Roma 1:21-23: Kemerosotan Manusia dan Penyembahan Berhala

Pendahuluan
Surat Roma adalah salah satu kitab teologis paling mendalam dalam Perjanjian Baru. Dalam pasal pertama, Paulus membahas kemerosotan moral manusia dan bagaimana mereka menolak kebenaran Allah meskipun sudah memiliki pengetahuan tentang-Nya.
Roma 1:21-23 menyatakan:
"Sebab, sekalipun mereka mengetahui Allah, mereka tidak memuliakan-Nya sebagai Allah atau bersyukur kepada-Nya; sebaliknya, mereka menjadi tidak berguna dalam pemikiran mereka dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (Roma 1:21, AYT)
"Mereka menganggap diri bijaksana, tetapi mereka menjadi bodoh," (Roma 1:22, AYT)
"dan menukar kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran-gambaran manusia yang fana, dan burung-burung, dan binatang berkaki empat, dan binatang-binatang melata." (Roma 1:23, AYT)
Bagian ini berbicara tentang penolakan manusia terhadap Allah, konsekuensi dari hati yang bodoh, dan kecenderungan untuk menyembah ciptaan daripada Sang Pencipta. Dalam teologi Reformed, bagian ini sering dikaitkan dengan Total Depravity (kerusakan total manusia), Revelation and Suppression (pewahyuan dan penindasan kebenaran), serta penyembahan berhala sebagai akibat dari pemberontakan manusia terhadap Allah.
Artikel ini akan mengeksplorasi makna Roma 1:21-23 berdasarkan pemikiran para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.
1. Penolakan Manusia terhadap Allah yang Diketahui (Roma 1:21)
1. Semua Manusia Mengetahui Allah
Paulus memulai ayat ini dengan menyatakan bahwa "sekalipun mereka mengetahui Allah, mereka tidak memuliakan-Nya sebagai Allah atau bersyukur kepada-Nya." Ini berarti bahwa semua manusia memiliki pemahaman tentang keberadaan Allah.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa keberadaan Allah telah dinyatakan kepada semua manusia melalui pewahyuan umum (general revelation):
"Pengenalan akan Allah bukanlah hasil dari spekulasi manusia, tetapi sesuatu yang ditanamkan oleh Allah sendiri dalam hati manusia melalui ciptaan dan hati nurani." – Herman Bavinck
Namun, meskipun memiliki pengetahuan ini, manusia dengan sengaja menolak untuk mengakui dan menyembah Allah yang sejati.
2. Ketidakmampuan Manusia untuk Memuliakan Allah
Paulus menunjukkan bahwa meskipun manusia tahu tentang Allah, mereka tidak memuliakan-Nya atau bersyukur kepada-Nya.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menulis bahwa hati manusia secara alami cenderung untuk menolak Allah:
"Hati manusia adalah pabrik berhala yang terus-menerus menciptakan allah-allah palsu untuk menggantikan Allah yang sejati." – John Calvin
Dosa telah membuat manusia tidak mampu menyembah Allah sebagaimana mestinya. Mereka memilih untuk tidak memuliakan Allah atau bersyukur kepada-Nya, yang seharusnya menjadi respons alami terhadap wahyu-Nya.
3. Akibat dari Penolakan: Pikiran yang Tidak Berguna dan Hati yang Gelap
Karena menolak Allah, manusia menjadi "tidak berguna dalam pemikiran mereka" dan "hati mereka yang bodoh menjadi gelap."
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa ini adalah konsekuensi logis dari menolak kebenaran Allah:
"Ketika manusia menolak Allah, mereka tidak hanya kehilangan kebenaran, tetapi juga jatuh ke dalam kegelapan spiritual yang mendalam." – Louis Berkhof
Ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap Allah bukanlah sesuatu yang netral. Ketika manusia menolak kebenaran, mereka tidak tetap dalam kondisi yang sama, tetapi semakin jatuh ke dalam kebodohan spiritual.
2. Kesombongan yang Mengarah pada Kebodohan (Roma 1:22)
1. Manusia Menganggap Diri Bijaksana
Paulus mengatakan bahwa manusia "menganggap diri bijaksana, tetapi mereka menjadi bodoh." Ini menunjukkan ironi dari pemberontakan manusia: mereka berpikir bahwa mereka cerdas, tetapi justru jatuh dalam kebodohan spiritual.
