Keuntungan Besar dari Kesalehan
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar."
(1 Timotius 6:6, AYT)
Pendahuluan
Dalam dunia yang sibuk mengejar kekayaan, keberhasilan materi, dan pencapaian pribadi, ajaran Alkitab tentang "keuntungan besar" dari kesalehan terdengar seperti suara dari dunia lain. Ayat dalam 1 Timotius 6:6 ini membawa kita pada pemahaman mendalam tentang nilai sejati kehidupan Kristen. Kesalehan bukan sekadar praktik moral, melainkan bentuk hidup yang menyatu dengan pengenalan akan Allah, yang dibarengi dengan rasa cukup (contentment).
Artikel ini akan mengeksplorasi eksposisi ayat ini secara mendalam berdasarkan tafsiran beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, John Owen, Thomas Watson, dan kontemporer seperti R.C. Sproul serta John Piper.
I. Makna Kata Kunci: Kesalehan dan Keuntungan
A. Kesalehan (Greek: εὐσέβεια / eusebeia)
Kesalehan yang dimaksud di sini bukan sekadar religiositas formal, melainkan hidup yang taat dan takut akan Allah. John Calvin dalam Institutes menekankan bahwa eusebeia adalah “penghormatan dan kasih yang taat kepada Allah yang menghasilkan hidup yang selaras dengan kehendak-Nya.”
“Kesalehan sejati adalah sikap hati yang menghormati Allah dan menjadikan kehendak-Nya sebagai pusat kehidupan.” – John Calvin
Kesalehan berarti hubungan vertikal dengan Allah yang menuntun pada buah kehidupan yang kudus dalam relasi horizontal dengan sesama.
B. Keuntungan Besar (Greek: μέγας πορισμός / megas porismos)
Kata porismos artinya keuntungan atau laba, biasanya dalam konteks ekonomi. Namun Paulus menekankan bahwa kesalehan yang disertai autarkeia (rasa cukup) adalah keuntungan yang sejati dan besar, bukan semu seperti dunia tawarkan.
Thomas Watson menulis dalam The Godly Man’s Picture:
“Kesalehan adalah keuntungan karena itu memberikan yang dunia tidak bisa beri: damai hati, sukacita kekal, dan warisan surgawi.”
II. Kontras dengan Keinginan Duniawi (1 Timotius 6:3-10)
A. Orang yang Menyalahgunakan Kekristenan
Dalam konteks pasal 6, Paulus mengutuk mereka yang menggunakan ibadah sebagai sarana untuk memperoleh kekayaan (ayat 5). Mereka mengira bahwa kehidupan rohani bisa dijadikan alat untuk keuntungan duniawi.
John Piper mengkritik keras apa yang ia sebut sebagai “teologi kemakmuran”:
“Jika Anda datang kepada Kristus untuk mendapatkan kekayaan, maka Anda bukan datang kepada Kristus. Kristus adalah harta itu sendiri.”
B. Rasa Cukup: Senjata Melawan Keinginan Duniawi
Rasa cukup (contentment) dalam konteks ini adalah sikap hati yang menerima pemberian Tuhan dengan syukur tanpa bergantung pada keadaan lahiriah.
“Rasa cukup bukanlah kekurangan hasrat, tapi hasrat yang diarahkan kepada Allah dan bukan pada dunia.” – R.C. Sproul
III. Kesalehan dan Rasa Cukup: Kombinasi Ilahi
Paulus tidak mengatakan bahwa kesalehan sendiri adalah keuntungan, tetapi kesalehan disertai rasa cukup — inilah kombinasi surgawi. Tanpa rasa cukup, kesalehan bisa menjadi beban atau bahkan alat manipulasi.
A. Thomas Boston: "Rasa Cukup adalah Kekayaan Rohani"
Dalam khotbah-khotbahnya, Boston menggambarkan rasa cukup sebagai kekayaan yang tidak bergantung pada situasi.
“Orang yang cukup puas dengan Kristus adalah orang paling kaya di bumi ini.”
