5 Mitos tentang Puasa dalam Kekristenan yang Perlu Diluruskan
- Mitos #1: Puasa Hanya untuk Orang-Orang Super Rohani
- Mitos #2: Puasa Hanya Berarti Tidak Makan atau Minum
- Mitos #3: Puasa Bertujuan untuk Memaksa Tuhan Mengabulkan Doa
- Mitos #4: Puasa Tidak Relevan bagi Orang Kristen Zaman Sekarang
- Mitos #5: Puasa Hanya Dilakukan Secara Pribadi dan Tidak Boleh Dilakukan Secara Korporat
- Kesimpulan

Pendahuluan:
Puasa adalah salah satu praktik rohani yang sering disebut dalam Alkitab, tetapi masih banyak kesalahpahaman yang berkembang di kalangan orang Kristen mengenai tujuan dan manfaatnya. Beberapa orang menganggapnya sebagai praktik hukum Taurat yang tidak relevan bagi orang percaya zaman sekarang, sementara yang lain melihatnya sebagai cara untuk "memaksa" Tuhan menjawab doa mereka.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lima mitos umum tentang puasa berdasarkan ajaran Alkitab dan pandangan para teolog Reformed. Dengan memahami puasa dengan benar, kita bisa menghayatinya sebagai bagian dari kehidupan rohani yang sehat dan seimbang.
Mitos #1: Puasa Hanya untuk Orang-Orang Super Rohani
Fakta: Puasa adalah praktik rohani yang dapat dilakukan oleh semua orang percaya
Banyak orang berpikir bahwa puasa hanya diperuntukkan bagi nabi, pendeta, atau orang-orang yang memiliki tingkat kerohanian tertentu. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa puasa adalah bagian dari kehidupan iman yang bisa dilakukan oleh semua pengikut Kristus.
Yesus sendiri mengharapkan murid-murid-Nya untuk berpuasa. Dalam Matius 6:16-18, Yesus berkata, "Apabila kamu berpuasa...", bukan "Jika kamu berpuasa...". Hal ini menunjukkan bahwa puasa adalah bagian dari kehidupan rohani yang normal, bukan hanya untuk kalangan tertentu.
Teolog Reformed John Piper, dalam bukunya A Hunger for God, menekankan bahwa puasa bukanlah tentang mencapai tingkat rohani tertentu, tetapi tentang memperdalam kerinduan kita kepada Allah.
Bahkan dalam Perjanjian Lama, orang-orang biasa seperti rakyat Israel juga dipanggil untuk berpuasa dalam waktu-waktu tertentu, seperti dalam Yoel 2:12, di mana Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk berbalik kepada-Nya dengan puasa.
Dengan demikian, puasa bukan hanya untuk "orang-orang super rohani," tetapi untuk setiap orang percaya yang ingin mendekat kepada Allah.
Mitos #2: Puasa Hanya Berarti Tidak Makan atau Minum
Fakta: Puasa adalah tentang hati yang mencari Tuhan, bukan sekadar menahan lapar
Banyak orang berpikir bahwa puasa hanyalah soal tidak makan dan tidak minum dalam jangka waktu tertentu. Namun, esensi puasa lebih dari sekadar pantang makanan; puasa adalah tentang mencari Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh.
Yesaya 58:6-7 menegur umat Israel yang berpuasa tetapi tetap berbuat dosa dan tidak peduli pada orang miskin. Tuhan berkata bahwa puasa yang sejati melibatkan pertobatan, kasih kepada sesama, dan hidup yang benar di hadapan-Nya.
Teolog J.I. Packer, dalam bukunya A Quest for Godliness, menjelaskan bahwa puasa adalah sarana yang membantu kita memusatkan perhatian kepada Allah dengan lebih dalam, bukan sekadar mengosongkan perut.
Selain itu, puasa tidak selalu berarti tidak makan atau minum. Dalam Daniel 10:2-3, Daniel berpuasa dengan cara menghindari makanan lezat selama tiga minggu, bukan berhenti makan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa ada berbagai bentuk puasa yang bisa dilakukan, tergantung pada tujuan rohaninya.
Jadi, puasa bukan hanya soal berhenti makan, tetapi soal menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dalam doa dan penyembahan.
Mitos #3: Puasa Bertujuan untuk Memaksa Tuhan Mengabulkan Doa
Fakta: Puasa adalah tentang merendahkan diri, bukan memanipulasi Tuhan
Beberapa orang berpikir bahwa jika mereka berpuasa, maka Tuhan "wajib" mengabulkan doa mereka. Namun, puasa bukanlah alat untuk memaksa Tuhan melakukan kehendak kita, melainkan cara untuk membawa hati kita selaras dengan kehendak-Nya.
