The Marrow of Sacred Divinity

Pendahuluan
"The Marrow of Sacred Divinity" adalah salah satu karya teologi Reformed yang sangat berpengaruh, ditulis oleh Edward Fisher pada abad ke-17. Buku ini menjadi titik penting dalam perkembangan teologi Reformed, terutama dalam perdebatan antara legalisme, antinomianisme, dan anugerah Injil.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri tema utama buku The Marrow of Sacred Divinity, menghubungkannya dengan ajaran Alkitab, dan mengeksplorasi bagaimana teologi ini dikembangkan oleh para teolog Reformed seperti John Calvin, Thomas Boston, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan Charles Hodge.
1. Latar Belakang "The Marrow of Sacred Divinity"
Buku ini ditulis oleh Edward Fisher, seorang teolog Puritan, pada tahun 1645. Meskipun tidak begitu dikenal saat pertama kali diterbitkan, buku ini menjadi kontroversial pada abad ke-18 ketika Thomas Boston dan beberapa teolog Skotlandia lainnya mulai menggunakannya untuk menentang legalisme dalam gereja.
Buku ini menyoroti dua ekstrem dalam teologi Kristen:
-
Legalisme – Upaya untuk mendapatkan keselamatan melalui ketaatan pada hukum.
-
Antinomianisme – Pandangan bahwa hukum tidak lagi relevan bagi orang percaya karena kasih karunia.
Fisher, melalui The Marrow, menunjukkan bagaimana Injil menawarkan keselamatan hanya melalui iman dalam Kristus, tanpa mengesampingkan pentingnya ketaatan dalam kehidupan Kristen.
2. Eksposisi Teologi "The Marrow of Sacred Divinity" dalam Perspektif Reformed
a. Keselamatan oleh Anugerah, Bukan oleh Hukum
Salah satu tema utama dalam buku ini adalah bahwa keselamatan adalah anugerah semata, bukan hasil perbuatan baik manusia. Ini sangat sesuai dengan ajaran sola gratia dalam Reformasi.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion juga menekankan bahwa tidak ada manusia yang dapat dibenarkan oleh hukum Taurat (Roma 3:20), tetapi hanya oleh iman kepada Kristus (Roma 3:28).
R.C. Sproul juga mengajarkan bahwa legalisme sering kali menjadi jebakan bagi orang percaya yang berpikir bahwa mereka dapat memperoleh kasih Allah melalui usaha sendiri. The Marrow memperjelas bahwa hukum tidak diberikan untuk menyelamatkan, tetapi untuk menunjukkan dosa manusia dan membawa mereka kepada Kristus (Galatia 3:24).
b. Perbedaan antara Hukum dan Injil
Dalam teologi Reformed, ada perbedaan penting antara hukum dan Injil.
-
Hukum menuntut ketaatan dan menghukum pelanggaran.
-
Injil menawarkan keselamatan melalui Kristus, yang telah menggenapi hukum.
Menurut Herman Bavinck, jika kita gagal memahami perbedaan ini, kita bisa terjebak dalam salah satu dari dua ekstrem: legalisme atau antinomianisme.
Thomas Boston, seorang pendukung utama The Marrow, mengatakan bahwa hukum tetap penting sebagai standar moral bagi orang percaya, tetapi bukan sebagai sarana keselamatan.
c. Iman Sejati Membawa kepada Ketaatan
Meskipun Fisher menentang legalisme, ia juga menolak antinomianisme, yang mengatakan bahwa orang Kristen bebas dari segala kewajiban terhadap hukum Tuhan.
Menurut The Marrow, iman yang sejati selalu menghasilkan ketaatan sebagai buah dari kasih karunia. Ini sesuai dengan ajaran sola fide, di mana iman yang menyelamatkan tidak pernah terpisah dari perbuatan baik (Yakobus 2:17).
Charles Hodge menegaskan bahwa ketaatan Kristen bukanlah dasar keselamatan, tetapi bukti bahwa seseorang telah diselamatkan oleh anugerah Allah.
d. Tawaran Injil yang Universal
Salah satu poin kontroversial dalam The Marrow adalah tawaran Injil yang universal.
-
Buku ini menekankan bahwa Injil harus diberitakan kepada semua orang, karena Kristus telah menyediakan keselamatan bagi orang berdosa.
-
Hal ini berbeda dari hiper-Kalvinisme, yang cenderung membatasi tawaran Injil hanya bagi mereka yang dipilih sejak kekekalan.
John Murray, seorang teolog Reformed modern, menegaskan bahwa penebusan Kristus cukup bagi semua orang, tetapi hanya efektif bagi mereka yang percaya. Ini sesuai dengan konsep penebusan yang efektif tetapi terbatas (limited atonement) dalam teologi Reformed.
3. Aplikasi Teologi "The Marrow of Sacred Divinity" dalam Kehidupan Kristen
a. Menghindari Legalisme dalam Kehidupan Kristen
Banyak orang percaya masih terjebak dalam pemikiran bahwa mereka harus melakukan perbuatan baik agar tetap diterima oleh Allah. The Marrow mengajarkan bahwa kita diselamatkan hanya oleh anugerah, sehingga kita harus hidup dalam kebebasan Injil.
b. Tidak Menyalahgunakan Kasih Karunia
Di sisi lain, ada juga orang yang berpikir bahwa karena mereka telah diselamatkan oleh kasih karunia, mereka bisa hidup sesuka hati. Ini adalah antinomianisme, yang ditolak oleh Fisher dalam The Marrow.
Roma 6:1-2 berkata:
"Jika demikian, apakah yang akan kita katakan? Bolehkah kita tetap hidup dalam dosa supaya kasih karunia semakin bertambah? Sekali-kali tidak!"
c. Menyebarkan Injil kepada Semua Orang
Karena keselamatan adalah anugerah, kita dipanggil untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Tidak ada orang yang terlalu berdosa untuk diselamatkan.
Menurut Herman Bavinck, Injil harus ditawarkan kepada semua orang, karena Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik, tetapi ingin mereka bertobat (Yehezkiel 33:11).
4. Kesimpulan
"The Marrow of Sacred Divinity" adalah karya yang penting dalam teologi Reformed karena menegaskan keseimbangan antara anugerah, iman, dan ketaatan.
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan utama:
-
Keselamatan adalah anugerah murni dari Allah (sola gratia) – Tidak ada usaha manusia yang bisa membuat seseorang benar di hadapan Allah.
-
Hukum menunjukkan dosa tetapi tidak menyelamatkan – Hanya Kristus yang bisa memenuhi tuntutan hukum dan memberikan kita keselamatan.
-
Iman yang sejati menghasilkan ketaatan – Ketaatan bukan syarat keselamatan, tetapi bukti keselamatan.
-
Injil harus diberitakan kepada semua orang – Tidak ada batasan dalam menawarkan Injil kepada orang berdosa.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan Injil, menjauhi legalisme, menolak antinomianisme, dan menyebarkan Injil kepada dunia.