Yesus, Yang Direndahkan untuk Dimuliakan – Ibrani 2:9

Yesus, Yang Direndahkan untuk Dimuliakan – Ibrani 2:9

Pendahuluan

Ibrani 2:9 adalah salah satu ayat kunci dalam Perjanjian Baru yang menjelaskan bagaimana Yesus Kristus, sebagai Anak Allah, mengalami perendahan sementara untuk kemudian dimuliakan. Ayat ini menyoroti peran Kristus dalam rencana keselamatan Allah, khususnya dalam hal penderitaan-Nya yang membawa kemuliaan.

Ayat ini berbunyi:

"Akan tetapi, kita melihat Dia yang untuk waktu yang singkat dibuat lebih rendah dari malaikat-malaikat, yaitu Yesus, karena penderitaan maut-Nya dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, sehingga oleh anugerah Allah, Ia mengalami maut bagi setiap orang." (Ibrani 2:9, AYT)

Dalam artikel ini, kita akan membahas makna Ibrani 2:9 dalam konteks teologi Reformed dengan mengacu pada pandangan beberapa pakar teologi seperti John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones. Kita juga akan melihat implikasi ayat ini dalam pemahaman tentang inkarnasi, penderitaan, dan kemuliaan Kristus, serta bagaimana kebenaran ini berlaku dalam kehidupan Kristen saat ini.

1. Konteks Ibrani 2:9 dalam Surat Ibrani

Surat Ibrani ditulis untuk menegaskan keunggulan Kristus atas segala sesuatu, termasuk malaikat, nabi, dan sistem keimaman Perjanjian Lama. Pasal 1 menekankan keilahian Kristus, sedangkan pasal 2 menunjukkan kemanusiaan-Nya dan bagaimana Ia merendahkan diri untuk melaksanakan rencana keselamatan.

Dalam Ibrani 2:9, penulis membahas bagaimana Kristus yang pada hakikatnya lebih tinggi dari malaikat, justru menjadi lebih rendah dari mereka untuk sementara waktu demi menjalankan misi penebusan. Hal ini mengacu pada inkarnasi, di mana Yesus mengambil rupa manusia, mengalami penderitaan, dan akhirnya dimuliakan kembali setelah kebangkitan-Nya.

2. Eksposisi Ibrani 2:9

a) "Akan tetapi, kita melihat Dia yang untuk waktu yang singkat dibuat lebih rendah dari malaikat-malaikat..."

Frasa ini merujuk pada bagaimana Yesus, meskipun sebagai Anak Allah yang kekal, merendahkan diri dengan mengambil rupa manusia.

Menurut John Calvin, bagian ini menyoroti kenosis, yaitu konsep yang diambil dari Filipi 2:6-8, yang menjelaskan bagaimana Kristus mengosongkan diri-Nya dengan menjadi manusia. Calvin menegaskan bahwa ini bukan berarti Kristus kehilangan keilahian-Nya, tetapi bahwa Ia dengan sukarela menanggalkan hak-hak ilahi-Nya untuk sementara waktu demi melaksanakan rencana keselamatan.

John Owen dalam komentarnya tentang Ibrani menjelaskan bahwa meskipun Kristus dalam hakekat-Nya lebih tinggi dari malaikat, dalam kemanusiaan-Nya Ia mengalami keterbatasan fisik dan penderitaan, yang membuat-Nya tampak lebih rendah dari malaikat. Namun, perendahan ini bersifat sementara dan bertujuan untuk membawa kemuliaan yang lebih besar.

b) "Yaitu Yesus, karena penderitaan maut-Nya dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat..."

Bagian ini menunjukkan hubungan antara penderitaan Kristus dan kemuliaan-Nya.

Menurut R.C. Sproul, ada paradoks ilahi dalam pernyataan ini: kematian yang tampaknya adalah kekalahan justru menjadi jalan menuju kemuliaan. Dalam teologi Reformed, ini dikenal sebagai teologi salib (theology of the cross), di mana salib bukan hanya penderitaan tetapi juga kemenangan Allah atas dosa dan maut.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa kemuliaan Kristus tidak hanya datang setelah penderitaan-Nya, tetapi justru melalui penderitaan itu sendiri. Dengan kata lain, kematian Kristus bukan sekadar langkah menuju kemuliaan, tetapi merupakan bagian dari kemuliaan-Nya.

c) "Sehingga oleh anugerah Allah, Ia mengalami maut bagi setiap orang."

Bagian ini menyoroti doktrin penebusan dalam teologi Reformed.

