Brethren, Pray for Us: Permohonan Paulus dan Spirit Doa
.jpg)
Pendahuluan
Dalam surat 1 Tesalonika 5:25, Rasul Paulus dengan sederhana namun sangat mendalam menulis:
“Saudara-saudara, doakanlah kami!” (AYT)
Permintaan ini tampak singkat, tetapi mengandung makna rohani yang dalam. Kalimat ini telah menjadi sumber perenungan bagi banyak teolog, termasuk dari kalangan Reformed, tentang pentingnya persekutuan doa, kerendahan hati dalam pelayanan, dan saling ketergantungan dalam tubuh Kristus.
Dalam tradisi teologi Reformed, permohonan doa seperti ini tidak dianggap sebagai formalitas, tetapi sebagai bagian integral dari kehidupan umat Allah. Artikel ini akan mengupas kalimat tersebut dari sudut pandang beberapa tokoh dan pemikir teologi Reformed, menjelajahi maknanya, penerapannya dalam gereja masa kini, dan kekuatan spiritual yang menyertainya.
I. Konteks Alkitabiah: Doa dalam Surat Paulus
Rasul Paulus menulis “Brethren, pray for us” bukan hanya sekali. Permintaan serupa muncul juga dalam beberapa surat lainnya, seperti:
-
2 Tesalonika 3:1: "Akhirnya, saudara-saudara, doakanlah kami, supaya firman Tuhan berlari dengan cepat dan dimuliakan…"
-
Efesus 6:19-20: "...dan berdoalah juga untukku, supaya kepadaku dikaruniakan perkataan yang benar..."
Bagi Paulus, permintaan doa bukan karena ia kekurangan iman atau kuasa, melainkan karena ia menyadari bahwa pekerjaan pelayanan hanya berhasil melalui kuasa Tuhan yang dinyatakan lewat doa umat-Nya.
John Calvin tentang Doa Paulus
John Calvin, salah satu bapak Reformasi, dalam komentarnya terhadap surat-surat Paulus mengatakan bahwa permintaan doa dari Paulus adalah tanda kerendahan hati dan pengakuan bahwa bahkan rasul membutuhkan dukungan spiritual dari jemaat.
“Paulus mengakui bahwa ia bukanlah cukup kuat dalam dirinya sendiri. Ia menjadikan jemaat sebagai rekan dalam pelayanannya melalui doa.” – John Calvin, Commentary on Thessalonians
II. Doa sebagai Wujud Persekutuan Tubuh Kristus
Pengajaran Reformed: Sola Gratia dan Sola Fide dalam Doa
Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan adalah oleh kasih karunia melalui iman (sola gratia, sola fide), dan prinsip ini juga membentuk pemahaman mereka tentang doa. Dalam doa, orang percaya tidak datang kepada Allah berdasarkan kelayakan pribadi, tetapi karena Kristus, sang Pengantara.
Ketika Paulus meminta jemaat berdoa untuknya, itu menunjukkan bahwa persekutuan orang percaya dalam tubuh Kristus bersifat timbal balik dan aktif. Ini bukan hubungan satu arah dari pemimpin kepada umat, melainkan saling melayani dalam kasih dan doa.
III. Perspektif Tokoh Reformed: Doa dalam Pelayanan
1. Martyn Lloyd-Jones: Doa Adalah Nafas Gereja
Lloyd-Jones, seorang pengkhotbah Reformed terkenal, mengatakan:
“Doa bukanlah salah satu kegiatan gereja. Doa adalah nafas gereja.”
Baginya, gereja yang tidak berdoa adalah gereja yang mati. Permintaan Paulus dalam “Brethren, pray for us” adalah permintaan vital agar pelayanan Injil terus hidup dan berdampak.
2. John Piper: Doa adalah Perang Rohani
John Piper menekankan bahwa doa adalah bentuk pertempuran rohani:
“Doa bukan interkom di dalam rumah mewah, tetapi radio komunikasi di medan perang.”
