Nahum 3:8–10 - Penghakiman atas Tebe: Peringatan bagi Bangsa Sombong

Nahum 3:8–10 - Penghakiman atas Tebe: Peringatan bagi Bangsa Sombong

Pendahuluan

Kitab Nahum adalah nubuat penghakiman terhadap Niniwe, ibu kota Kekaisaran Asyur. Di tengah nubuatan kehancuran ini, Nahum 3:8–10 menyuguhkan perbandingan yang tajam dan simbolis: Niniwe dibandingkan dengan Tebe (Thebes), kota besar Mesir yang sudah jatuh sebelumnya. Ayat-ayat ini tidak hanya menjadi peringatan bagi bangsa Asyur, tetapi juga menggambarkan prinsip penghakiman Allah terhadap bangsa mana pun yang angkuh dan percaya pada kekuatan sendiri.

Dalam eksposisi ini, kita akan melihat bagaimana para teolog Reformed memahami pesan mendalam dari bagian ini dan apa implikasinya bagi orang percaya dan gereja masa kini.

I. Konteks Historis dan Geografis

1. Niniwe dan Asyur

Niniwe adalah simbol kekuatan militer dan kekejaman Asyur. Kota ini megah dan penuh prestise, tetapi dikenal karena kekejaman, penindasan, dan kesombongannya. Nahum menubuatkan kejatuhannya sekitar tahun 650–620 SM, menjelang keruntuhan Niniwe pada 612 SM.

2. Tebe (Thebes)

Tebe, juga dikenal sebagai No-Amon dalam bahasa Ibrani (Nahum 3:8), adalah kota besar Mesir Hulu, pusat penyembahan Amon-Ra. Kota ini terletak di tepi Sungai Nil dan dilindungi oleh alam sekitarnya. Ia dikenal sebagai kota yang “tak terkalahkan”. Namun, pada tahun 663 SM, Tebe ditaklukkan oleh pasukan Asyur di bawah Asyurbanipal. Peristiwa ini sangat menghentakkan dunia kuno.

3. Tujuan Perbandingan

Dengan menyinggung Tebe, Nahum mengingatkan Niniwe: “Jika kota seperti Tebe bisa jatuh, apakah kamu pikir kamu kebal?” Ini adalah strategi retoris yang kuat.

II. Eksegesis Nahum 3:8–10

Nahum 3:8 – “Apakah kamu lebih baik daripada Tebe?”

Dalam bahasa aslinya, pertanyaan ini sangat menyindir. Tebe memiliki lokasi strategis dan pelindung alamiah: dikelilingi air, dijaga Sungai Nil, dengan benteng laut dan tembok air. Namun semua itu tidak cukup untuk menyelamatkannya dari murka Allah.

John Calvin menafsirkan bahwa pertanyaan retoris ini memperlihatkan “kebodohan manusia yang bersandar pada kekuatan duniawi.” Ia menulis:

“Sebagaimana Tebe jatuh, demikian juga Niniwe. Ketika manusia melupakan Allah dan bersandar pada kekuatan sendiri, kehancuran mereka sudah dekat.”

Nahum 3:9 – “Kush dan Mesir sebagai kekuatannya…”

Kush dan Mesir, Put dan Libia, adalah sekutu yang kuat. Ini menekankan bahwa Tebe tidak sendiri dalam pertahanannya. Namun, meski memiliki bantuan internasional, kota itu tetap hancur.

O. Palmer Robertson mencatat bahwa “pengharapan kepada kekuatan sekutu dan bangsa-bangsa tidak cukup ketika Allah bertindak melawan mereka.” Artinya, penghakiman ilahi tidak bisa dihindari oleh aliansi politik atau militer.

Nahum 3:10 – “Ia sendiri pergi ke dalam pembuangan…”

Kejatuhan Tebe digambarkan dengan penuh kekejaman:

  • Anak-anak diremukkan di ujung jalan.

  • Orang-orang terhormat dibuang undi.

  • Para pembesar dibelenggu dengan rantai.

Ini adalah simbol kehinaan total. Kesombongan dan kebesaran Tebe dihancurkan, bahkan anak-anak menjadi korban. Ini mengingatkan bahwa dosa kolektif bangsa membawa akibat tragis bagi seluruh rakyat, termasuk generasi muda.

III. Ajaran Teologi Reformed atas Nahum 3:8–10

1. Doktrin Penghakiman Umum (General Judgment)

Teologi Reformed mengajarkan bahwa Allah tidak hanya Hakim umat-Nya, tetapi juga seluruh bangsa. Allah adalah Raja atas segala bangsa (Mazmur 22:28), dan Ia berhak menghukum kesombongan serta ketidakadilan bangsa-bangsa.

Martyn Lloyd-Jones berkata:

“Bangsa yang meninggikan diri sendiri di atas Allah pasti akan direndahkan, sebagaimana yang dilakukan Allah terhadap Babel, Tebe, dan Niniwe.”