R.C. Sproul dalam The Consequences of Ideas menjelaskan bahwa ini adalah ciri utama filsafat duniawi yang mencoba menjelaskan kehidupan tanpa Allah:
"Dunia mencoba mencari makna dan tujuan hidup tanpa Allah, tetapi semakin mereka mencoba, semakin mereka jatuh ke dalam kekacauan intelektual dan moral." – R.C. Sproul
Dosa menyebabkan manusia meninggikan akal budi mereka di atas wahyu Allah, tetapi justru mengarah kepada kehancuran.
2. Kebodohan sebagai Konsekuensi dari Penolakan Allah
Ketika manusia meninggalkan Allah, mereka kehilangan dasar dari segala hikmat sejati.
John Calvin menekankan bahwa hikmat sejati hanya ditemukan dalam takut akan Tuhan:
"Tidak ada hikmat sejati di luar pengenalan akan Allah, dan mereka yang mencoba mencari kebenaran tanpa Allah hanya akan jatuh ke dalam kebodohan yang lebih besar." – John Calvin
Dunia modern penuh dengan contoh di mana manusia mencoba menjelaskan keberadaan mereka tanpa Allah, tetapi justru berakhir dalam kehampaan dan relativisme moral.
3. Penyembahan Berhala: Menukar Kemuliaan Allah dengan Ciptaan (Roma 1:23)
1. Menyembah Ciptaan daripada Sang Pencipta
Paulus mengatakan bahwa manusia "menukar kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran-gambaran manusia yang fana, dan burung-burung, dan binatang berkaki empat, dan binatang-binatang melata."
Ini menunjukkan bahwa ketika manusia menolak Allah, mereka tidak menjadi ateis sejati, tetapi justru mulai menyembah sesuatu yang lain.
Herman Bavinck menjelaskan bahwa penyembahan berhala adalah konsekuensi alami dari menolak Allah yang sejati:
"Ketika manusia menolak untuk menyembah Allah, mereka tidak berhenti menyembah sesuatu. Mereka hanya menggantikan Allah dengan sesuatu yang lain, baik itu manusia, hewan, atau konsep-konsep duniawi." – Herman Bavinck
Manusia secara alami diciptakan untuk menyembah, tetapi ketika mereka menolak Allah, mereka akan menyembah sesuatu yang lebih rendah.
2. Penyembahan Berhala dalam Konteks Modern
Meskipun dalam dunia modern manusia tidak lagi menyembah patung seperti di zaman kuno, penyembahan berhala tetap terjadi dalam bentuk yang berbeda, seperti:
- Materialisme (menjadikan harta sebagai tujuan hidup)
- Hedonisme (menyembah kenikmatan dan kepuasan diri)
- Sains dan Teknologi (mempercayai bahwa sains dapat memberikan semua jawaban)
- Politik dan Ideologi (mengandalkan kekuasaan manusia sebagai solusi utama bagi dunia)
Louis Berkhof menjelaskan bahwa berhala zaman modern mungkin tidak berbentuk fisik, tetapi tetap merupakan ekspresi dari hati yang menolak Allah:
"Penyembahan berhala modern lebih halus, tetapi tetap berasal dari akar yang sama: keinginan untuk menyingkirkan Allah dari kehidupan manusia." – Louis Berkhof
4. Implikasi Teologis dalam Kehidupan Orang Percaya
1. Semua Manusia Membutuhkan Anugerah Allah
Roma 1:21-23 menunjukkan bahwa manusia dalam keadaan berdosa tidak bisa mencari Allah dengan sendirinya. Ini menegaskan doktrin Total Depravity dalam teologi Reformed:
"Tanpa anugerah Allah, manusia hanya akan terus jatuh dalam kegelapan dan penyembahan berhala." – John Calvin
Oleh karena itu, hanya melalui karya Roh Kudus seseorang dapat benar-benar mengenal Allah dan berbalik dari penyembahan berhala.
2. Menjaga Hati dari Berhala Zaman Ini
Sebagai orang percaya, kita harus waspada terhadap bentuk penyembahan berhala modern yang bisa menyusup ke dalam hidup kita.
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu." (Roma 12:2)
Setiap hal yang menggantikan Allah dalam hidup kita dapat menjadi berhala, dan kita harus secara aktif menjaga hati kita tetap setia kepada-Nya.
Kesimpulan
Roma 1:21-23 mengajarkan bahwa:
- Semua manusia memiliki pengetahuan tentang Allah, tetapi menolak untuk menyembah-Nya.
- Ketika manusia menolak Allah, mereka jatuh dalam kegelapan spiritual.
- Penolakan terhadap Allah mengarah pada penyembahan berhala.
- Hanya anugerah Allah yang dapat membawa manusia kembali kepada penyembahan yang sejati.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk tetap setia kepada Allah dan menolak segala bentuk penyembahan berhala, baik yang kuno maupun yang modern.