2 Korintus 8:8-12: Kasih, Pengorbanan, dan Prinsip Memberi dalam Injil

2 Korintus 8:8-12: Kasih, Pengorbanan, dan Prinsip Memberi dalam Injil

Pendahuluan

Ayat 2 Korintus 8:8-12 merupakan bagian penting dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Dalam konteks ini, Paulus sedang berbicara mengenai prinsip memberi dalam kehidupan orang percaya, terutama dalam rangkaian pengumpulan bantuan untuk jemaat di Yerusalem yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.

Sebagai bagian dari teologi Reformed, perikop ini sering dijadikan dasar untuk menjelaskan prinsip kasih yang praktis, pengorbanan Kristus sebagai teladan utama, serta prinsip memberi yang sesuai dengan Injil. Teologi Reformed tidak hanya memandang pemberian dalam gereja sebagai tindakan etis, tetapi sebagai manifestasi dari kasih anugerah Allah yang bekerja dalam kehidupan umat-Nya.

Artikel ini akan membahas eksposisi 2 Korintus 8:8-12 secara mendalam dengan merujuk kepada pandangan beberapa pakar teologi Reformed, seperti John Calvin, Charles Hodge, John Murray, dan R.C. Sproul, serta bagaimana aplikasi praktisnya bagi gereja masa kini.

Konteks Historis dan Latar Belakang

Rasul Paulus menulis surat ini untuk mendorong jemaat di Korintus agar menyelesaikan komitmen mereka dalam pengumpulan dana untuk membantu jemaat Yerusalem. Sebelumnya, mereka sudah menunjukkan kerelaan hati, namun pelaksanaan nyata dari kerelaan tersebut belum mereka wujudkan sepenuhnya.

Menurut Charles Hodge, teolog Reformed abad ke-19, bagian ini menunjukkan bahwa kehidupan Kristen bukan hanya berbicara tentang iman secara teoritis, tetapi bagaimana iman itu diwujudkan dalam kasih dan perbuatan nyata. Dalam konteks pengumpulan dana ini, Paulus tidak memaksa, tetapi memberikan dorongan berdasarkan kasih dan teladan Kristus.

Eksposisi Ayat per Ayat

2 Korintus 8:8: Memberi sebagai Ujian Kasih Sejati

"Aku tidak mengatakan hal ini sebagai perintah, tetapi untuk menguji melalui kesungguhan orang lain tentang keikhlasan kasihmu."

John Calvin dalam komentarnya menegaskan bahwa kasih sejati dalam Injil tidak bisa dipaksakan dengan hukum atau perintah. Memberi harus lahir dari kasih yang tulus, bukan sekedar formalitas atau kewajiban. Paulus menggunakan kesungguhan jemaat Makedonia sebagai cermin bagi jemaat Korintus untuk menguji motivasi hati mereka.

Prinsip Reformed menekankan bahwa kasih lahir dari pembaruan hati oleh Roh Kudus. Oleh karena itu, tindakan memberi adalah buah dari kasih yang telah Allah tanamkan dalam hati umat-Nya.

2 Korintus 8:9: Teladan Utama — Kristus yang Kaya Menjadi Miskin

"Sebab, kamu mengetahui anugerah Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa walaupun Ia kaya, Ia rela menjadi miskin demi kamu supaya melalui kemiskinan-Nya, kamu menjadi kaya."

Ayat ini menjadi fondasi teologi memberi dalam pandangan Reformed. John Murray menjelaskan bahwa kasih karunia Kristus adalah pemberian tertinggi yang melampaui segala bentuk pemberian manusia. Kristus, dalam kemuliaan ilahi-Nya, rela merendahkan diri dan menjadi manusia yang menderita bahkan mati di kayu salib demi keselamatan umat-Nya.

Charles Hodge menambahkan bahwa kekayaan rohani orang percaya (menjadi kaya dalam Kristus) bukan berbicara tentang kekayaan materi, tetapi tentang warisan rohani dan status sebagai anak-anak Allah yang ditebus.

Dengan demikian, tindakan memberi dalam gereja bukanlah sekadar bantuan sosial, tetapi refleksi dari Injil — tindakan kasih yang berakar dalam pengorbanan Kristus.

