2 Yohanes 1:4: Sukacita dalam Kebenaran

Pendahuluan: Sukacita Sejati dalam Hidup Kristen
Surat 2 Yohanes merupakan salah satu surat pendek dalam Perjanjian Baru, namun mengandung kekayaan spiritual yang dalam. Dalam ayat 4, Rasul Yohanes menyatakan sebuah perasaan penuh sukacita ketika mendapati bahwa sebagian dari anak-anak dari "nyonya pilihan" hidup dalam kebenaran, sesuai perintah dari Bapa.
"Aku sangat bersukacita, bahwa kudapati beberapa dari antara anak-anakmu hidup dalam kebenaran, seperti yang telah kita terima perintahnya dari Bapa."
(2 Yohanes 1:4, LAI)
Ayat ini, walaupun singkat, mencerminkan intisari kehidupan Kristen dan menjadi indikator sejati dari iman yang hidup. Dalam tradisi teologi Reformed, kebenaran bukan hanya ide atau doktrin, tetapi adalah realitas hidup yang dilahirkan dari perjumpaan dengan Kristus dan ketekunan dalam Firman.
Bagian I: Latar Belakang Surat dan Konteks Historis
1. Penulis dan Penerima
Surat ini ditulis oleh Rasul Yohanes, yang menyebut dirinya sebagai "penatua" (presbyteros), kepada "nyonya pilihan dan anak-anaknya". Banyak teolog Reformed seperti John Calvin menganggap ini sebagai metafora untuk jemaat lokal tertentu, sedangkan sebagian lainnya melihatnya sebagai seorang wanita Kristen dan keluarganya.
Calvin berkomentar:
“Adalah hal yang wajar bagi rasul untuk menggambarkan jemaat dalam bentuk keluarga, sebab Gereja adalah rumah Allah, di mana kebenaran adalah landasan.”
2. Konteks Umum
Surat ini menekankan dua hal: kebenaran dan kasih. Dua nilai ini dianggap tak terpisahkan dalam iman Kristen yang sejati, dan ayat 4 menjadi pernyataan konkret dari keberhasilan pengajaran iman.
Bagian II: Eksposisi Frasa demi Frasa
“Aku sangat bersukacita”
Ungkapan sukacita Rasul Yohanes bukan bersifat emosional belaka, tetapi teologis. Sukacita ini muncul bukan karena hal duniawi, melainkan karena kehidupan yang benar dari anak-anak Allah.
Matthew Henry menafsirkan:
“Sukacita rasul tidak bersumber pada keberhasilan materi, tetapi pada ketaatan umat Tuhan terhadap kebenaran.”
Dalam teologi Reformed, sukacita seperti ini dianggap sebagai buah dari Roh Kudus, yang muncul saat melihat orang-orang berjalan dalam kehendak Allah.
“Kudapati beberapa dari antara anak-anakmu”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa tidak semua anak "nyonya pilihan" hidup dalam kebenaran. Hal ini mencerminkan realitas gereja, di mana tidak semua anggota menunjukkan buah keselamatan yang sejati.
John Calvin menyatakan:
“Bahkan dalam gereja yang benar sekalipun, tidak semua anggotanya hidup seturut Injil. Tetapi mereka yang hidup dalam kebenaran, itulah yang menjadi sumber penghiburan terbesar bagi para pemimpin rohani.”
Pandangan ini sangat Reformed, menekankan pemisahan antara gereja yang kelihatan dan gereja yang sejati (invisible and visible church).
“Hidup dalam kebenaran”
Ini adalah inti dari ayat ini. Kata peripateo dalam bahasa Yunani berarti "berjalan" atau "hidup sehari-hari". Kebenaran bukan hanya pengetahuan, tetapi gaya hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.
R.C. Sproul menegaskan:
“Kebenaran adalah sesuatu yang objektif dan berasal dari Allah. Hidup dalam kebenaran berarti menundukkan seluruh aspek hidup kepada Firman-Nya.”
