Roma 15:30–33 Doa yang Menyatukan dan Menopang Pelayanan

Roma 15:30–33 Doa yang Menyatukan dan Menopang Pelayanan

I. Pendahuluan: Doa sebagai Jembatan Pelayanan dan Komunitas

Dalam surat Roma, Rasul Paulus memperlihatkan puncak pemikiran teologis yang mendalam. Namun, ketika mendekati akhir surat (pasal 15), nada tulisan menjadi semakin personal dan pastoral. Roma 15:30-33 memperlihatkan permohonan Paulus kepada jemaat di Roma untuk bergumul dalam doa, sebuah permohonan yang sangat menonjolkan ketergantungan pada anugerah dan persekutuan tubuh Kristus.

II. Latar Belakang Konteks Roma 15:30-33

Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma sekitar tahun 57 M, kemungkinan besar dari Korintus. Pasal 15 menjadi transisi dari argumentasi teologis menuju bagian penutup. Dalam ayat 25–29, Paulus menjelaskan maksudnya untuk pergi ke Yerusalem mengantar sumbangan untuk orang-orang kudus di sana. Namun dalam ayat 30–33, fokus beralih kepada permintaan doa.

1. Situasi Paulus:

  • Akan pergi ke Yerusalem, tempat yang penuh dengan bahaya dari orang Yahudi yang menolak Injil (Kis. 21).

  • Paulus ingin persatuan tubuh Kristus melalui pelayanan kasih antara jemaat non-Yahudi dan Yahudi.

2. Tujuan:

  • Paulus membutuhkan dukungan rohani dalam doa, bukan hanya finansial atau logistik.

  • Ia ingin kunjungannya ke Roma menjadi sukacita dan bukan beban.

III. Eksposisi Roma 15:30-33

A. Roma 15:30: Seruan untuk Bergumul dalam Doa

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi Tuhan kita Yesus Kristus dan demi kasih Roh, supaya kamu bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku...”

a. “Aku menasihatkan kamu” (parakaleo)

  • Kata ini dalam bahasa Yunani adalah bentuk permohonan yang kuat—bukan sekadar ajakan, melainkan permohonan yang sungguh-sungguh.

  • John Murray (The Epistle to the Romans): Menyatakan bahwa ini bukan hanya permintaan pribadi, tapi merupakan “panggilan teologis yang berakar dalam persekutuan tubuh Kristus.”

b. “Demi Tuhan kita Yesus Kristus dan demi kasih Roh”

  • Frasa ini menegaskan motivasi Trinitarian dalam doa: oleh karena karya Kristus dan kasih yang dihasilkan oleh Roh Kudus.

  • Herman Bavinck menyebutkan bahwa doa Kristen selalu berpusat pada Trinitas, karena melalui Kristus, oleh Roh, kepada Bapa.

c. “Bergumul bersama-sama” (sunagonizomai)

  • Kata ini menyiratkan pertarungan seperti di arena gladiator. Doa bukan kegiatan pasif, melainkan pergumulan aktif.

  • R.C. Sproul menekankan bahwa ini adalah bentuk doa persekutuan dalam penderitaan, sejalan dengan semangat “bearing one another’s burden” (Galatia 6:2).

B. Roma 15:31: Isi Doa Paulus

“...supaya aku terpelihara dari orang-orang yang tidak taat di Yudea dan supaya pelayananku untuk Yerusalem diterima oleh orang-orang kudus.”

a. Perlindungan dari yang tidak taat

  • Ini menunjukkan bahwa bahkan Paulus tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Dia tahu bahwa tantangan besar menantinya di Yerusalem (Kisah Para Rasul 21:10-14).

  • Dalam semangat Providensi Allah, Louis Berkhof menjelaskan bahwa doa bukan untuk mengubah Allah, tetapi sebagai sarana anugerah yang Allah pakai untuk melaksanakan kehendak-Nya.

b. Penerimaan pelayanan oleh orang-orang kudus

  • Paulus membawa persembahan dari jemaat non-Yahudi kepada jemaat di Yerusalem. Tetapi ketegangan etnis dan tradisi membuat hal ini tidak otomatis diterima.

  • John Stott mencatat bahwa hal ini mencerminkan usaha Paulus dalam rekonsiliasi dan kesatuan gereja, sebagai buah dari Injil.

