5 Mitos tentang Teologi Biblika yang Perlu Diluruskan

Pendahuluan:
Teologi Biblika adalah salah satu cabang teologi yang bertujuan untuk memahami wahyu Allah sebagaimana diungkapkan dalam sejarah keselamatan. Pendekatan ini sering disalahpahami, bahkan oleh mereka yang aktif dalam studi Alkitab. Dalam artikel ini, kita akan membahas lima mitos umum tentang Teologi Biblika dan bagaimana perspektif teolog-teolog Reformed dapat membantu kita memahami kebenarannya.
1. Mitos: Teologi Biblika Sama dengan Teologi Sistematika
Salah satu kesalahpahaman terbesar adalah anggapan bahwa Teologi Biblika identik dengan Teologi Sistematika. Keduanya memang memiliki hubungan erat, tetapi pendekatan dan tujuannya berbeda.
Fakta:
Teologi Sistematika menyusun doktrin secara logis berdasarkan tema-tema tertentu seperti Allah, manusia, keselamatan, gereja, dan akhir zaman. Sementara itu, Teologi Biblika menelusuri bagaimana doktrin-doktrin ini berkembang dalam narasi Alkitab secara historis dan progresif.
Seorang teolog Reformed, Geerhardus Vos, yang dikenal sebagai "Bapak Teologi Biblika," menjelaskan bahwa Teologi Biblika "memperlakukan wahyu sebagaimana diungkapkan secara bertahap dalam sejarah, bukan sekadar sebagai sistem kebenaran yang siap pakai."¹ Dengan kata lain, Teologi Biblika berfokus pada perjalanan progresif wahyu Allah dari Kejadian hingga Wahyu.
Teolog Reformed lainnya, Herman Ridderbos, dalam bukunya The Coming of the Kingdom, menunjukkan bahwa tema Kerajaan Allah berkembang dalam Alkitab melalui perjanjian-perjanjian yang Allah buat dengan umat-Nya.² Pendekatan ini berbeda dengan Teologi Sistematika yang lebih menyoroti konsep Kerajaan Allah sebagai doktrin yang telah matang dan tersusun.
2. Mitos: Teologi Biblika Tidak Berfokus pada Doktrin
Banyak orang berpikir bahwa Teologi Biblika hanya berfokus pada narasi sejarah dan tidak membangun doktrin.
Fakta:
Teologi Biblika memang menelusuri sejarah keselamatan, tetapi ini tidak berarti bahwa doktrin diabaikan. Justru, Teologi Biblika membantu kita memahami bagaimana doktrin-doktrin berkembang dalam konteks Alkitab.
Seorang teolog Reformed terkenal, D.A. Carson, menjelaskan bahwa Teologi Biblika berperan penting dalam membentuk pemahaman kita tentang doktrin yang kokoh. Dalam bukunya New Testament Theology, ia menunjukkan bagaimana ajaran-ajaran utama Perjanjian Baru, seperti keselamatan oleh kasih karunia melalui iman, berkembang dari Perjanjian Lama hingga digenapi dalam Kristus.³
Pendekatan ini juga terlihat dalam tulisan John Murray, yang menekankan bahwa keselamatan bukanlah doktrin yang muncul tiba-tiba, tetapi merupakan bagian dari rencana Allah yang progresif dalam sejarah. Dalam bukunya Redemption Accomplished and Applied, ia menyoroti bagaimana karya Kristus dalam sejarah membawa pemenuhan janji-janji Allah di Perjanjian Lama.⁴
3. Mitos: Teologi Biblika Hanya untuk Akademisi
Beberapa orang beranggapan bahwa Teologi Biblika adalah bidang yang rumit dan hanya relevan bagi para akademisi atau teolog.
Fakta:
Meskipun studi Teologi Biblika bisa mendalam, prinsip-prinsipnya sangat berguna bagi setiap orang percaya.
Menurut Edmund Clowney, seorang teolog Reformed, memahami perkembangan wahyu dalam Alkitab membantu setiap orang Kristen membaca Kitab Suci dengan lebih baik. Dalam bukunya The Unfolding Mystery: Discovering Christ in the Old Testament, Clowney menjelaskan bahwa Alkitab memiliki satu cerita besar—tentang Kristus dan keselamatan.⁵ Dengan memahami bagaimana narasi ini berkembang, kita dapat melihat bagaimana Kristus adalah pusat dari seluruh Alkitab.
