Pengampunan di Zaman Kemarahan

Pendahuluan
Kita hidup di zaman di mana kemarahan dan kebencian merajalela. Media sosial penuh dengan debat sengit, politik semakin memecah belah, dan banyak hubungan pribadi hancur karena perselisihan yang tidak terselesaikan. Budaya kita saat ini tampaknya lebih memilih untuk membalas dendam daripada memberikan pengampunan.
Namun, bagi orang Kristen yang berpegang pada teologi Reformed, pengampunan adalah perintah ilahi yang berakar dalam karakter Allah sendiri. Tetapi bagaimana kita bisa mengampuni ketika dunia di sekitar kita terus mempromosikan kemarahan dan dendam? Bagaimana kita bisa meneladani Kristus di tengah budaya yang menolak rekonsiliasi?
Artikel ini akan membahas makna pengampunan dalam perspektif teologi Reformed, bagaimana hal itu berhubungan dengan kasih karunia Allah, serta bagaimana kita dapat menghidupi pengampunan dalam dunia yang penuh dengan kemarahan.
1. Pengampunan dalam Alkitab: Perintah, Bukan Pilihan
Dalam dunia yang penuh kemarahan, banyak orang berpikir bahwa mengampuni adalah pilihan opsional—sesuatu yang bisa diberikan hanya jika kita merasa pantas melakukannya. Tetapi Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa pengampunan adalah perintah, bukan pilihan.
Dalam Matius 6:14-15, Yesus berkata:
"Karena jika kamu mengampuni orang lain atas pelanggaran mereka, Bapamu yang di surga juga akan mengampuni kamu. Namun, jika kamu tidak mengampuni orang lain, Bapamu juga tidak akan mengampuni pelanggaran-pelanggaranmu." (AYT)
Ayat ini menunjukkan bahwa pengampunan bukanlah opsi tambahan bagi orang percaya, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan Kristen. Jika kita telah menerima pengampunan dari Allah, kita juga harus siap mengampuni orang lain.
Mengapa Pengampunan Itu Sulit?
Mengampuni bukanlah hal yang mudah. Ketika seseorang menyakiti kita, secara alami kita ingin membalas atau setidaknya melihat mereka menderita akibat perbuatan mereka. Budaya kita sering kali mengajarkan bahwa "memaafkan berarti lemah," tetapi dalam perspektif Kristen, pengampunan justru merupakan tanda kekuatan rohani yang besar.
Teologi Reformed menekankan bahwa kita semua adalah orang berdosa yang telah menerima pengampunan dari Allah. Jika kita telah diampuni begitu besar oleh Tuhan, mengapa kita menahan pengampunan bagi orang lain?
2. Teologi Reformed dan Pengampunan: Berdasarkan Kasih Karunia
Salah satu pilar utama teologi Reformed adalah doktrin kasih karunia Allah (sola gratia). Kita tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita, tetapi hanya karena kasih karunia Allah yang diberikan melalui Kristus.
Efesus 2:8-9 berkata:
"Sebab oleh kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman—dan itu bukan hasil usahamu sendiri, itu adalah pemberian Allah—bukan hasil pekerjaan, supaya tidak ada seorang pun yang memegahkan diri." (AYT)
Bagaimana kasih karunia ini berhubungan dengan pengampunan?
Pengampunan adalah Cerminan Kasih Karunia Allah
Karena kita telah menerima pengampunan yang tidak layak kita terima, kita juga harus memberikan pengampunan kepada orang lain meskipun mereka tidak layak mendapatkannya. Yesus mengajarkan prinsip ini dalam perumpamaan tentang hamba yang tidak mau mengampuni (Matius 18:21-35). Hamba tersebut telah diampuni dari hutang besar oleh rajanya, tetapi ia sendiri menolak untuk mengampuni hutang kecil orang lain.
Tuhan Yesus ingin kita mengerti bahwa ketika kita menolak mengampuni, kita sedang melupakan kasih karunia besar yang telah kita terima.
Pengampunan Tidak Berarti Mengabaikan Keadilan
Beberapa orang mungkin berpikir bahwa mengampuni berarti membiarkan kejahatan terjadi tanpa konsekuensi. Namun, dalam teologi Reformed, pengampunan dan keadilan tidak bertentangan. Allah adalah Allah yang adil, dan dosa harus dihukum. Namun, dalam Kristus, Allah menanggung hukuman itu sendiri sehingga kita dapat diampuni.