C. Roma 15:32: Harapan Paulus dalam Doa

“...agar aku, oleh kehendak Allah, datang kepadamu dengan sukacita dan dapat beristirahat bersama-sama dengan kamu.”

a. “Oleh kehendak Allah”

  • Menunjukkan bahwa segala rencana dan permohonan tunduk kepada kedaulatan Allah. Ini sejajar dengan prinsip Soli Deo Gloria dalam Reformed Theology.

  • Martyn Lloyd-Jones menegaskan: “Doa yang benar selalu diucapkan dengan pengakuan bahwa kehendak Allah lebih utama daripada keinginan kita.”

b. “Sukacita dan beristirahat”

  • Paulus mengharapkan sukacita dari persekutuan tubuh Kristus dan “istirahat” dari beban pelayanan.

  • Ini bukan keegoisan, tetapi bagian dari kebutuhan manusiawi dalam pelayanan, menunjukkan bahwa iman Reformed menghargai kemanusiaan yang utuh, termasuk kebutuhan emosional dan fisik pelayan Tuhan.

D. Roma 15:33: Berkat Penutup

“Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian! Amin.”

  • Ini bukan sekadar penutup formal. Gelar “Allah sumber damai sejahtera” mengikat seluruh bagian surat ini: dari doktrin, etika, misi, hingga persekutuan.

  • Augustine pernah berkata, “Our hearts are restless until they rest in Thee.” Dalam Reformed Theology, damai sejahtera tidak terlepas dari penggenapan kehendak Allah.

IV. Perspektif Para Teolog Reformed

1. John Calvin

  • Dalam komentarnya, Calvin menekankan kerendahan hati Paulus, yang tidak malu meminta doa. Ini menjadi teladan bahwa bahkan pemimpin rohani membutuhkan tubuh Kristus.

2. Herman Bavinck

  • Dalam Reformed Dogmatics, Bavinck menekankan pentingnya doa sebagai alat yang dipakai Allah. Doa bukan mengubah Allah, melainkan mengubah kita dan membawa kita ke dalam kehendak-Nya.

3. Louis Berkhof

  • Menjelaskan bahwa doa dalam Alkitab adalah bagian dari anugerah umum dan khusus. Paulus tahu bahwa semua rencananya tunduk pada penyelenggaraan ilahi, dan dia berserah penuh kepada Tuhan.

4. R.C. Sproul

  • Sproul melihat permohonan ini sebagai penggambaran eklesiologi yang Reformed—bahwa gereja bukan institusi pasif tetapi aktif dalam saling menopang melalui doa.

V. Implikasi Pastoral dan Aplikasi

A. Doa adalah Tanggung Jawab Bersama

  • Paulus tidak hanya mendoakan gereja, tetapi juga mengajak gereja untuk mendoakannya. Ini menunjukkan bahwa doa adalah partisipasi tubuh Kristus dalam karya Injil.

B. Doa adalah Sarana Anugerah

  • Dalam teologi Reformed, doa adalah salah satu sarana yang Allah pakai untuk melaksanakan rencana-Nya (means of grace). Ini bukan “mantra rohani”, tetapi bagian dari proses Tuhan membentuk dan menguatkan umat-Nya.

C. Kedaulatan dan Ketergantungan

  • Doa tidak meniadakan kedaulatan Allah. Justru doa memperlihatkan kerendahan dan ketergantungan kita pada Tuhan. Permohonan Paulus dalam Roma 15 mencerminkan kerangka kerja ini dengan sempurna.

Kesimpulan: Sebuah Doa, Sebuah Panggilan untuk Bergumul

Roma 15:30–33 bukan sekadar catatan pribadi dari seorang rasul. Ini adalah undangan kepada gereja sepanjang zaman untuk ikut dalam pergumulan rohani, pelayanan kasih, dan pengharapan akan damai sejahtera Allah.

Dalam dunia yang semakin individualistis, ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa tubuh Kristus dipanggil untuk saling menopang, saling mendoakan, dan saling menguatkan. Doa bukan hanya sarana komunikasi dengan Allah, tetapi juga tanda solidaritas rohani antaranggota tubuh Kristus.

Next Post Previous Post