Kasih yang Memuliakan: Yohanes 13:31-35

Kasih yang Memuliakan: Yohanes 13:31-35

Pendahuluan: Kasih Sebagai Identitas Murid Kristus

Dalam Yohanes 13:31-35, Yesus mengajarkan sebuah perintah baru kepada murid-murid-Nya, yaitu perintah untuk saling mengasihi. Perintah ini disampaikan dalam konteks perjamuan terakhir, sesaat setelah Yudas meninggalkan ruangan untuk mengkhianati Yesus. Kata-kata Yesus dalam perikop ini mengandung makna teologis yang sangat dalam, terutama mengenai kemuliaan Allah, pengorbanan Kristus, dan kasih sebagai identitas sejati murid-murid-Nya.

Melalui eksposisi ini, kita akan menggali makna perikop ini berdasarkan beberapa pakar teologi Reformed, seperti John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan John Piper. Kita akan melihat bagaimana ayat-ayat ini mengungkapkan keindahan Injil dan bagaimana kasih menjadi bukti nyata dari kehidupan orang percaya.

I. Kemuliaan Yesus dan Kemuliaan Allah (Yohanes 13:31-32)

"Sesudah Yudas pergi, Yesus berkata, 'Sekaranglah saatnya Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan melalui Dia. Jika Allah dimuliakan dalam Dia, Allah juga akan memuliakan Dia di dalam diri-Nya, dan akan memuliakan Dia dengan segera.'" (Yohanes 13:31-32, AYT)

1. Kemuliaan dalam Penderitaan

John Calvin dalam Commentary on the Gospel of John menjelaskan bahwa kemuliaan yang Yesus maksudkan di sini bukanlah kemuliaan duniawi, tetapi kemuliaan melalui penderitaan-Nya di kayu salib. Menurut Calvin, "Salib yang bagi dunia adalah aib, bagi Kristus adalah alat pemuliaan-Nya."

Yesus menyatakan bahwa saat kemuliaan-Nya telah tiba setelah Yudas pergi. Ini menunjukkan bahwa pengkhianatan, penderitaan, dan kematian Yesus bukanlah tanda kekalahan, melainkan langkah dalam rencana ilahi yang menggenapkan kemuliaan-Nya.

2. Relasi Kemuliaan antara Yesus dan Bapa

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyoroti hubungan kemuliaan antara Yesus dan Bapa. Ia menjelaskan bahwa Yesus tidak mencari kemuliaan bagi diri-Nya sendiri, tetapi justru dalam ketaatan-Nya, Ia memuliakan Bapa. Dan sebagai balasan, Bapa akan segera memuliakan Anak melalui kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga.

Ayat ini mengajarkan bahwa kemuliaan sejati bukanlah sesuatu yang dikejar dengan cara duniawi, tetapi ditemukan dalam ketaatan kepada Allah dan dalam kasih yang rela berkorban.

II. Keberangkatan Yesus dan Perpisahan dengan Murid-Murid (Yohanes 13:33)

"Anak-anak-Ku, Aku ada bersama kamu hanya tinggal sebentar lagi. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi, sekarang Aku katakan juga kepadamu, ‘Ke mana Aku pergi, kamu tidak dapat datang.’"

1. Nada Penuh Kasih dari Yesus

Yesus menyebut murid-murid-Nya dengan istilah "anak-anak-Ku," yang menunjukkan kedekatan dan kasih-Nya yang besar kepada mereka. R.C. Sproul dalam John: An Expositional Commentary mencatat bahwa ini adalah satu-satunya kali dalam Injil Yohanes di mana Yesus menggunakan istilah ini, menandakan bahwa ini adalah momen yang sangat emosional bagi-Nya.

Yesus tahu bahwa kepergian-Nya akan membuat murid-murid-Nya kebingungan dan sedih, tetapi Ia ingin mereka memahami bahwa ini adalah bagian dari rencana keselamatan Allah.

