Apa Arti Sebenarnya dari Mengambil Nama Tuhan dengan Sia-sia?

Pendahuluan
Di tengah dunia modern yang penuh dengan ekspresi spontan seperti “Ya Tuhan!” atau “Astaga!”, pertanyaan penting muncul: Apa arti sebenarnya dari mengambil nama Tuhan dengan sia-sia? Dalam bahasa asli Ibrani, perintah ketiga dari Sepuluh Perintah Allah di Keluaran 20:7 berbunyi:
“Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.” (TB)
Namun, banyak orang Kristen—bahkan yang aktif di gereja—masih belum memahami kedalaman makna perintah ini. Apakah ini hanya soal tidak mengumpat? Atau ada hal yang lebih mendalam di baliknya?
Dalam artikel ini, kita akan membongkar makna perintah ini berdasarkan pendekatan teologi Reformed, melalui pandangan para teolog besar seperti John Calvin, R.C. Sproul, Herman Bavinck, Sinclair Ferguson, dan Kevin DeYoung. Kita juga akan menelusuri aspek bahasa, konteks budaya, serta penerapannya dalam kehidupan Kristen masa kini.
1. Mengambil Nama Tuhan = Mewakili Allah
Dalam pengertian Ibrani, “mengambil nama Tuhan” (Ibrani: nasa shem YHWH lashav) bukan hanya berarti “menyebut,” melainkan lebih dalam: membawa, memakai, atau mengangkat nama Tuhan dalam kehidupan. Ini adalah tindakan representatif.
John Calvin menjelaskan bahwa nama Tuhan adalah "segala sesuatu yang menyatakan siapa Allah itu"—karakter-Nya, janji-Nya, karya-Nya, dan kehendak-Nya. Maka, memakai nama Tuhan bukan hanya terjadi saat berbicara, tetapi juga ketika seseorang mengaku sebagai umat Allah, Kristen, atau pengikut Kristus.
Dengan kata lain, setiap kali seseorang mengklaim diri sebagai milik Kristus, ia secara langsung membawa nama Tuhan dalam hidupnya.
2. Makna "Dengan Sia-sia" dalam Bahasa Asli
Kata “sia-sia” dalam Keluaran 20:7 berasal dari kata Ibrani lashav, yang berarti tidak berguna, kosong, menipu, atau curang. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak berkenan pada penggunaan nama-Nya yang tidak mencerminkan kekudusan dan kebenaran.
Herman Bavinck menulis bahwa nama Tuhan tidak boleh digunakan dengan ringan, palsu, atau untuk keuntungan pribadi. Nama Tuhan mencerminkan seluruh keberadaan-Nya; menggunakannya secara sembrono berarti merendahkan karakter Allah sendiri.
R.C. Sproul menyebut tindakan ini sebagai blasphemy dalam bentuk tersembunyi—bukan menghujat secara frontal, tapi meremehkan nama Tuhan dalam ucapan, doa, sumpah, bahkan dalam pelayanan yang dangkal.
3. Menggunakan Nama Tuhan untuk Manipulasi
Salah satu bentuk paling serius dari menyalahgunakan nama Tuhan adalah menggunakannya untuk membenarkan agenda pribadi atau manipulasi.
Sebagai contoh:
-
“Tuhan berkata padaku bahwa kamu harus menikah denganku.”
-
“Kalau kamu tidak memberi persembahan ini, kamu melawan Tuhan.”
-
“Kami menang karena Tuhan pasti di pihak kami.”
Kevin DeYoung memperingatkan bahwa menggunakan nama Tuhan sebagai alat politik, spiritual, atau komersial adalah bentuk pelanggaran serius terhadap perintah ketiga. Kita tidak boleh membawa Tuhan ke dalam narasi kita untuk memperoleh legitimasi palsu.
Ini mencerminkan praktik yang dilarang keras dalam Kitab Suci, seperti nabi-nabi palsu di Yeremia 23 yang berkata, “Tuhan berfirman,” padahal Tuhan tidak pernah berkata demikian.
