Iman, Kebebasan, dan Para Bapak Pendiri
.jpg)
Pendahuluan
Kebebasan adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi di dunia Barat, terutama di Amerika Serikat. Namun, dalam sejarahnya, ide tentang “kebebasan” tidak bisa dipisahkan dari fondasi spiritual yang dibangun oleh para pemikir Kristen, khususnya mereka yang dipengaruhi oleh teologi Reformed. Banyak dari Founding Fathers Amerika terinspirasi oleh prinsip-prinsip Reformasi Protestan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam membentuk sistem pemerintahan, hukum, dan masyarakat sipil.
Artikel ini akan menelusuri hubungan antara iman, kebebasan, dan para Bapak Pendiri Amerika, berdasarkan pandangan teologi Reformed dan tokoh-tokoh seperti John Calvin, Samuel Rutherford, Jonathan Edwards, R.C. Sproul, dan Francis Schaeffer. Kita akan melihat bagaimana ajaran Reformed tentang kedaulatan Allah, dosa manusia, dan otoritas Kitab Suci membentuk pemikiran politik dan sosial yang akhirnya membuahkan ide-ide yang memengaruhi pembentukan negara modern.
1. Teologi Reformed dan Fondasi Kebebasan
A. Kedaulatan Allah dan Batasan Kekuasaan Manusia
Salah satu doktrin utama dalam teologi Reformed adalah kedaulatan Allah atas semua aspek kehidupan. Dalam pandangan ini, tidak ada otoritas manusia yang absolut. Pemerintah pun harus tunduk pada hukum Allah.
John Calvin menulis:
“Kekuasaan raja harus diukur dengan hukum Allah, dan tidak boleh melebihi batas yang telah ditetapkan oleh Firman-Nya.”
Pandangan ini secara langsung menantang konsep monarki absolut dan mendukung pembentukan sistem hukum dan pemerintahan yang berbasis pada prinsip-prinsip ilahi, bukan otoritas manusia semata.
B. Total Depravity dan Perluannya Akan Sistem Check and Balance
Doktrin Total Depravity (kerusakan total) menyatakan bahwa setiap aspek manusia telah tercemar oleh dosa. Karena itu, kekuasaan manusia yang tidak diawasi akan cenderung korup.
James Madison, salah satu penulis Konstitusi AS, menulis:
“Jika manusia adalah malaikat, tidak diperlukan pemerintah.”
Meskipun Madison bukan Reformed secara eksplisit, pemikiran ini sejalan dengan teologi Reformed yang mengakui bahwa struktur pemerintahan harus dibentuk dengan kesadaran akan natur dosa manusia, termasuk sistem checks and balances yang terkenal dalam sistem Amerika.
2. Samuel Rutherford dan Lex Rex: Benih Revolusi
Salah satu pengaruh Reformed paling besar dalam teori politik adalah buku Lex Rex (1644) karya Samuel Rutherford, seorang teolog dan politikus Skotlandia dari tradisi Presbyterian.
A. Lex Rex: Hukum adalah Raja, Bukan Raja adalah Hukum
Dalam Lex Rex, Rutherford menyatakan bahwa hukum berada di atas raja, dan bahwa pemerintahan yang adil harus didasarkan pada hukum Tuhan. Ini sangat revolusioner pada masa itu, dan kelak menginspirasi para pemikir Revolusi Amerika.
Lex Rex menegaskan bahwa:
-
Pemerintah adalah perwakilan rakyat.
-
Kekuasaan raja bukan absolut, tetapi tunduk kepada Allah.
-
Jika pemerintah melanggar hukum Tuhan, rakyat memiliki hak untuk menolaknya.
Prinsip-prinsip ini membentuk dasar pemikiran bagi Declaration of Independence (1776) yang menyatakan bahwa semua manusia diciptakan setara dan dikaruniai hak-hak yang tidak dapat dicabut.
3. Jonathan Edwards: Iman, Kebangkitan, dan Kebebasan Rohani
A. Kebangunan Rohani Besar (Great Awakening)
Jonathan Edwards adalah tokoh utama dari Kebangunan Rohani Besar di abad ke-18. Dalam teologi Reformed-nya, ia mengajarkan bahwa kebebasan sejati hanya ditemukan dalam pertobatan dan kelahiran baru.
“Freedom is not the ability to do whatever we want, but the ability to do what is right.”
— Jonathan Edwards
Pemikiran ini membawa pengaruh besar dalam menciptakan budaya yang menjunjung tinggi kebebasan hati nurani, kemandirian spiritual, dan tanggung jawab moral, yang kemudian menjadi dasar dari hak-hak sipil dan kebebasan beragama di Amerika.
4. Para Bapak Pendiri dan Warisan Reformed
A. John Witherspoon: Teolog Reformed dan Penandatangan Declaration of Independence
John Witherspoon adalah satu-satunya pendeta yang menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Amerika. Ia adalah seorang Presbyterian Reformed dan rektor Princeton, yang mendidik banyak pemimpin Amerika termasuk James Madison.
