Roma 4:9: Iman Abraham Diperhitungkan sebagai Kebenaran

Roma 4:9: Iman Abraham Diperhitungkan sebagai Kebenaran

Pendahuluan

Roma 4:9 adalah salah satu ayat penting dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma, yang berbicara tentang kebenaran yang diperoleh bukan melalui perbuatan hukum Taurat, melainkan oleh iman. Ayat ini berbunyi:

“Apakah berkat ini hanya untuk orang yang bersunat? Ataukah juga untuk orang yang tidak bersunat? Kita berkata, ‘Iman diperhitungkan kepada Abraham sebagai kebenaran.’” (Roma 4:9, AYT)

Ayat ini menyampaikan inti dari doktrin pembenaran oleh iman, yang merupakan pusat dari teologi Reformed dan Reformasi Protestan. Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi eksposisi ayat ini secara mendalam dengan menelusuri konteks, makna teologis, serta penafsiran dari para teolog Reformed ternama.

1. Latar Belakang Surat Roma

Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus untuk menyampaikan Injil kepada jemaat di Roma—baik orang Yahudi maupun non-Yahudi. Salah satu tujuan utama Paulus adalah menjelaskan bagaimana manusia dapat dibenarkan di hadapan Allah. Dalam pasal 4, Paulus memakai tokoh Abraham sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa pembenaran datang melalui iman, bukan karena perbuatan atau ketaatan pada hukum Taurat.

Menurut R.C. Sproul, surat Roma adalah penjabaran sistematis Injil dan merupakan “perhiasan mahkota dari seluruh Perjanjian Baru”. Dalam Roma 4, Sproul menyatakan bahwa Paulus mematahkan argumen orang Yahudi yang mengandalkan sunat sebagai dasar pembenaran di hadapan Allah.

2. Analisis Kata dan Struktur Kalimat

“Apakah berkat ini hanya untuk orang yang bersunat?”

Pertanyaan retoris ini ditujukan kepada pendengar Yahudi yang mungkin masih menganggap bahwa status sebagai umat pilihan Allah ditentukan oleh tanda lahiriah yaitu sunat. Paulus dengan sengaja membuka diskusi dengan pertanyaan untuk menantang pemahaman lama.

Dalam komentarnya, John Calvin menyebut bahwa “Paulus mengarahkan umat Yahudi untuk meninggalkan ketergantungan mereka pada sunat sebagai syarat keselamatan dan menuntun mereka kepada iman yang menjadi dasar sejati dari kebenaran.”

“Ataukah juga untuk orang yang tidak bersunat?”

Frasa ini menunjukkan inklusivitas Injil. Keselamatan bukan hanya untuk bangsa Yahudi, tetapi juga untuk bangsa-bangsa lain. Ini konsisten dengan janji Allah kepada Abraham bahwa “melalui engkau semua bangsa akan diberkati” (Kejadian 12:3).

John Stott dalam bukunya The Message of Romans, menekankan bahwa ini adalah pernyataan revolusioner yang meruntuhkan tembok etnis dan agama. Paulus membangun fondasi bahwa orang bukan Yahudi dapat menerima berkat yang sama seperti orang Yahudi melalui iman kepada Kristus.

“Kita berkata, ‘Iman diperhitungkan kepada Abraham sebagai kebenaran.’”

Di sini Paulus mengutip Kejadian 15:6. Istilah “diperhitungkan” (Yunani: logizomai) adalah kata teknis yang berarti “memasukkan ke dalam rekening”. Artinya, kebenaran diperhitungkan kepada Abraham bukan karena jasa, melainkan karena kepercayaannya kepada Allah.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa tindakan memperhitungkan itu adalah tindakan hukum ilahi yang mengkreditkan kebenaran ke dalam catatan hidup seorang pendosa. Ini adalah inti dari doktrin pembenaran forensik dalam teologi Reformed.

3. Pembenaran oleh Iman: Doktrin Kunci Reformed

a. Abraham Sebagai Contoh Pembenaran

Abraham adalah tokoh penting karena ia adalah bapa orang beriman. Menurut teologi Reformed, Abraham dibenarkan sebelum ia disunat, yang berarti bahwa sunat bukanlah penyebab pembenaran. Ini ditegaskan oleh Paulus di Roma 4:10-11.

John Calvin menulis bahwa “Abraham dibenarkan bukan karena ketaatannya, tetapi karena ia memercayai janji Allah. Sunat hanya menjadi meterai dari kebenaran yang telah dia terima melalui iman.”

b. Kebenaran Asing (Imputed Righteousness)

Salah satu ajaran sentral Reformasi adalah bahwa manusia dibenarkan oleh kebenaran Kristus yang diperhitungkan (imputed), bukan oleh kebenaran diri sendiri. Paulus dalam Roma 4:9 menunjukkan bahwa iman adalah saluran yang melalui itu kebenaran Kristus dikreditkan kepada kita.

