Pikiran dan Jalan Tuhan Lebih Tinggi dari Kita

Pikiran dan Jalan Tuhan Lebih Tinggi dari Kita

Pendahuluan

Dalam kehidupan ini, sering kali kita mengalami situasi yang sulit dimengerti. Kita bertanya-tanya mengapa Allah mengizinkan penderitaan, mengapa doa kita tidak segera dijawab, atau mengapa rencana kita tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa pikiran dan jalan Tuhan jauh lebih tinggi dari pemahaman manusia.

Dalam Yesaya 55:8-9, Tuhan berfirman:

"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."

Ayat ini mengajarkan kedaulatan dan hikmat Allah yang melampaui pemahaman manusia. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi konsep ini dari sudut pandang teologi Reformed, mengacu pada pemikiran para teolog seperti John Calvin, R.C. Sproul, J.I. Packer, dan John Piper.

1. Kedaulatan Allah atas Segala Sesuatu

Allah yang Berdaulat atas Sejarah dan Masa Depan

Salah satu tema utama dalam teologi Reformed adalah kedaulatan Allah (sovereignty of God). Segala sesuatu terjadi dalam rencana-Nya, dan tidak ada yang terjadi di luar kendali-Nya.

Dalam Amsal 19:21 dikatakan:

"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana."

John Calvin menulis dalam Institutes of the Christian Religion:
"Allah bukan hanya mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, tetapi Ia juga menetapkan semua yang terjadi untuk menggenapi kehendak-Nya."

Ini berarti bahwa meskipun manusia memiliki rencana dan harapan, pada akhirnya Allah yang menentukan hasilnya.

Contoh dalam Alkitab: Yusuf dan Rencana Allah

Kisah Yusuf dalam Kejadian 37-50 adalah contoh yang jelas tentang bagaimana pikiran dan jalan Tuhan jauh lebih tinggi daripada yang bisa dipahami manusia.

  • Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak.
  • Ia dipenjara secara tidak adil di Mesir.
  • Namun, di kemudian hari, ia diangkat menjadi penguasa kedua setelah Firaun dan menyelamatkan banyak orang dari kelaparan.

Yusuf berkata dalam Kejadian 50:20:

"Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan."

R.C. Sproul berkomentar: "Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar rencana Tuhan. Bahkan dalam penderitaan, Allah sedang bekerja untuk menggenapi tujuan-Nya."

2. Hikmat Tuhan Melampaui Pemahaman Kita

Allah Bertindak Berdasarkan Hikmat-Nya yang Tak Terbatas

Terkadang kita merasa bahwa rencana Allah sulit dimengerti. Kita mungkin berpikir bahwa jalan yang kita pilih lebih baik daripada jalan yang Tuhan tentukan. Namun, hikmat Allah tidak dapat dibandingkan dengan kebijaksanaan manusia.

Dalam Roma 11:33, Paulus menulis:

"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Betapa tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan betapa tak terselami jalan-jalan-Nya!"

J.I. Packer dalam bukunya Knowing God menulis:
"Ketika kita tidak memahami pekerjaan Tuhan, kita harus mempercayai hikmat-Nya yang sempurna."

Contoh dalam Alkitab: Ayub dan Rencana Tuhan yang Tak Terduga

Ayub mengalami penderitaan yang luar biasa meskipun ia adalah orang benar. Ia kehilangan semua harta bendanya, anak-anaknya, dan kesehatannya. Ayub mencoba memahami mengapa Tuhan mengizinkan semua ini terjadi.

Namun, dalam Ayub 38-42, Tuhan menantangnya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti:

"Di manakah engkau ketika Aku meletakkan dasar bumi?" (Ayub 38:4)

Akhirnya, Ayub menyadari bahwa hikmat Tuhan jauh lebih besar daripada pemahamannya dan berkata:

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2)

John Piper berkata: "Ketika Allah tidak memberikan jawaban yang kita inginkan, Ia memberi kita sesuatu yang lebih baik—yaitu kehadiran dan kedaulatan-Nya."

3. Mengapa Tuhan Mengizinkan Hal-Hal yang Sulit?

Penderitaan dalam Rencana Tuhan

Sering kali, kita bertanya-tanya mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan, penyakit, atau kegagalan dalam hidup kita. Namun, teologi Reformed mengajarkan bahwa Allah memiliki tujuan bahkan dalam penderitaan kita.

Dalam Roma 8:28, Paulus menulis:

"Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Allah menggunakan penderitaan untuk:

  1. Membentuk karakter kita (Yakobus 1:2-4).
  2. Mengajarkan kita ketergantungan pada-Nya (2 Korintus 12:9).
  3. Menyatakan kemuliaan-Nya (Yohanes 9:3).

R.C. Sproul menegaskan: "Tidak ada penderitaan yang sia-sia dalam rencana Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi memiliki tujuan yang kekal."

4. Bagaimana Kita Harus Merespons Jalan Tuhan?

a. Percaya dan Berserah pada Tuhan

Karena pikiran dan jalan Tuhan lebih tinggi dari kita, respons yang benar adalah percaya dan berserah kepada-Nya.

Dalam Amsal 3:5-6, kita diperintahkan:

"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."

b. Berdoa dan Mencari Kehendak Tuhan

Yesus sendiri mengajarkan kita untuk berdoa seperti dalam Matius 6:10:

"Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga."

Ketika kita berdoa, kita harus meminta bukan agar rencana kita terjadi, tetapi agar kehendak Tuhan digenapi.

c. Hidup dengan Iman, Bukan dengan Penglihatan

Dalam 2 Korintus 5:7, Paulus berkata:

"Sebab kita hidup oleh iman, bukan karena melihat."

John Piper mengingatkan: "Iman bukanlah percaya bahwa Tuhan akan melakukan apa yang kita inginkan, tetapi percaya bahwa Tuhan akan melakukan yang terbaik bagi kita."

Kesimpulan

Musim kehidupan kita mungkin penuh dengan pertanyaan dan ketidakpastian, tetapi kita dapat yakin bahwa pikiran dan jalan Tuhan jauh lebih tinggi daripada yang bisa kita mengerti.

Allah berdaulat atas segala sesuatu – tidak ada yang terjadi di luar rencana-Nya.
Hikmat Tuhan tak terbatas – kita harus percaya bahwa Ia tahu yang terbaik.
Penderitaan bukan tanpa tujuan – Allah menggunakannya untuk membentuk kita dan menyatakan kemuliaan-Nya.
Respon kita seharusnya percaya dan berserah kepada Tuhan – hidup dengan iman, bukan dengan penglihatan.

Sebagaimana Yesaya 55:9 mengingatkan kita:

"Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."

Maukah kita percaya kepada Tuhan dan berserah pada jalan-Nya yang lebih tinggi?

Next Post Previous Post