B. John Owen: “Mematikan Dosa Menghasilkan Ketenangan”
John Owen dalam Of the Mortification of Sin menyatakan bahwa pembunuhan terhadap keinginan duniawi membebaskan jiwa untuk menikmati Allah.
IV. Contoh dalam Alkitab: Tokoh-Tokoh yang Hidup dengan Kesalehan dan Rasa Cukup
A. Abraham
Meskipun kaya secara materi, Abraham menunjukkan rasa cukup dalam iman saat berkata kepada raja Sodom: “Aku tidak akan mengambil seutas tali pun dari milikmu...” (Kejadian 14:23). Ia tidak mengejar keuntungan materi.
B. Paulus
Penulis surat ini sendiri menjadi contoh luar biasa dari prinsip ini:
“Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” (Filipi 4:11)
Paulus menemukan keuntungan besar dalam mengenal Kristus, bukan dalam hal duniawi.
V. Aplikasi Praktis: Menemukan Keuntungan Sejati di Dunia Modern
A. Melawan Budaya Konsumerisme
Dunia kita memuja 'lebih'. Iklan berkata: “Engkau tidak cukup sampai engkau memiliki ini.” Tapi Firman Tuhan berkata sebaliknya.
“Orang yang menginginkan lebih takkan pernah cukup. Tapi orang yang cukup dengan Kristus tak pernah kurang.” – Anonim Reformed
B. Hidup dalam Penyembahan yang Murni
Kesalehan bukan hanya tentang moralitas, tapi juga tentang orientasi hati. Kesalehan yang sejati menumbuhkan rasa takut akan Tuhan, bukan performa agama.
C. Membangun Kepuasan dalam Kristus
John Piper menggambarkan kesalehan sebagai satisfaction in God. Inilah yang dia maksud dengan Christian Hedonism — bahwa Allah paling dimuliakan ketika kita paling puas di dalam Dia.
VI. Pandangan Teolog Reformed tentang Ayat Ini
1. John Calvin
Dalam komentarnya atas surat ini, Calvin menyoroti bahayanya memisahkan kesalehan dari rasa cukup. Ia mengatakan bahwa seseorang bisa saja tampak saleh namun tetap tamak. Ia menulis:
“Kesalehan sejati tidak memisahkan dari rasa cukup. Jika seseorang mengaku mengenal Allah namun terus-menerus serakah, pengakuannya palsu.”
2. Jonathan Edwards
Edwards menekankan bahwa rasa cukup lahir dari penilaian terhadap kemuliaan Allah. Jika Allah menjadi milik kita, maka dunia tidak bisa menambah atau mengurangi kebahagiaan kita.
3. R.C. Sproul
Dalam khotbahnya, Sproul memperingatkan bahaya ketika ibadah dijadikan alat mencari berkat materi. Ia menyebut bahwa “kesalehan palsu” adalah bentuk penipuan diri rohani.
4. John Piper
Piper menekankan pentingnya menikmati Allah sebagai keuntungan terbesar. Dalam tulisannya Desiring God, ia berkata:
“Kesalehan tidak dimaksudkan untuk membuat kita kaya, tetapi menunjukkan bahwa Allah adalah kekayaan kita.”
VII. Kesimpulan: Kekayaan Sejati adalah Allah Sendiri
Dalam dunia yang penuh dengan hasrat tak terbendung, pesan Paulus kepada Timotius adalah sebuah revolusi. Ia berkata, “Kesalehan yang disertai rasa cukup adalah keuntungan besar.”
Mengapa besar?
-
Karena itu tidak tergantung keadaan.
-
Karena tidak bisa dicuri, dirampok, atau hilang.
-
Karena itu mempersiapkan kita untuk kekekalan.
Kesalehan tanpa rasa cukup akan menjadi beban; rasa cukup tanpa kesalehan bisa jadi naif. Tapi keduanya bersama-sama? Itu adalah mutiara tak ternilai.
Doa Penutup
Tuhan, ajarlah kami untuk hidup dalam kesalehan yang disertai rasa cukup. Jadikan Engkau kekayaan kami yang terbesar. Bebaskan kami dari keserakahan, dan penuhi kami dengan kepuasan dalam Kristus.