2. Perpisahan yang Mengarahkan kepada Pengharapan

John Piper dalam khotbahnya tentang Yohanes 13 menjelaskan bahwa meskipun Yesus mengatakan bahwa murid-murid-Nya tidak bisa mengikuti-Nya sekarang, ini bukanlah akhir dari hubungan mereka. Sebaliknya, Yesus sedang mempersiapkan mereka untuk kehidupan baru setelah kebangkitan dan kedatangan Roh Kudus.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita tidak bisa melihat Yesus secara fisik saat ini, kita tetap memiliki hubungan dengan-Nya melalui iman dan kehadiran Roh Kudus.

III. Perintah Baru: Kasih yang Menjadi Identitas Murid Kristus (Yohanes 13:34-35)

"Satu perintah baru Aku berikan kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kalian, demikianlah kamu juga saling mengasihi. Dengan begitu, semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jika kamu saling mengasihi."

1. Apa yang Baru dari Perintah Ini?

John Calvin berpendapat bahwa perintah untuk mengasihi sebenarnya sudah ada dalam hukum Taurat (Imamat 19:18), tetapi perintah Yesus menjadi "baru" karena standar kasih yang ditetapkan sekarang adalah kasih Kristus sendiri.

Kasih yang dimaksud di sini bukan sekadar kasih yang bersifat manusiawi, tetapi kasih yang rela berkorban, kasih yang melayani, kasih yang tidak menuntut balasan—kasih yang telah Yesus tunjukkan kepada murid-murid-Nya.

2. Kasih Sebagai Bukti Murid Sejati

Herman Bavinck menekankan bahwa kasih bukan hanya suatu perintah moral, tetapi merupakan bukti otentik dari kelahiran baru seseorang. Murid-murid Kristus akan dikenal bukan dari pengetahuan teologi mereka, bukan dari ritual keagamaan mereka, tetapi dari cara mereka mengasihi satu sama lain.

John Piper menambahkan bahwa kasih di sini bukan hanya kasih dalam kata-kata, tetapi kasih yang nyata dalam perbuatan. Kasih ini meliputi kesabaran, pengampunan, kesediaan untuk berkorban, dan komitmen untuk membawa sesama lebih dekat kepada Kristus.

IV. Penerapan dalam Kehidupan Orang Percaya

1. Mengasihi dengan Standar Kristus

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengasihi bukan dengan standar dunia, tetapi dengan standar Kristus. Ini berarti mengasihi dengan tulus, tanpa syarat, dan siap berkorban demi kepentingan orang lain.

2. Kasih dalam Komunitas Gereja

Gereja sebagai tubuh Kristus seharusnya menjadi tempat di mana kasih Kristus nyata. Sayangnya, banyak gereja mengalami perpecahan karena ego dan kepentingan pribadi. Yohanes 13:34-35 mengingatkan kita bahwa gereja yang sejati adalah gereja yang dikenal karena kasihnya, bukan karena programnya atau doktrinnya saja.

3. Kasih sebagai Kesaksian bagi Dunia

Yesus berkata bahwa dunia akan mengenal murid-murid-Nya melalui kasih mereka. Ini berarti bahwa kasih Kristen harus menjadi kesaksian yang menarik bagi dunia yang penuh dengan kebencian dan ketidakpedulian. Kasih yang sejati akan membawa orang kepada Kristus.

Kesimpulan: Hidup dalam Kasih yang Memuliakan Allah

Yohanes 13:31-35 mengajarkan bahwa kemuliaan Allah dinyatakan dalam pengorbanan Kristus, dan kasih yang sejati adalah refleksi dari kasih Kristus kepada dunia. Sebagai murid-murid-Nya, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih yang memuliakan Allah, baik dalam komunitas gereja maupun dalam kesaksian kita kepada dunia.

John Piper mengatakan, "Kasih adalah bahasa yang dipahami oleh semua orang, dan itu adalah bahasa yang Yesus perintahkan kita untuk gunakan." Mari kita hidup dalam kasih itu, sehingga dunia dapat melihat dan memuliakan Bapa di surga.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post