Permintaan Paulus agar didoakan bukan karena ia ingin nyaman, tetapi karena ia berada dalam peperangan rohani. Gereja dipanggil untuk berdoa bersama para pelayan Tuhan sebagai bentuk dukungan dalam pertempuran tersebut.
IV. Spirit Ketergantungan dan Rendah Hati
Mengapa Paulus Meminta Doa?
Paulus adalah seorang rasul, tetapi ia tetap manusia. Ia lelah, mengalami tekanan, penganiayaan, dan bahkan ketakutan (lih. 2 Korintus 1:8). Permintaan “Brethren, pray for us” adalah ungkapan dari kerendahan hati dan kesadaran akan ketergantungan total kepada Allah.
R.C. Sproul: Doa sebagai Tindakan Teologis
R.C. Sproul, tokoh Reformed kontemporer, mengajarkan bahwa berdoa adalah tindakan teologis karena menyatakan siapa Allah itu dan siapa kita sebagai manusia.
“Setiap doa adalah pengakuan: Engkaulah Allah, aku bukan. Engkaulah yang berdaulat.”
Ketika Paulus minta didoakan, itu bukan tanda kelemahan, tetapi kesalehan. Ia tidak bersandar pada kekuatan sendiri.
V. Implementasi dalam Kehidupan Gereja Reformed Masa Kini
1. Panggilan Mendoakan Pemimpin Rohani
Dalam budaya modern yang cenderung mengkritik pemimpin, gereja Reformed tetap menekankan pentingnya mendoakan gembala, penginjil, guru, dan pelayan Injil lainnya.
John MacArthur, seorang tokoh Reformed lainnya, berkata:
“Kekudusan dan kekuatan seorang pemimpin rohani tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi dari dukungan doa umat Allah.”
2. Liturgi Reformed dan Doa Syafaat
Dalam ibadah Reformed, doa syafaat menjadi bagian penting liturgi. Ini meniru model Perjanjian Baru di mana jemaat mendoakan kebutuhan para pemimpin dan misi gereja.
VI. Tantangan dan Aplikasi Pribadi
1. Apakah Kita Berdoa untuk Mereka yang Memimpin?
Seruan “Brethren, pray for us” masih relevan. Gembala sidang, misionaris, pendeta, dan pelayan Tuhan lainnya masih menghadapi tantangan besar. Pertanyaannya: Apakah kita mendoakan mereka?
2. Apakah Kita Cukup Rendah Hati untuk Meminta Didoakan?
Tidak hanya pemimpin yang butuh didoakan, tetapi setiap orang percaya. Namun, banyak orang sulit meminta doa karena gengsi atau rasa tidak enak.
Permintaan Paulus mengajarkan kita untuk terbuka dan rendah hati di hadapan sesama saudara seiman.
VII. Kekuatan Doa dalam Pelayanan
Kesaksian Reformed: George Whitefield dan Charles Spurgeon
George Whitefield dan Charles Spurgeon, dua pengkhotbah besar dalam tradisi Reformed, sangat menekankan kekuatan doa. Spurgeon pernah berkata:
“Jika engkau ingin tahu rahasia pelayananku, datanglah ke ruang bawah tanah. Di sanalah orang-orang berdoa.”
Pelayanan mereka yang luar biasa bukan karena talenta semata, melainkan karena dukungan doa jemaat.
VIII. Kesimpulan: Doa sebagai Tanggung Jawab dan Privilege
“Brethren, pray for us” bukan sekadar permintaan pribadi Paulus, melainkan panggilan gereja sepanjang zaman. Ini adalah ajakan untuk:
-
Hidup dalam persekutuan yang saling mendukung.
-
Menopang pelayanan firman dengan doa.
-
Merendahkan hati di hadapan Tuhan dan sesama.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa doa bukanlah pengganti kerja keras, tetapi bagian dari karya Tuhan yang ajaib di tengah dunia melalui umat-Nya. Oleh sebab itu, marilah kita menjadikan permintaan Paulus sebagai praktik rohani yang terus hidup dalam gereja.