Kebenaran, dalam teologi Reformed, mencakup:
-
Kebenaran doktrinal (pengajaran yang benar tentang Allah, Kristus, dan keselamatan)
-
Kebenaran moral (hidup yang mencerminkan karakter Allah)
-
Kebenaran relasional (kesetiaan kepada perintah Allah dalam kasih)
“Seperti yang telah kita terima perintahnya dari Bapa”
Pernyataan ini mengacu pada otoritas ilahi dari kebenaran. Kebenaran bukanlah hasil pemikiran manusia, melainkan perintah langsung dari Bapa, yang diwariskan melalui Kristus dan para rasul.
Teologi Reformed sangat menekankan otoritas Firman Allah sebagai dasar segala kebenaran. Dalam pandangan Calvin, ini menunjukkan bahwa:
“Kebenaran bukan hasil interpretasi manusia, tetapi hukum yang tidak berubah dari Allah yang Mahasuci.”
Bagian III: Pandangan Teolog Reformed Lainnya tentang 2 Yohanes 1:4
1. Herman Bavinck
Dalam kerangka teologisnya, Bavinck melihat kebenaran sebagai cahaya ilahi yang menyinari semua aspek kehidupan manusia. Ia mengatakan:
“Kebenaran tidak hanya berkaitan dengan doktrin, tetapi seluruh ciptaan dan relasi manusia diciptakan untuk mencerminkan kemuliaan Allah yang benar.”
2. J. I. Packer
Dalam Knowing God, Packer menekankan bahwa hidup dalam kebenaran berarti mengenal Allah secara pribadi, bukan sekadar menyetujui doktrin.
“Iman Kristen yang sejati tidak bisa dipisahkan dari hidup yang taat dan penuh kasih.”
3. Sinclair Ferguson
Ferguson menyoroti bahwa kebenaran bukan hanya dasar iman, tetapi juga pengarah etika dan moral Kristen, sehingga setiap tindakan harus tunduk kepada kebenaran Injil.
Bagian IV: Aplikasi Praktis untuk Gereja dan Orang Percaya
1. Pemimpin Gereja Harus Menemukan Sukacita dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat
Yohanes bersukacita bukan karena popularitas, tetapi karena ada yang hidup dalam kebenaran. Hal ini menjadi model bagi semua pemimpin gereja.
2. Kebenaran Harus Diajarkan dan Dihidupi
Banyak gereja modern mengabaikan doktrin demi pengalaman. Namun, teologi Reformed menegaskan bahwa kebenaran adalah dasar kekudusan.
3. Kasih dan Kebenaran Tidak Boleh Dipisahkan
Surat 2 Yohanes secara keseluruhan menunjukkan bahwa kasih tanpa kebenaran adalah sentimentalisme, dan kebenaran tanpa kasih adalah legalisme. Keduanya harus berjalan seiring.
Bagian V: Relevansi Ayat Ini di Era Modern
Di zaman relativisme dan subjektivisme, pernyataan Yohanes menjadi sangat penting. Dunia mengaburkan batas antara benar dan salah, tetapi orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kebenaran yang kekal.
Relevansi bagi zaman kini:
-
Bagi keluarga Kristen: Orang tua Kristen memiliki tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak dalam kebenaran.
-
Bagi gereja lokal: Jemaat harus dipimpin kepada kehidupan yang berpusat pada Injil, bukan sekadar aktivitas.
-
Bagi dunia digital: Dalam dunia penuh disinformasi, orang Kristen harus memegang kebenaran Firman sebagai kompas moral.
Kesimpulan: Hidup dalam Kebenaran sebagai Tanda Iman yang Sejati
2 Yohanes 1:4 memberi gambaran singkat namun sangat kuat tentang indikator iman yang sejati: hidup dalam kebenaran. Dalam terang teologi Reformed, kebenaran adalah:
-
Diberikan oleh Allah, bukan direkayasa manusia.
-
Mendasari kasih, etika, dan tujuan hidup Kristen.
-
Harus dihidupi dalam keseharian, bukan hanya diakui secara doktrinal.
Sebagaimana Yohanes bersukacita atas umat yang berjalan dalam kebenaran, demikian pula Tuhan sendiri berkenan atas umat-Nya yang hidup sesuai Firman.