5 Mitos tentang Ateisme

5 Mitos tentang Ateisme

Pendahuluan

Ateisme adalah keyakinan yang menolak keberadaan Tuhan atau entitas ilahi. Dalam beberapa dekade terakhir, atheisme semakin populer, terutama di dunia akademik dan budaya sekuler. Para penganut atheisme sering mengklaim bahwa kepercayaan mereka didasarkan pada rasionalitas, sains, dan kebebasan berpikir, sedangkan agama dianggap sebagai dogma yang ketinggalan zaman.

Namun, dari perspektif teologi Reformed, atheisme bukan sekadar pandangan intelektual, tetapi juga merupakan penolakan hati terhadap kebenaran yang telah dinyatakan oleh Allah. Teolog Reformed seperti John Calvin, Cornelius Van Til, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan John Frame menegaskan bahwa tidak ada manusia yang benar-benar atheis, melainkan mereka menekan kebenaran tentang Allah yang telah tertanam dalam hati mereka (Roma 1:18-21).

Artikel ini akan membahas 5 mitos utama tentang atheisme, menguji klaim-klaim mereka, dan memberikan jawaban dari sudut pandang teologi Reformed serta dasar Alkitabiah.

Mitos 1: Atheisme Adalah Pandangan yang Netral dan Tidak Memiliki Keyakinan

Pandangan Populer

Banyak atheis mengklaim bahwa ateisme bukanlah suatu keyakinan atau sistem kepercayaan, melainkan hanya ketidakyakinan terhadap Tuhan. Mereka menganggap diri mereka netral dan hanya menunggu bukti yang cukup untuk percaya pada keberadaan Tuhan.

Pandangan Teologi Reformed

Teologi Reformed menolak gagasan bahwa atheisme adalah posisi yang netral. Cornelius Van Til menekankan bahwa tidak ada pemikiran yang netral—setiap manusia memiliki presuposisi dasar tentang realitas. Atheisme juga memiliki presuposisi metafisik, epistemologis, dan etis, meskipun mereka sering kali tidak mengakuinya.

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menyatakan bahwa setiap manusia memiliki "sensus divinitatis" (kesadaran akan Tuhan), tetapi mereka menekan kebenaran ini dalam ketidakbenaran (Roma 1:18-19). Dengan kata lain, atheisme bukanlah ketidakyakinan yang netral, melainkan penolakan aktif terhadap realitas ilahi.

Dasar Alkitabiah

  • Roma 1:18-19: "Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka."

Implikasi bagi Orang Kristen

Kita harus memahami bahwa atheisme bukanlah posisi intelektual yang netral, tetapi bentuk pemberontakan terhadap Allah. Oleh karena itu, kita perlu menghadapi atheisme dengan pendekatan apologetika yang berpusat pada Allah (presuppositional apologetics).

Mitos 2: Atheisme Didasarkan pada Ilmu Pengetahuan

Pandangan Populer

Banyak atheis mengklaim bahwa mereka percaya pada sains, bukan agama. Mereka menganggap bahwa sains telah menggantikan kebutuhan akan Tuhan dan bahwa semua fenomena dapat dijelaskan tanpa referensi kepada Allah.

Pandangan Teologi Reformed

Teologi Reformed menekankan bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa beroperasi tanpa presuposisi teistik. Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa sains membutuhkan dasar yang rasional dan tertib, sesuatu yang hanya dapat disediakan oleh Tuhan.

John Frame menegaskan bahwa aturan logika, hukum alam, dan prinsip ilmiah hanya dapat dimengerti dalam konteks tatanan yang diciptakan oleh Allah. Sains sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang keberadaan, moralitas, dan tujuan hidup.

Dasar Alkitabiah

  • Amsal 1:7: "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan."

  • Kolose 1:16-17: "Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia."