4. Sumpah Palsu dan Janji yang Dilanggar
Dalam konteks Alkitab, menyebut nama Tuhan sering dilakukan saat orang membuat sumpah atau perjanjian. Maka, menyumpah dengan nama Tuhan berarti melibatkan Allah sebagai saksi kebenaran.
Namun, jika seseorang bersumpah lalu melanggar janjinya, itu dianggap sebagai penghinaan terhadap nama Allah.
Yesus sendiri menegaskan hal ini dalam Matius 5:33–37, bahwa orang-orang seharusnya tidak bersumpah sembarangan. Kejujuran dan integritas seharusnya menjadi standar umat Allah, tanpa perlu membawa-bawa nama Tuhan untuk meyakinkan orang lain.
Sinclair Ferguson menulis bahwa jika kita menjadikan nama Tuhan sebagai alat untuk meyakinkan, padahal kita sendiri tidak berniat jujur, maka kita telah menjadikan nama Allah sebagai alat penipuan.
5. Penggunaan Kosong dalam Ibadah dan Doa
Pelanggaran perintah ketiga tidak selalu terdengar seperti hujatan, tapi bisa terjadi dalam doa dan ibadah yang kosong. Doa yang berulang-ulang tanpa hati (seperti hanya mengulang “Tuhan... Tuhan... Tuhan...”) bisa menjadi bentuk “menyebut nama Tuhan dengan sia-sia.”
R.C. Sproul menyatakan bahwa liturgi atau pelayanan tanpa kesungguhan hati, meskipun terdengar rohani, bisa melanggar perintah ini. Ketika kita menyembah hanya karena rutinitas tanpa kasih dan hormat kepada Allah, kita sedang mempermainkan nama-Nya.
Ini termasuk:
-
Nyanyian rohani yang dinyanyikan tanpa pemahaman.
-
Doa yang diucapkan tanpa perhatian.
-
Pelayanan dengan motivasi yang salah.
Allah tidak mencari penampilan luar, tetapi hati yang takut akan nama-Nya.
6. Mengaku Kristen Tapi Hidup Bertentangan
Salah satu bentuk paling umum dari pelanggaran perintah ini adalah kemunafikan: mengaku milik Kristus, tetapi hidup tidak sesuai dengan Injil.
John Calvin memperingatkan bahwa orang yang menyebut diri Kristen namun hidupnya bertolak belakang dengan ajaran Kristus sedang menghujat nama Allah secara tidak langsung.
Ketika orang Kristen:
-
Korupsi di kantor,
-
Berbohong dalam bisnis,
-
Mempermalukan pasangan atau anak-anak, ... namun tetap memakai label "Kristen", dunia melihat dan mencemooh bukan hanya orang itu, tetapi Tuhan yang diwakilinya.
Seperti yang tertulis dalam Roma 2:24:
“Sebab, seperti ada tertulis: Nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain oleh karena kamu.”
7. Nama Tuhan Adalah Refleksi Diri-Nya
Dalam teologi Reformed, nama Tuhan bukan sekadar label, melainkan identitas-Nya. Ketika Allah menyatakan nama-Nya kepada Musa: “AKU ADALAH AKU” (YHWH), itu adalah pewahyuan diri secara pribadi dan kekal.
Herman Bavinck menyebut bahwa nama Tuhan meliputi segala atribut-Nya: kasih, keadilan, kekudusan, kemahakuasaan, dan kebenaran.
Maka, ketika seseorang menyalahgunakan nama Tuhan, ia sebenarnya menyerang karakter dan kehadiran Allah sendiri.
Sebaliknya, menghormati nama Tuhan berarti:
-
Menjunjung tinggi Firman-Nya,
-
Tunduk kepada kehendak-Nya,
-
Memuliakan Dia dalam setiap aspek hidup.