Dalam 2 Samuel 12:16-23, Raja Daud berpuasa dan berdoa agar anaknya yang sakit disembuhkan. Namun, ketika anak itu akhirnya meninggal, Daud menerima kehendak Tuhan dengan tenang dan melanjutkan kehidupannya.
Teolog Martyn Lloyd-Jones, dalam bukunya Studies in the Sermon on the Mount, menekankan bahwa puasa adalah sarana untuk merendahkan diri dan mencari wajah Tuhan, bukan alat untuk mendapatkan sesuatu dari-Nya.
Yesus juga mencontohkan puasa sebagai sarana mencari kehendak Allah. Dalam Matius 4:1-11, Yesus berpuasa di padang gurun untuk mempersiapkan diri menghadapi pencobaan, bukan untuk mendapatkan sesuatu dari Bapa-Nya.
Dengan demikian, puasa seharusnya dilakukan dengan sikap hati yang benar—untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk "menekan" Tuhan agar mengabulkan permohonan kita.
Mitos #4: Puasa Tidak Relevan bagi Orang Kristen Zaman Sekarang
Fakta: Puasa tetap relevan sebagai praktik rohani bagi orang percaya
Banyak orang Kristen berpikir bahwa puasa adalah praktik Perjanjian Lama yang tidak lagi relevan setelah Yesus datang. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa puasa tetap menjadi bagian penting dari kehidupan orang percaya, bahkan setelah kedatangan Kristus.
Dalam Matius 9:14-15, Yesus berkata bahwa murid-murid-Nya akan berpuasa setelah Ia naik ke surga. Hal ini menunjukkan bahwa puasa tetap relevan dalam kehidupan orang percaya hingga saat ini.
Banyak tokoh dalam Perjanjian Baru, termasuk Paulus dan jemaat mula-mula, berpuasa dalam momen-momen penting, seperti dalam Kisah Para Rasul 13:2-3, di mana mereka berpuasa sebelum mengutus Barnabas dan Paulus untuk pelayanan misi.
Teolog Reformed Michael Horton, dalam bukunya The Christian Faith, menekankan bahwa puasa adalah sarana anugerah yang membantu kita memusatkan perhatian kepada Kristus dan memperbarui komitmen kita kepada-Nya.
Jadi, meskipun cara kita berpuasa bisa berbeda dengan praktik dalam Perjanjian Lama, prinsip dan manfaatnya tetap berlaku bagi orang percaya masa kini.
Mitos #5: Puasa Hanya Dilakukan Secara Pribadi dan Tidak Boleh Dilakukan Secara Korporat
Fakta: Puasa bisa dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama dalam komunitas
Beberapa orang berpikir bahwa puasa hanya boleh dilakukan secara pribadi dan tidak boleh diumumkan kepada orang lain. Mereka sering mengutip Matius 6:16-18, di mana Yesus berkata bahwa kita tidak boleh berpuasa seperti orang munafik yang mencari pujian manusia.
Namun, ini tidak berarti bahwa puasa harus selalu dilakukan secara pribadi. Alkitab juga mencatat banyak contoh puasa yang dilakukan secara bersama-sama dalam komunitas.
Dalam 2 Tawarikh 20:3-4, Raja Yosafat menyerukan seluruh umat Israel untuk berpuasa bersama ketika menghadapi ancaman musuh. Demikian pula dalam Yunus 3:5-7, seluruh bangsa Niniwe berpuasa sebagai tanda pertobatan mereka.
Teolog Tim Keller, dalam bukunya Prayer: Experiencing Awe and Intimacy with God, menjelaskan bahwa puasa bisa menjadi sarana yang kuat untuk memperkuat doa-doa komunitas dan mencari kehendak Tuhan secara bersama-sama.
Jadi, meskipun kita harus berpuasa dengan motivasi yang benar, tidak ada larangan untuk melakukan puasa bersama sebagai gereja atau komunitas iman.
Kesimpulan
Puasa adalah praktik rohani yang sering disalahpahami. Lima mitos di atas menunjukkan bahwa:
-
Puasa bukan hanya untuk orang-orang tertentu, tetapi untuk semua orang percaya.
-
Puasa bukan hanya soal tidak makan, tetapi soal mencari Tuhan.
-
Puasa bukan alat untuk memaksa Tuhan mengabulkan doa.
-
Puasa tetap relevan bagi orang Kristen zaman sekarang.
-
Puasa bisa dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama.
Dengan memahami puasa secara benar, kita bisa menggunakannya sebagai sarana pertumbuhan iman dan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan. Semoga artikel ini membantu meluruskan pemahaman tentang puasa dan mendorong kita untuk menghidupi kehidupan rohani yang lebih dekat dengan Tuhan.