Implikasi bagi Orang Kristen

Kita harus menyadari bahwa sains dan iman tidak bertentangan. Justru, sains hanya mungkin karena Allah telah menciptakan dunia yang rasional dan dapat dipelajari. Oleh karena itu, kita tidak boleh takut terhadap sains, tetapi menggunakannya untuk memuliakan Allah.

Mitos 3: Atheisme Membawa Kebebasan Moral

Pandangan Populer

Beberapa atheis menganggap bahwa tanpa Tuhan, manusia bisa lebih bebas untuk menentukan moralitas mereka sendiri, tanpa terikat oleh aturan agama yang membatasi kebebasan individu.

Pandangan Teologi Reformed

Teologi Reformed menegaskan bahwa moralitas tidak dapat eksis tanpa Allah. R.C. Sproul menekankan bahwa jika tidak ada Tuhan, tidak ada dasar objektif untuk membedakan baik dan jahat.

Jika moralitas hanya ditentukan oleh individu atau budaya, maka tidak ada standar mutlak—segala sesuatu menjadi relatif. Hal ini mengarah pada kekacauan moral dan pada akhirnya menjadikan manusia sebagai "allah" bagi diri mereka sendiri.

Dasar Alkitabiah

  • Hakim-Hakim 21:25: "Pada waktu itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri."

  • Roma 2:15: "Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka, dan suara hati mereka turut bersaksi."

Implikasi bagi Orang Kristen

Tanpa Allah, tidak ada dasar yang objektif untuk moralitas. Kita harus menunjukkan kepada orang-orang bahwa hanya Allah yang dapat memberikan standar benar dan salah yang absolut.

Mitos 4: Atheisme Tidak Memerlukan Iman

Pandangan Populer

Atheis sering kali mengklaim bahwa mereka tidak memiliki iman—mereka hanya percaya pada bukti yang dapat diamati dan diuji.

Pandangan Teologi Reformed

Teologi Reformed menegaskan bahwa bahkan ateisme pun membutuhkan iman. Cornelius Van Til menjelaskan bahwa kepercayaan bahwa "hanya materi yang ada" atau bahwa "Tuhan tidak ada" adalah pernyataan iman, karena tidak bisa dibuktikan secara empiris.

Bahkan ilmuwan atheis harus percaya pada prinsip-prinsip seperti hukum logika, keteraturan alam semesta, dan kapasitas akal budi manusia—sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh materialisme.

Dasar Alkitabiah

  • Ibrani 11:3: "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah."

Implikasi bagi Orang Kristen

Kita bisa menunjukkan bahwa atheisme bukan hanya skeptisisme pasif, tetapi juga sistem kepercayaan. Setiap orang memiliki iman—pertanyaannya adalah kepada siapa mereka menaruh iman mereka?

Mitos 5: Ateisme Adalah Masa Depan Peradaban

Pandangan Populer

Banyak atheis percaya bahwa seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agama akan semakin ditinggalkan dan atheisme akan menjadi norma global.

Pandangan Teologi Reformed

Sejarah membuktikan bahwa agama tidak menghilang—bahkan di negara-negara sekuler, ada pertumbuhan besar dalam iman Kristen. John Piper menegaskan bahwa hatinya manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan, dan kekosongan spiritual tidak bisa diisi oleh atheisme.

Dasar Alkitabiah

  • Filipi 2:10-11: "Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi."

Implikasi bagi Orang Kristen

Kita tidak perlu takut bahwa agama akan punah. Sebaliknya, kita harus terus memberitakan Injil dengan penuh keyakinan bahwa Kerajaan Allah akan terus bertumbuh.

Kesimpulan

Ateisme bukanlah pandangan yang netral, berbasis sains, atau bebas dari iman. Justru, atheisme adalah bentuk pemberontakan terhadap kebenaran Allah. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk melawan kebohongan ini dengan kasih, kebenaran, dan apologetika yang berpusat pada Kristus.

"Soli Deo Gloria!"

Next Post Previous Post