John Calvin menegaskan bahwa frasa "Ia mengalami maut bagi setiap orang" harus dipahami dalam konteks siapa yang dimaksud dengan "setiap orang." Calvin berpendapat bahwa ini merujuk pada orang-orang percaya, yaitu mereka yang telah dipilih Allah dalam anugerah-Nya. Ini sesuai dengan doktrin penebusan yang terbatas (limited atonement), yang menyatakan bahwa Kristus mati secara efektif hanya untuk umat pilihan-Nya.

Namun, John Owen menambahkan bahwa meskipun kematian Kristus memiliki nilai yang cukup untuk menebus semua orang, secara efektif hanya mereka yang telah dipilih Allah yang menerima manfaat dari penebusan ini.

3. Teologi Reformed tentang Inkarnasi, Penderitaan, dan Kemuliaan Kristus

a) Inkarnasi Kristus: Allah Menjadi Manusia

Dalam teologi Reformed, inkarnasi adalah salah satu doktrin fundamental yang menjelaskan bagaimana Kristus, yang adalah Allah sejati, menjadi manusia sejati tanpa kehilangan keilahian-Nya.

Menurut John Calvin, inkarnasi bukanlah pengurangan keilahian Yesus, tetapi penambahan kemanusiaan kepada-Nya. Yesus tetap sepenuhnya Allah, tetapi juga menjadi sepenuhnya manusia agar Ia bisa menjadi perantara yang sempurna antara Allah dan manusia.

R.C. Sproul menegaskan bahwa inkarnasi adalah bukti terbesar dari kasih Allah. Kristus rela turun dari kemuliaan-Nya untuk menanggung penderitaan yang seharusnya kita tanggung.

b) Penderitaan dan Kematian Kristus sebagai Sumber Kemuliaan

Ibrani 2:9 menegaskan bahwa penderitaan dan kematian Kristus bukanlah tanda kelemahan, tetapi bagian dari rencana ilahi untuk membawa kemuliaan.

Martyn Lloyd-Jones menjelaskan bahwa kematian Kristus adalah puncak dari ketaatan-Nya kepada Bapa. Dalam kematian-Nya, Kristus tidak hanya membayar hukuman dosa kita tetapi juga memberikan teladan bagi kita untuk hidup dalam ketaatan dan kesabaran dalam penderitaan.

c) Kematian Kristus dan Doktrin Anugerah

Frasa "oleh anugerah Allah, Ia mengalami maut" menekankan bahwa keselamatan kita sepenuhnya berdasarkan anugerah, bukan usaha manusia.

John Owen menekankan bahwa anugerah ini bukan sesuatu yang kita peroleh karena jasa kita, tetapi karena keputusan Allah yang berdaulat. Keselamatan adalah anugerah yang diberikan Allah kepada umat pilihan-Nya, bukan sesuatu yang bisa kita peroleh dengan usaha kita sendiri.

4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

a) Menghargai Pengorbanan Kristus

Jika Yesus rela merendahkan diri dan menanggung penderitaan demi kita, maka kita seharusnya tidak hidup dengan cara yang sia-sia. Kita dipanggil untuk menghormati pengorbanan-Nya dengan hidup dalam kekudusan dan ketaatan.

John Calvin menekankan bahwa iman sejati harus menghasilkan perubahan hidup. Jika seseorang mengaku percaya kepada Kristus tetapi tetap hidup dalam dosa, maka ia belum benar-benar memahami nilai pengorbanan Kristus.

b) Memiliki Pengharapan dalam Penderitaan

Ibrani 2:9 mengajarkan bahwa penderitaan bukan akhir dari segalanya, tetapi sering kali merupakan jalan menuju kemuliaan.

R.C. Sproul mengingatkan bahwa sebagai pengikut Kristus, kita juga akan mengalami penderitaan. Namun, kita bisa memiliki keyakinan bahwa seperti Kristus yang dimuliakan setelah penderitaan-Nya, kita pun akan mengalami kemuliaan kekal di dalam Dia.

c) Menghidupi Anugerah Allah dengan Kerendahan Hati

Keselamatan adalah anugerah Allah semata, bukan hasil usaha kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh sombong atau merasa lebih baik dari orang lain.

Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa pemahaman yang benar tentang anugerah Allah akan menghasilkan sikap rendah hati. Kita harus hidup dengan kesadaran bahwa semua yang kita miliki adalah karena kasih karunia-Nya.

Kesimpulan

Ibrani 2:9 mengajarkan bahwa Yesus, meskipun sebagai Anak Allah, rela merendahkan diri untuk mengalami penderitaan dan kematian demi keselamatan kita. Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menegaskan doktrin inkarnasi, penderitaan Kristus sebagai sumber kemuliaan, dan keselamatan sebagai anugerah Allah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam rasa syukur atas pengorbanan Kristus, memiliki pengharapan dalam penderitaan, dan menghidupi anugerah-Nya dengan rendah hati.

Next Post Previous Post