Demikian pula, dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mengampuni seseorang tanpa mengabaikan keadilan. Misalnya, seorang Kristen bisa mengampuni pencuri yang telah merampok rumahnya, tetapi itu tidak berarti bahwa pencuri tersebut tidak perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Pengampunan adalah tindakan hati, sedangkan keadilan adalah urusan Tuhan dan otoritas yang berwenang (Roma 13:1-4).
3. Bagaimana Menghidupi Pengampunan di Dunia yang Penuh Kemarahan?
Sekarang pertanyaannya: bagaimana kita bisa menghidupi pengampunan dalam zaman yang penuh kebencian ini? Berikut adalah beberapa prinsip yang dapat kita terapkan:
A. Ingat Kasih Karunia yang Sudah Kita Terima
Setiap kali kita merasa sulit untuk mengampuni, kita harus mengingat betapa besar pengampunan yang telah kita terima dari Allah. Jika Tuhan tidak menahan pengampunan-Nya dari kita, kita juga tidak boleh menahannya dari orang lain.
Kolose 3:13 berkata:
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian."
B. Berdoa untuk Orang yang Menyakitimu
Yesus mengajarkan dalam Matius 5:44, "Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Berdoa bagi orang yang telah menyakiti kita adalah langkah penting menuju pengampunan. Ini membantu kita mengubah perspektif kita dan menyerahkan luka kita kepada Tuhan.
C. Jangan Menyimpan Kepahitan
Ibrani 12:15 memperingatkan kita tentang bahaya "akar pahit" yang bisa tumbuh dalam hati kita jika kita tidak mengampuni. Kepahitan tidak hanya merusak hubungan kita dengan orang lain, tetapi juga menghancurkan hati kita sendiri.
Sebaliknya, kita dipanggil untuk mengampuni dan membiarkan Tuhan bekerja dalam situasi tersebut.
D. Praktikkan Rekonsiliasi, Jika Memungkinkan
Dalam beberapa kasus, pengampunan bisa membawa rekonsiliasi dan pemulihan hubungan. Roma 12:18 berkata:
"Jika mungkin, sejauh itu bergantung padamu, hiduplah dalam damai dengan semua orang."
Namun, dalam beberapa situasi, rekonsiliasi mungkin tidak bisa terjadi, terutama jika orang yang bersalah tidak mau berubah atau terus melakukan kesalahan yang sama. Dalam kasus seperti ini, kita tetap harus mengampuni dari hati, tetapi mungkin perlu menjaga batasan yang sehat.
4. Mengapa Dunia Menolak Pengampunan?
Di zaman ini, dunia lebih memilih pembalasan daripada pengampunan. Mengapa?
- Budaya "Cancel Culture" – Dunia lebih suka menghukum orang atas kesalahan mereka daripada memberikan kesempatan untuk bertobat dan berubah.
- Kesalahpahaman tentang Keadilan – Banyak orang berpikir bahwa mengampuni berarti membiarkan kejahatan terjadi, padahal pengampunan dan keadilan bisa berjalan bersamaan.
- Kesombongan Dosa – Dosa membuat hati manusia keras dan enggan untuk mengampuni.
Sebagai orang Kristen, kita harus menolak pola pikir dunia dan meneladani Kristus dalam pengampunan.
Kesimpulan: Hidup dalam Pengampunan sebagai Kesaksian bagi Dunia
Sebagai orang Kristen yang berpegang pada teologi Reformed, kita harus menghidupi pengampunan sebagai bukti nyata dari Injil. Dunia mungkin menolak pengampunan, tetapi kita dipanggil untuk mencerminkan kasih dan anugerah Allah.
- Pengampunan adalah perintah dari Tuhan.
- Pengampunan adalah cerminan dari kasih karunia Allah.
- Pengampunan dan keadilan tidak bertentangan.
- Menghidupi pengampunan adalah kesaksian bagi dunia yang penuh kemarahan.
Di zaman yang penuh dengan kebencian, mari kita menjadi saksi kasih Kristus dengan memilih pengampunan.