Perbudakan Kehendak (Bondage of the Will)

Perbudakan Kehendak (Bondage of the Will)

Pendahuluan

Salah satu topik yang paling mendalam dalam teologi Kristen adalah sifat kehendak manusia dalam kaitannya dengan dosa dan keselamatan. Apakah manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih Allah, ataukah kehendak manusia berada dalam keadaan diperbudak oleh dosa sehingga ia tidak dapat datang kepada Allah tanpa anugerah-Nya?

Doktrin Bondage of the Will (Perbudakan Kehendak) adalah salah satu ajaran kunci dalam teologi Reformed yang menegaskan bahwa setelah kejatuhan manusia dalam dosa, kehendak manusia tidak lagi bebas dalam hal-hal rohani, tetapi telah diperbudak oleh dosa. Pemahaman ini pertama kali dijelaskan secara sistematis oleh Martin Luther dalam bukunya De Servo Arbitrio (The Bondage of the Will), sebagai tanggapan terhadap pandangan Erasmus yang menekankan kehendak bebas manusia (De Libero Arbitrio).

Teologi Reformed, yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti John Calvin, Jonathan Edwards, dan R.C. Sproul, menegaskan bahwa manusia, dalam keadaan alaminya, tidak dapat memilih Allah kecuali jika Tuhan terlebih dahulu memberikan anugerah-Nya. Artikel ini akan mengupas doktrin Bondage of the Will berdasarkan pemahaman teolog-teolog Reformed serta implikasinya bagi iman Kristen.

1. Dasar Alkitab tentang Perbudakan Kehendak

Teologi Reformed menegaskan bahwa Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa manusia dalam keadaan jatuh tidak memiliki kehendak yang bebas untuk memilih Allah. Berikut adalah beberapa ayat yang mendukung pandangan ini:

  1. Yeremia 17:9

    "Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?"

    Ayat ini menunjukkan bahwa hati manusia, yang menjadi sumber dari kehendak dan keinginan, telah rusak total akibat dosa.

  2. Roma 3:10-12

    "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak."

    Paulus menegaskan bahwa dalam keadaan alaminya, manusia tidak hanya gagal memilih Allah, tetapi bahkan tidak memiliki keinginan untuk mencari-Nya.

  3. Efesus 2:1-3

    "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu, di mana kamu hidup dahulu menurut jalan dunia ini, menurut penguasa kerajaan angkasa, roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka."

    Manusia yang "mati" dalam dosa tidak mungkin memiliki kehendak bebas untuk datang kepada Allah, kecuali Allah sendiri yang membangkitkannya.

  4. Yohanes 6:44

    "Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jika ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman."

    Ayat ini menegaskan bahwa tidak seorang pun bisa datang kepada Kristus dengan kehendaknya sendiri kecuali Bapa menariknya.

2. Pandangan Teolog Reformed tentang Perbudakan Kehendak

Martin Luther: Kehendak yang Diperbudak oleh Dosa

Dalam bukunya The Bondage of the Will, Martin Luther berdebat dengan Erasmus mengenai apakah manusia memiliki kehendak bebas dalam hal-hal rohani. Luther berargumen bahwa setelah kejatuhan, manusia tidak memiliki kehendak bebas untuk memilih Allah, tetapi kehendaknya diperbudak oleh dosa.

Luther menulis:

"Kehendak manusia setelah jatuhnya Adam adalah sesuatu yang pasif, dan tidak dapat menghasilkan apapun dalam dirinya sendiri kecuali kejahatan."

Luther menekankan bahwa keselamatan sepenuhnya adalah karya Allah dan bukan hasil dari keputusan manusia.

John Calvin: Kehendak yang Rusak Total

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa manusia tidak hanya memiliki kehendak yang diperbudak oleh dosa, tetapi juga sepenuhnya tidak mampu berbuat baik tanpa anugerah Allah.

Calvin menulis:

"Kehendak manusia bukan hanya terluka, tetapi benar-benar tertawan oleh dosa. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Allah kecuali jika Allah terlebih dahulu membangunkannya dari kematian rohaninya."

