Ulangan 5:10: Kasih Setia Allah bagi yang Mengasihi-Nya
Pendahuluan
Ulangan 5:10 adalah bagian dari perintah Allah yang diberikan kepada bangsa Israel melalui Musa, khususnya dalam konteks penyampaian kembali Sepuluh Perintah Allah (Dasa Titah). Ayat ini berbunyi:
“Namun, Aku akan menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang yang mengasihi Aku dan yang menaati perintah-Ku.” (Ulangan 5:10, AYT)
Ayat ini menegaskan prinsip kesetiaan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, di mana kasih setia Allah diberikan kepada mereka yang mengasihi-Nya dan menaati perintah-Nya. Dalam artikel ini, kita akan menelaah ayat ini berdasarkan eksposisi dari beberapa teolog Reformed, serta melihat implikasinya dalam kehidupan Kristen saat ini.
1. Konteks Historis dan Teologis Ulangan 5:10
Kitab Ulangan adalah pengulangan dan penegasan hukum Taurat bagi generasi baru Israel sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian. Pasal 5 berisi pengulangan Dasa Titah, yang pertama kali diberikan di Gunung Sinai (Keluaran 20).
Dalam konteks Ulangan 5:10, Allah sedang menegaskan prinsip keadilan dan kasih setia dalam hubungan perjanjian-Nya dengan umat Israel. Ayat sebelumnya (Ulangan 5:9) berbicara tentang hukuman bagi mereka yang membenci Allah, tetapi Ulangan 5:10 menunjukkan kontrasnya, yaitu janji kasih setia bagi mereka yang mengasihi-Nya.
John Calvin, dalam Commentaries on the Four Last Books of Moses, menekankan bahwa hukuman Allah terbatas hingga beberapa generasi, tetapi kasih setia-Nya meluas hingga beribu-ribu generasi, menyoroti kemurahan dan belas kasihan Allah yang jauh lebih besar daripada murka-Nya.
"Tangan Tuhan lebih cenderung untuk memberkati daripada menghukum; oleh karena itu, kasih setia-Nya diperlihatkan jauh lebih luas daripada hukuman-Nya." — John Calvin
2. Eksposisi Kata Kunci dalam Ulangan 5:10
a. “Aku akan menunjukkan kasih setia”
Frasa ini dalam bahasa Ibrani menggunakan kata חֶסֶד (chesed), yang berarti kasih setia, kebaikan yang penuh rahmat, dan kemurahan dalam perjanjian.
Herman Bavinck, seorang teolog Reformed, menjelaskan bahwa chesed bukan sekadar kasih biasa, tetapi merupakan kesetiaan Allah dalam perjanjian dengan umat-Nya. Kasih setia ini adalah anugerah Allah yang tidak tergoyahkan, terlepas dari kegagalan manusia.
Timothy Keller juga menegaskan bahwa kasih setia Tuhan tidak hanya diberikan berdasarkan ketaatan manusia, tetapi juga karena anugerah-Nya dalam perjanjian-Nya dengan umat pilihan-Nya.
"Kasih Allah kepada kita bukan berdasarkan perbuatan kita, tetapi berdasarkan kesetiaan-Nya sendiri." — Timothy Keller
b. “Kepada beribu-ribu orang”
Ungkapan ini menunjukkan bahwa janji Allah bersifat generasional dan luas, bukan hanya terbatas pada satu individu atau satu generasi.
Jonathan Edwards dalam Religious Affections menekankan bahwa kasih setia Allah berlaku bagi seluruh umat pilihan-Nya dalam setiap zaman, menunjukkan kesinambungan antara janji dalam Perjanjian Lama dan kasih karunia dalam Kristus.
"Setiap generasi yang percaya dan hidup dalam perjanjian-Nya akan menikmati kemurahan-Nya yang kekal." — Jonathan Edwards
c. “Yang mengasihi Aku dan menaati perintah-Ku”
Kasih kepada Allah di sini tidak sekadar emosi atau pengakuan verbal, tetapi berkaitan erat dengan ketaatan terhadap perintah-Nya. Dalam pemahaman Reformed, kasih dan ketaatan bukanlah syarat untuk menerima kasih setia Allah, tetapi bukti dari anugerah yang telah diberikan.
John Piper dalam Desiring God menyatakan bahwa ketaatan adalah bukti kasih sejati kepada Allah. Ia mengutip Yohanes 14:15:
“Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti perintah-perintah-Ku.” (Yohanes 14:15)
Hal ini juga ditegaskan oleh Martyn Lloyd-Jones, yang menulis bahwa ketaatan kepada Allah bukanlah sarana untuk mendapatkan kasih-Nya, tetapi adalah buah dari kasih karunia yang telah diberikan Allah kepada umat-Nya.
3. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
a. Menyadari Kasih Setia Allah yang Tak Berkesudahan
Dalam hidup ini, sering kali kita jatuh dalam dosa dan merasa gagal dalam mengasihi Allah dengan sempurna. Namun, kasih setia-Nya tidak berdasarkan kesempurnaan kita, tetapi berdasarkan anugerah-Nya dalam Kristus.
Seperti yang dikatakan oleh R.C. Sproul, kasih setia Allah dalam Perjanjian Lama menemukan penggenapannya dalam Yesus Kristus:
"Di dalam Kristus, kita melihat puncak dari kasih setia Allah yang dinyatakan kepada mereka yang mengasihi dan menaati-Nya." — R.C. Sproul
b. Mengasihi Allah Melalui Ketaatan
Mengasihi Allah tidak cukup hanya dengan perkataan, tetapi harus dibuktikan dalam ketaatan kepada firman-Nya.
John MacArthur dalam The Gospel According to Jesus menegaskan bahwa iman sejati selalu menghasilkan ketaatan, karena kasih yang sejati kepada Tuhan akan mendorong seseorang untuk hidup dalam kekudusan.
c. Mewariskan Iman kepada Generasi Berikutnya
Karena kasih setia Allah diberikan kepada beribu-ribu generasi, kita sebagai orang percaya memiliki tanggung jawab untuk mewariskan iman kepada anak-anak dan keturunan kita.
Charles Spurgeon dalam The Treasury of David berkata:
"Seorang Kristen sejati tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mewariskan kasih Allah kepada generasi mendatang."
Sebagai orang tua dan pemimpin gereja, kita harus menanamkan firman Tuhan kepada anak-anak kita, sebagaimana ditekankan dalam Ulangan 6:6-7.
4. Kesimpulan: Kasih Setia Allah yang Kekal
Ulangan 5:10 adalah ayat yang menegaskan kesetiaan Allah dalam perjanjian-Nya. Beberapa poin penting dari eksposisi ini adalah:
- Allah menunjukkan kasih setia-Nya kepada umat pilihan-Nya berdasarkan anugerah-Nya yang kekal.
- Kasih kepada Allah harus dibuktikan dengan ketaatan terhadap perintah-Nya sebagai respons terhadap kasih karunia-Nya.
- Kasih setia Allah bersifat generasional, sehingga orang percaya bertanggung jawab untuk mewariskan iman kepada keturunan mereka.
Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan menaati perintah-Nya, bukan untuk mendapatkan kasih setia-Nya, tetapi sebagai bukti bahwa kita telah menerimanya melalui Yesus Kristus.