Menurut Ligon Duncan, kebenaran itu bukan berasal dari dalam diri Abraham, melainkan berasal dari Allah. “Iman adalah tangan kosong yang menerima anugerah,” katanya.

4. Konteks Historis Sunat dan Perjanjian

Sunat adalah tanda perjanjian antara Allah dan Abraham (Kejadian 17). Namun, Paulus ingin menegaskan bahwa tanda lahiriah ini tidak menjadi dasar pembenaran. Sebelum sunat diperintahkan, Abraham sudah dibenarkan (Kej. 15:6). Ini menegaskan bahwa iman mendahului sunat.

Dalam tradisi Yahudi, sunat adalah identitas kebangsaan dan agama. Tapi dalam konteks Injil, Paulus ingin mengoreksi kesalahpahaman tersebut. Menurut teolog Reformed Michael Horton, “Ritus agama seperti sunat tidak menyelamatkan. Hanya iman kepada Kristus yang menyelamatkan.”

5. Eksposisi Para Pakar Teologi Reformed

a. John Calvin

Calvin dalam Commentary on Romans menegaskan bahwa pembenaran adalah karya Allah yang murni. Ia menulis:

“Abraham tidak mengklaim apa pun dari dirinya sendiri, melainkan ia menerima kebenaran dari Allah melalui iman. Ini menunjukkan bahwa semua keselamatan berasal dari anugerah, bukan usaha manusia.”

b. R.C. Sproul

Sproul menggarisbawahi bahwa istilah “diperhitungkan” (imputed) adalah kata hukum. Dalam The Righteous Shall Live by Faith, ia menulis:

“Allah, sebagai Hakim yang benar, memperhitungkan kebenaran Kristus kepada orang berdosa yang percaya. Abraham menerima kebenaran ini sebelum ia disunat, sehingga membuka jalan bagi semua orang percaya, baik Yahudi maupun non-Yahudi.”

c. John Stott

Stott menyoroti inklusivitas Injil dalam ayat ini:

“Dalam satu ayat, Paulus menghancurkan keangkuhan etnis dan menunjukkan bahwa iman, bukan asal usul, adalah kunci penerimaan oleh Allah.”

6. Aplikasi Teologis dan Praktis

a. Keselamatan Tidak Bergantung pada Tradisi

Seperti halnya orang Yahudi mengandalkan sunat, orang Kristen masa kini pun kadang mengandalkan baptisan, keanggotaan gereja, atau tradisi lainnya. Roma 4:9 mengingatkan bahwa semua itu tidak menyelamatkan. Hanya iman kepada Yesus Kristus yang membawa kebenaran.

b. Iman Sebagai Saluran Anugerah

Iman bukanlah perbuatan yang layak di hadapan Allah. Ia hanyalah saluran yang menerima anugerah. Ini adalah prinsip utama dalam Sola Fide (hanya oleh iman) dalam Reformasi.

c. Tidak Ada Perbedaan dalam Kristus

Seperti Paulus menjelaskan bahwa baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi dapat menerima pembenaran, kita diajar untuk tidak membuat perbedaan antara orang berdasarkan latar belakang. Semua orang sama di hadapan Allah.

7. Relevansi dalam Konteks Gereja Masa Kini

Dalam dunia yang semakin pluralistik, pesan dari Roma 4:9 menjadi semakin relevan. Gereja perlu menegaskan kembali bahwa keselamatan hanya melalui iman kepada Kristus, bukan melalui ritual, tradisi, atau identitas denominasi.

Tim Keller, seorang teolog Reformed kontemporer, mengatakan:

“Jika gereja kehilangan injil pembenaran oleh iman, maka gereja kehilangan Injil itu sendiri.”

8. Kesimpulan

Roma 4:9 adalah penegasan bahwa pembenaran adalah karya anugerah Allah melalui iman. Paulus membongkar kesalahpahaman teologis yang berakar pada legalisme, dan menekankan bahwa imanlah yang diperhitungkan sebagai kebenaran — seperti pada Abraham.

Para teolog Reformed seperti Calvin, Sproul, dan Stott dengan tegas mendukung ajaran ini sebagai fondasi Injil. Mereka menegaskan bahwa manusia berdosa hanya dapat dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan oleh usaha manusia, hukum, atau tradisi agama.

Melalui ayat ini, kita diingatkan bahwa iman adalah satu-satunya pintu kepada pembenaran, dan itu adalah anugerah murni dari Allah. Oleh karena itu, marilah kita terus memegang Injil sejati yang menyelamatkan, dan hidup dalam iman yang teguh kepada Kristus.

Next Post Previous Post