Hal ini juga ditekankan oleh Graeme Goldsworthy dalam bukunya According to Plan, di mana ia menjelaskan bahwa setiap orang Kristen perlu memahami bagaimana Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru saling berhubungan melalui janji dan penggenapan dalam Yesus Kristus.⁶
Dengan kata lain, Teologi Biblika bukan hanya untuk para akademisi, tetapi untuk setiap orang Kristen yang ingin memahami bagaimana Alkitab bersatu sebagai satu kisah keselamatan yang agung.
4. Mitos: Teologi Biblika Mengabaikan Konteks Historis dan Budaya
Ada anggapan bahwa Teologi Biblika hanya menelusuri tema-tema dalam Alkitab tanpa memperhatikan konteks historis dan budaya.
Fakta:
Sebaliknya, Teologi Biblika sangat menekankan konteks historis dan budaya di mana wahyu Allah diberikan.
Richard B. Gaffin Jr., seorang teolog Reformed, dalam bukunya Resurrection and Redemption, menunjukkan bahwa pemahaman yang benar tentang kebangkitan Kristus harus dilihat dalam konteks pemenuhan janji-janji Perjanjian Lama.⁷ Dengan kata lain, Teologi Biblika tidak mengabaikan latar belakang sejarah dan budaya, tetapi justru menempatkan peristiwa-peristiwa Alkitab dalam konteksnya yang tepat.
Selain itu, seorang teolog Reformed lainnya, Michael Horton, dalam The Christian Faith: A Systematic Theology for Pilgrims on the Way, menegaskan bahwa kita tidak dapat memahami wahyu Allah tanpa memperhitungkan konteks sejarah di mana wahyu itu diberikan.⁸
Dengan memahami bagaimana latar belakang sejarah dan budaya memengaruhi teks Alkitab, kita dapat menghindari kesalahan dalam menafsirkan firman Tuhan.
5. Mitos: Teologi Biblika Tidak Relevan bagi Kehidupan Kristen Sehari-hari
Banyak orang menganggap bahwa Teologi Biblika hanya berfokus pada sejarah dan tidak memiliki dampak praktis bagi kehidupan Kristen.
Fakta:
Teologi Biblika justru sangat relevan bagi kehidupan Kristen, karena membantu kita memahami bagaimana seluruh Alkitab terhubung dan bagaimana janji-janji Allah digenapi dalam Kristus.
Seorang teolog Reformed, Sinclair Ferguson, dalam bukunya The Whole Christ, menjelaskan bahwa pemahaman yang benar tentang Teologi Biblika membantu kita melihat bagaimana anugerah Allah bekerja sepanjang sejarah keselamatan.⁹ Ini bukan hanya teori, tetapi berpengaruh dalam cara kita menjalani hidup sebagai orang percaya.
Selain itu, Vaughn Roberts dalam bukunya God’s Big Picture menjelaskan bahwa memahami kisah besar Alkitab membantu kita menempatkan kehidupan kita dalam rencana Allah yang lebih besar.¹⁰
Dengan kata lain, Teologi Biblika memberikan perspektif yang lebih luas tentang bagaimana Allah bekerja dalam sejarah dan bagaimana kita, sebagai umat-Nya, berperan dalam rencana keselamatan-Nya.
Kesimpulan
Teologi Biblika adalah bidang studi yang sangat penting dan tidak boleh disalahpahami. Lima mitos yang telah kita bahas sering kali menghalangi banyak orang untuk menggali lebih dalam ke dalam kekayaan wahyu Allah dalam sejarah. Dengan memahami Teologi Biblika dengan benar, kita dapat lebih menghargai bagaimana Allah secara progresif menyatakan diri-Nya dalam Alkitab, bagaimana Kristus adalah pusat dari seluruh Kitab Suci, dan bagaimana iman kita berakar dalam janji-janji Allah yang digenapi dalam sejarah.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk semakin mendalami firman Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam 2 Timotius 3:16-17:
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian, tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (AYT)
Mari kita terus menggali Alkitab dengan penuh semangat, agar iman kita semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Allah yang hidup!