Witherspoon percaya bahwa:
-
Kebebasan politik tidak mungkin tanpa kebebasan rohani.
-
Moralitas umum harus berdasarkan prinsip Alkitab.
-
Negara harus menghormati dan mendukung hukum moral Allah.
B. Pengaruh Calvinisme di Koloni Puritan
Banyak koloni awal seperti Massachusetts dan Connecticut dipimpin oleh orang-orang Puritan, yang sangat dipengaruhi oleh Calvinisme. Mereka membangun masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip Perjanjian (Covenant Theology), di mana mereka percaya bahwa komunitas harus berpegang pada perjanjian dengan Allah, dan bahwa keberhasilan bangsa tergantung pada ketaatan kepada hukum Tuhan.
5. Teologi Reformed tentang Kebebasan
A. Kebebasan dalam Kristus
Dalam teologi Reformed, kebebasan bukanlah kebebasan untuk melakukan apa yang kita suka, tetapi kebebasan dari kuasa dosa untuk melakukan kehendak Allah. Ini adalah kebebasan moral dan rohani, bukan semata-mata kebebasan politik.
R.C. Sproul menulis:
“True liberty is found in obedience to God. Freedom without truth is a road to bondage.”
B. Tanggung Jawab atas Kebebasan
Kebebasan dalam pandangan Reformed harus disertai dengan tanggung jawab moral. Tidak ada kebebasan sejati tanpa hukum, dan hukum tertinggi adalah hukum Tuhan.
6. Perbandingan: Kebebasan Sekuler vs Kebebasan Reformed
Aspek | Pandangan Sekuler | Pandangan Reformed |
---|---|---|
Sumber Kebebasan | Hak asasi manusia, kontrak sosial | Karunia Allah kepada ciptaan-Nya |
Tujuan Kebebasan | Otonomi pribadi | Menggenapi kehendak Allah |
Batasan Kebebasan | Kesepakatan sosial | Hukum Tuhan dan moralitas alkitabiah |
Hakikat Manusia | Pada dasarnya baik | Rusak oleh dosa, perlu ditebus |
7. Francis Schaeffer dan Kritik Terhadap Modernitas
Francis Schaeffer, seorang apologet Reformed dari abad ke-20, mengkritik bahwa masyarakat modern telah memisahkan kebebasan dari kebenaran. Menurutnya, ketika kebebasan dipisahkan dari dasar moral dan spiritual, maka akan muncul anarki atau tirani.
“If there is no absolute by which to judge society, then society becomes absolute.”
— Francis Schaeffer
Schaeffer mendorong gereja untuk kembali kepada otoritas Alkitab sebagai fondasi kebenaran dan kebebasan.
8. Kebebasan dan Hukum dalam Teologi Reformed
A. Tiga Fungsi Hukum Tuhan:
-
Menahan kejahatan dalam masyarakat
-
Membawa manusia kepada pengenalan akan dosa
-
Menjadi pedoman hidup bagi orang percaya
Dalam konteks politik, hukum Tuhan berfungsi untuk menjaga kebebasan sejati, bukan menghalanginya. Tanpa hukum moral yang kokoh, masyarakat akan runtuh.
9. Implikasi Praktis bagi Dunia Modern
A. Kebebasan Beragama
Teologi Reformed menekankan pentingnya kebebasan hati nurani dan penolakan terhadap paksaan iman. Ini adalah dasar dari prinsip toleransi dan pluralisme sehat, tanpa kompromi terhadap kebenaran.
B. Pendidikan dan Keadilan Sosial
Banyak universitas awal di Amerika (Harvard, Yale, Princeton) didirikan oleh kaum Reformed dengan tujuan mempromosikan pendidikan berdasarkan Firman Tuhan, bukan sekularisme.
C. Keterlibatan dalam Politik dan Budaya
Pandangan Reformed tidak mendukung pemisahan mutlak antara iman dan kehidupan publik. Sebaliknya, iman harus menjadi terang dan garam dalam semua aspek, termasuk politik, ekonomi, dan budaya.
10. Kesimpulan
Hubungan antara iman Kristen, kebebasan, dan para Bapak Pendiri Amerika sangat erat, terutama dalam warisan teologi Reformed. Nilai-nilai seperti:
-
Pemerintahan terbatas
-
Hukum di atas kekuasaan
-
Kebebasan hati nurani
-
Tanggung jawab moral
…semua ini berakar dalam pemahaman Reformed tentang Allah yang berdaulat, manusia yang berdosa, dan kebenaran Firman Tuhan.
Walau zaman telah berubah, prinsip-prinsip ini tetap relevan untuk menjawab tantangan kebebasan yang semakin terancam oleh relativisme, hedonisme, dan otoritarianisme. Gereja dan umat percaya dipanggil untuk menghidupi dan mewariskan kebebasan sejati, yakni kebebasan dalam Kristus, yang tidak dapat diberikan oleh dunia — dan tidak dapat diambil oleh siapa pun.