Konsep ini dikenal sebagai Total Depravity (Kerusakan Total), yang merupakan salah satu pilar dari doktrin TULIP dalam Calvinisme.

Jonathan Edwards: Kehendak Bergantung pada Hati

Jonathan Edwards dalam bukunya Freedom of the Will menegaskan bahwa kehendak manusia selalu bertindak sesuai dengan keinginan terdalam hatinya. Karena hati manusia dalam keadaan alami penuh dengan dosa, maka kehendaknya pun selalu memilih dosa.

Edwards menulis:

"Seorang manusia selalu memilih apa yang paling diinginkannya dalam hatinya, dan tanpa anugerah Allah, ia tidak akan pernah menginginkan Allah."

Ini berarti bahwa manusia tidak dapat memilih Allah dengan kehendaknya sendiri karena keinginannya telah diperbudak oleh dosa.

R.C. Sproul: Kedaulatan Allah dan Ketidakmampuan Manusia

R.C. Sproul menegaskan bahwa Bondage of the Will adalah bagian dari pemahaman yang lebih besar tentang kedaulatan Allah. Dalam bukunya Chosen by God, ia menjelaskan bahwa karena manusia tidak dapat memilih Allah, maka keselamatan hanya mungkin terjadi karena inisiatif Allah.

Sproul menulis:

"Jika Allah tidak memilih untuk menyelamatkan kita, kita tidak akan pernah memilih untuk datang kepada-Nya, karena hati kita telah diperbudak oleh dosa."

Ini menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah hasil dari usaha manusia, tetapi sepenuhnya adalah kasih karunia Allah.

3. Implikasi Doktrin Bondage of the Will

1. Keselamatan adalah Murni karena Anugerah

Jika manusia tidak dapat memilih Allah karena kehendaknya diperbudak oleh dosa, maka keselamatan hanya mungkin terjadi melalui sola gratia—hanya oleh anugerah. Allah-lah yang memilih, menarik, dan mengubah hati manusia.

2. Doa bagi Pertobatan Orang yang Belum Diselamatkan

Karena manusia tidak bisa datang kepada Allah dengan kekuatannya sendiri, kita perlu berdoa agar Allah yang menarik mereka kepada-Nya. Seperti yang Yesus katakan dalam Yohanes 6:44, hanya Bapa yang dapat menarik seseorang kepada Kristus.

3. Jaminan Keselamatan

Jika keselamatan tidak bergantung pada kehendak manusia, maka tidak ada yang bisa "kehilangan keselamatannya" karena keselamatan dijamin oleh kehendak Allah yang tidak berubah. Ini dikenal sebagai Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang Kudus).

4. Rendah Hati dalam Iman

Memahami bahwa kita tidak memilih Allah, tetapi Allah yang memilih kita, seharusnya membuat kita semakin rendah hati. Keselamatan bukan karena kehebatan kita, tetapi semata-mata karena anugerah-Nya.

Kesimpulan

Doktrin Bondage of the Will adalah ajaran mendasar dalam teologi Reformed yang menegaskan bahwa setelah kejatuhan, kehendak manusia telah diperbudak oleh dosa sehingga ia tidak dapat datang kepada Allah dengan kekuatannya sendiri. Doktrin ini didukung oleh banyak ayat Alkitab dan ditegaskan oleh para teolog besar seperti Martin Luther, John Calvin, Jonathan Edwards, dan R.C. Sproul.

Pemahaman ini memiliki implikasi besar bagi iman Kristen: keselamatan adalah murni karena anugerah Allah, doa bagi pertobatan orang lain sangat diperlukan, keselamatan terjamin, dan kita harus semakin rendah hati di hadapan Tuhan.

Akhirnya, kita dipanggil untuk bersyukur karena Allah, dalam kasih-Nya, telah membebaskan kita dari perbudakan kehendak yang dikuasai dosa dan membawa kita kepada kehidupan yang baru di dalam Kristus. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post