suci dalam Pewahyuan Injil

Dalam Roma 1:2, Paulus tidak hanya menyebutkan nabi-nabi, tetapi juga menegaskan bahwa mereka berbicara “dalam Kitab Suci.” Hal ini menunjukkan bahwa Injil bukan hanya berasal dari pewahyuan lisan, tetapi telah dicatat dalam tulisan yang berotoritas.

B. B. Warfield dalam The Inspiration and Authority of the Bible menekankan bahwa Kitab Suci adalah firman Allah yang diilhami, dan bahwa Injil merupakan pusat pewahyuan dalam seluruh isi Alkitab. Warfield menyatakan:

“Kitab Suci bukan sekadar catatan historis, tetapi firman yang dihembuskan oleh Allah sendiri, yang di dalamnya Injil dinyatakan dengan penuh otoritas.”

Sola Scriptura dan Pewartaan Injil

Dalam teologi Reformed, konsep Sola Scriptura (Kitab Suci sebagai satu-satunya otoritas tertinggi) menegaskan bahwa Injil hanya dapat dipahami dan dikhotbahkan dengan benar berdasarkan Kitab Suci. Oleh karena itu, kesaksian para nabi dalam Kitab Suci menjadi bukti bahwa Injil bukanlah ajaran baru, tetapi janji Allah yang telah disampaikan sejak awal sejarah keselamatan.

4. Implikasi Teologis dan Praktis

a. Injil adalah Kegenapan Janji Allah

Roma 1:2 mengajarkan bahwa Injil adalah pemenuhan janji Allah, yang menunjukkan kesetiaan-Nya terhadap umat-Nya. Oleh karena itu, kita dapat memiliki keyakinan bahwa janji Allah dalam Injil adalah pasti dan tidak berubah.

Jonathan Edwards dalam History of the Work of Redemption menyatakan bahwa seluruh sejarah dunia diarahkan kepada pemenuhan janji ini dalam Kristus:

“Seluruh sejarah keselamatan adalah satu alur besar di mana Allah membawa rencana penebusan-Nya kepada puncaknya di dalam Kristus.”

b. Keterpaduan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Eksposisi Roma 1:2 menunjukkan bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak dapat dipisahkan. Banyak orang berpikir bahwa Perjanjian Lama hanya berisi hukum dan sejarah Israel, sedangkan Perjanjian Baru adalah tentang kasih karunia. Namun, Paulus menunjukkan bahwa Injil sudah ada dalam Perjanjian Lama, dan Perjanjian Baru adalah penggenapannya.

Charles Hodge dalam Commentary on the Epistle to the Romans menekankan bahwa:

“Tanpa Perjanjian Lama, kita tidak akan memahami kedalaman Injil; dan tanpa Perjanjian Baru, janji-janji dalam Perjanjian Lama akan tetap menjadi misteri.”

c. Kebutuhan akan Pewartaan Injil yang Setia pada Kitab Suci

Karena Injil adalah janji Allah yang telah diwahyukan dalam Kitab Suci, pengajaran dan pemberitaan Injil harus selalu bersandar pada Alkitab. Gereja harus menjaga kemurnian pewartaan Injil dengan mengacu pada seluruh kesaksian Kitab Suci.

R. C. Sproul dalam What is Reformed Theology? menekankan bahwa seorang pengkhotbah harus selalu kembali kepada firman Tuhan sebagai dasar pengajarannya:

“Khotbah yang sejati bukanlah tentang opini manusia, melainkan eksposisi firman Allah yang telah dinyatakan dalam Kitab Suci.”

Kesimpulan

Roma 1:2 menegaskan bahwa Injil yang diberitakan oleh Paulus bukanlah hal baru, tetapi merupakan pemenuhan janji Allah yang telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama melalui nabi-nabi-Nya.

Dari eksposisi ini, kita belajar bahwa:

  1. Injil adalah bagian dari rencana kekal Allah dan bukan respons darurat terhadap dosa manusia.
  2. Para nabi di Perjanjian Lama telah menubuatkan kedatangan Kristus dan keselamatan dalam Dia.
  3. Kitab Suci adalah sumber otoritatif Injil, dan pewartaan Injil harus selalu berdasarkan firman Tuhan.
  4. Injil adalah pemenuhan janji Allah yang menunjukkan kesetiaan-Nya.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghidupi Injil ini dengan keyakinan dan memberitakannya dengan setia, sebagaimana telah diwahyukan dalam Kitab Suci sejak zaman para nabi hingga penggenapannya dalam Kristus.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post