8. Kehidupan yang Menguduskan Nama Tuhan
Dalam doa Bapa Kami, Yesus mengajar: “Dikuduskanlah nama-Mu.” (Matius 6:9). Ini bukan hanya kalimat pembuka, tapi fondasi seluruh doa dan hidup orang percaya.
Sinclair Ferguson menulis bahwa hidup orang Kristen seharusnya adalah ibadah konstan yang menguduskan nama Allah. Ini artinya:
-
Menghidupi kasih dan kebenaran Allah,
-
Menolak menggunakan nama Tuhan demi kepentingan pribadi,
-
Menjadi saksi setia di tengah dunia yang mengejek nama Tuhan.
Sebaliknya dari menyebut nama Tuhan dengan sia-sia adalah menghormati dan meninggikan nama-Nya. Inilah panggilan utama setiap umat Allah.
9. Ada Hukuman Nyata dari Allah
Keluaran 20:7 dengan tegas berkata: “TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.”
Ini bukan perintah ringan. Dalam Perjanjian Lama, pelanggaran terhadap nama Allah dapat dihukum mati (Imamat 24:16). Ini menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang hal ini.
R.C. Sproul sering berkata bahwa kekudusan Allah adalah sifat-Nya yang paling “berbahaya” bagi manusia berdosa. Tuhan tidak mengabaikan penyalahgunaan nama-Nya, bahkan jika itu hanya “lelucon Kristen” atau “sindiran rohani.”
Namun, di dalam Injil, kita tahu bahwa Yesus Kristus telah menanggung semua pelanggaran, termasuk dosa kita yang menyebut nama Tuhan dengan sia-sia. Namun ini tidak membuat kita sembrono, melainkan lebih menghormati anugerah tersebut.
10. Menjalani Hidup yang Menghormati Nama Tuhan
Apa aplikasi praktis dari semua ini?
Pertama, waspada dengan tutur kata. Ucapan seperti “Oh my God” atau “Ya Tuhan” bisa menjadi kebiasaan yang tidak kita sadari. Latih lidah dan hati untuk tidak ringan menggunakan nama Allah.
Kedua, perhatikan hidup. Apakah gaya hidup kita mencerminkan kehormatan terhadap nama Tuhan yang kita bawa? Apakah orang melihat kasih Kristus dalam hidup kita?
Ketiga, hati-hati dalam ibadah. Nyanyian, doa, dan pelayanan seharusnya lahir dari hati yang takut akan Allah, bukan hanya formalitas atau keinginan tampil rohani.
Keempat, hindari menggunakan nama Tuhan untuk kepentingan pribadi. Baik dalam doa, pengajaran, atau keputusan hidup—pastikan bahwa kita tidak membawa Tuhan ke dalam sesuatu yang sebenarnya adalah keinginan kita sendiri.
Kevin DeYoung menyimpulkan: “Perintah ketiga bukan hanya tentang apa yang kita katakan, tapi siapa yang kita wakili.”
Kesimpulan
Mengambil nama Tuhan dengan sia-sia bukan hanya soal berkata kasar atau bersumpah palsu. Ini tentang bagaimana kita menghormati Allah dalam seluruh aspek hidup kita. Dalam teologi Reformed, seluruh hidup adalah ibadah—dan ibadah adalah kehormatan kepada nama Allah.
Nama Tuhan adalah suci, kudus, dan penuh kuasa. Kita dipanggil bukan hanya untuk menghindari penyalahgunaan, tapi juga untuk menguduskan nama-Nya dalam kata, tindakan, dan motivasi hati.
Mari kita renungkan:
-
Apakah hidup kita menghormati nama Tuhan?
-
Apakah orang di sekeliling kita melihat Kristus melalui kita?
-
Apakah kita membawa nama Tuhan dengan penuh hormat dan rasa takut akan Allah?
Ingatlah bahwa sebagai orang percaya, kita membawa nama Tuhan ke mana pun kita pergi. Jangan ambil nama itu dengan sia-sia. Sebaliknya, biarlah hidup kita menjadi pujian bagi-Nya, yang layak menerima semua hormat dan kemuliaan.