2. Kesombongan Manusia dan Hukuman Allah

Niniwe dan Tebe sama-sama bersandar pada kekuatan sendiri. Dalam teologi Reformed, ini terkait dengan dosa asal (original sin) yaitu keinginan manusia untuk menjadi seperti Allah (Kejadian 3:5).

R.C. Sproul menjelaskan bahwa kesombongan adalah akar dari semua dosa besar, karena ia menempatkan kehendak manusia di atas kedaulatan Allah.

“Ketika kota atau bangsa menjadikan kekuatan mereka sebagai ilah, maka mereka telah menyatakan perang kepada Tuhan.”

3. Providence dan Sovereignty (Pemeliharaan dan Kedaulatan Allah)

Fakta bahwa Allah membiarkan Tebe jatuh dan kemudian menubuatkan kejatuhan Niniwe menunjukkan bahwa Allah mengatur sejarah bangsa-bangsa untuk menyatakan kemuliaan dan keadilan-Nya.

John Piper menyatakan bahwa sejarah bukanlah acak, melainkan “kanvas di mana Allah melukiskan rencana kekal-Nya.”

IV. Aplikasi Kontemporer

1. Peringatan bagi Bangsa dan Pemimpin

Nahum 3:8–10 memberi pelajaran keras bahwa bangsa apa pun—termasuk bangsa modern—yang sombong dan menindas akhirnya akan dihakimi. Tidak peduli sekuat apa pertahanan militer, atau sehebat apa ekonomi dan teknologi mereka.

Kehancuran Tebe dan Niniwe adalah contoh sejarah bahwa Allah tidak berdiam terhadap kejahatan.

2. Gereja Harus Menyuarakan Keadilan

Seperti Nahum yang berbicara terhadap bangsa asing, gereja masa kini dipanggil untuk menyuarakan keadilan dan mengingatkan dunia bahwa Allah masih Hakim atas sejarah. Gereja tidak boleh kompromi dengan sistem dunia.

3. Peringatan bagi Pribadi

Tidak hanya untuk bangsa, ayat ini juga memperingatkan pribadi yang mengandalkan kekuatan sendiri, popularitas, atau kekayaan. Allah menentang orang yang congkak (Yakobus 4:6).

Kejatuhan Tebe adalah gambaran spiritual orang yang tidak bertobat: memiliki segalanya, tetapi akhirnya terhilang.

V. Struktur Retoris dan Gaya Penulisan Nahum

Penulis kitab Nahum menggunakan ironi dan retorika perbandingan untuk menghancurkan kepercayaan diri Niniwe. Ini adalah teknik profetik yang sering digunakan untuk membangkitkan kesadaran akan realitas dosa dan mengajak pada pertobatan.

Derek Thomas, teolog Reformed dari Ligonier Ministries, menyebutkan bahwa:

“Nahum adalah contoh bagaimana seorang nabi bisa menggunakan sejarah untuk mengumandangkan kebenaran kekal. Gaya literernya tajam, bernuansa teologis, dan sangat relevan.”

VI. Eksposisi Tipeologis dan Kristosentris

Walau Nahum tampaknya gelap dan penuh penghakiman, kitab ini menunjuk pada kebutuhan akan Juruselamat. Jika Allah menghukum Tebe dan Niniwe karena dosa mereka, maka hanya dalam Kristus kita dapat memiliki perlindungan sejati dari murka ilahi.

1. Yesus: Pelindung Sejati

Tidak seperti benteng air Tebe yang sia-sia, Yesus Kristus adalah Benteng yang tidak tergoyahkan (Mazmur 18:2). Dia bukan hanya menyelamatkan dari musuh jasmani, tetapi dari murka Allah sendiri.

2. Salib dan Penghakiman

Di salib, Yesus menanggung murka Allah yang seharusnya dijatuhkan atas kita, seperti Tebe dan Niniwe. Ini adalah puncak dari pemahaman Reformed tentang substitusi penal (hukuman pengganti).

Kesimpulan: Peringatan dan Harapan

Nahum 3:8-10 adalah bagian profetik yang padat, historis, dan sangat relevan. Pesannya jelas:

  • Tidak ada kota, bangsa, atau individu yang bisa berdiri di hadapan Allah dalam kesombongan dan dosa.

  • Kejatuhan Tebe adalah peringatan untuk Niniwe—dan juga untuk kita.

  • Allah adalah Hakim yang adil, tetapi juga Juruselamat yang penuh kasih bagi yang bertobat.

Sebagaimana para teolog Reformed tegaskan: penghakiman Allah adalah nyata, tetapi kasih karunia-Nya juga nyata. Kita dipanggil bukan hanya untuk gentar, tetapi juga untuk bertobat dan berlindung dalam Kristus.

Next Post Previous Post