2 Korintus 8:10-11: Komitmen yang Harus Dinyatakan dalam Tindakan

"Dan, dalam hal ini aku memberikan pendapatku, hal ini adalah untuk keuntunganmu, yang sejak tahun lalu, kamu bukan hanya melakukannya, tetapi juga berkeinginan untuk melakukannya. Jadi, sekarang, selesaikanlah juga pekerjaan itu supaya sepadan dengan kerelaanmu untuk menyelesaikan apa yang ada padamu."

Paulus mengingatkan jemaat Korintus untuk tidak hanya memiliki kerinduan atau niat yang baik, tetapi juga untuk merealisasikannya dalam tindakan konkret. R.C. Sproul dalam penafsirannya menegaskan bahwa kasih yang sejati harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya dalam perasaan atau rencana.

Dalam teologi Reformed, iman yang hidup selalu menghasilkan buah. Jika seseorang telah mengalami anugerah Kristus, maka responsnya adalah tindakan kasih, termasuk dalam hal memberi untuk mendukung pekerjaan Tuhan.

2 Korintus 8:12: Prinsip Memberi Sesuai Kemampuan

"Sebab, jika ada kesiapan memberi, pemberian itu akan diterima, berdasarkan apa yang dimiliki seseorang, dan bukan berdasarkan apa yang tidak dimilikinya."

Ini adalah prinsip dasar dalam ajaran Reformed tentang memberi. John Calvin menekankan bahwa Allah tidak menuntut umat-Nya memberi melampaui apa yang mereka miliki. Yang penting bukan jumlah nominalnya, tetapi ketulusan hati dan kesiapan untuk memberi.

Ini membedakan ajaran Kristen tentang memberi dari konsep duniawi yang seringkali mengukur kebaikan seseorang dari besarnya pemberian. Allah memandang hati, bukan sekedar jumlah.

Prinsip Teologi Reformed dari 2 Korintus 8:8-12

1. Kasih sebagai Dasar Pemberian

Memberi lahir dari kasih, bukan paksaan. Teologi Reformed menegaskan bahwa kasih sejati adalah buah karya Roh Kudus dalam hati yang telah diperbarui.

2. Kristus sebagai Teladan Utama

Segala bentuk tindakan kasih, termasuk memberi, harus berakar dalam teladan Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita.

3. Iman yang Hidup Melahirkan Perbuatan Nyata

Niat baik harus diikuti dengan tindakan nyata. Orang percaya dipanggil untuk menyelesaikan komitmen kasih mereka.

4. Memberi Sesuai Kemampuan

Allah tidak memaksa umat-Nya memberi di luar kemampuan mereka. Prinsip ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan gereja.

Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini

Dalam kehidupan gereja kontemporer, perikop ini sangat relevan untuk mendidik jemaat tentang prinsip memberi. Beberapa aplikasi praktisnya antara lain:

a. Pendidikan tentang Memberi Berdasarkan Injil

Gereja harus mengajar bahwa memberi bukan sekadar kewajiban gerejawi, tetapi respon kasih terhadap anugerah Allah.

b. Meneladani Kristus dalam Pengorbanan

Jemaat diajak untuk memberi bukan demi keuntungan pribadi atau popularitas, tetapi untuk mencerminkan kasih Kristus.

c. Menghargai Setiap Pemberian, Besar atau Kecil

Pemimpin gereja harus mengapresiasi setiap pemberian, tidak melihat besarnya nominal, tetapi ketulusan hati jemaat.

d. Membina Jemaat dalam Kesetiaan

Memberi bukan hanya dilakukan sesekali, tetapi harus menjadi gaya hidup orang percaya yang terus bertumbuh dalam iman.

Penutup

Eksposisi atas 2 Korintus 8:8-12 menurut pandangan para teolog Reformed menegaskan bahwa prinsip memberi dalam kekristenan tidak dapat dipisahkan dari Injil itu sendiri. Memberi bukan sekadar tindakan sosial, tetapi ekspresi kasih dan pengorbanan, yang teladannya adalah Kristus sendiri.

Paulus mengajarkan bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kasih, menghidupi Injil dalam tindakan nyata, termasuk dalam hal memberi. Namun, prinsip memberi ini juga sangat manusiawi dan penuh kasih karunia — Allah menilai bukan berdasarkan jumlah, tetapi berdasarkan ketulusan dan kesiapan hati.

Kiranya gereja masa kini terus menumbuhkan budaya memberi yang berdasarkan kasih Injil dan pengorbanan Kristus, demi kemuliaan Allah dan kesejahteraan umat-Nya.

Next Post Previous Post