Yesus Kristus adalah Pelopor Kita

“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan...”
(Ibrani 12:2, AYT)
Pendahuluan
Dalam kehidupan Kristen, banyak orang percaya bergumul dalam menjalani perlombaan iman. Tantangan dunia, godaan dosa, dan penderitaan kerap mengaburkan pandangan kita dari tujuan akhir. Namun, dalam surat kepada jemaat Ibrani, penulis menasihati kita untuk menetapkan pandangan kepada Yesus, yang digambarkan sebagai “pelopor dan penyempurna iman.” Siapa Yesus sebagai pelopor itu? Apa implikasinya bagi kehidupan kita? Dan bagaimana para teolog Reformed memahami peran Yesus dalam konteks ini?
Artikel ini akan mengupas secara mendalam makna Yesus sebagai Pelopor (bahasa Yunani: “archegos”) berdasarkan Ibrani 12:2, dan bagaimana hal ini menuntun kita kepada pengharapan, ketekunan, dan penyerahan total dalam kehidupan Kristen.
I. Makna “Pelopor” dalam Ibrani 12:2
A. Kata Yunani: Archegos
Istilah pelopor berasal dari kata Yunani “ἀρχηγός” (archegos), yang juga dapat diterjemahkan sebagai pendiri, perintis, pemimpin, atau inisiator. Ini bukan sekadar seseorang yang memulai, tetapi juga yang membuka jalan, mengalami terlebih dahulu, dan menjamin keberhasilan orang-orang yang mengikutinya.
Menurut Dr. R.C. Sproul, kata ini menunjukkan Yesus sebagai seseorang yang menempuh jalan penderitaan dan kemenangan terlebih dahulu, agar orang percaya dapat mengikuti jejak-Nya dengan keyakinan akan keberhasilan akhir.
“Yesus bukan hanya menunjukkan jalan iman, Dia menapakinya dahulu dan menyempurnakannya dalam pengorbanan-Nya.”
– R.C. Sproul
B. Konteks Surat Ibrani
Surat Ibrani ditujukan kepada orang Kristen Yahudi yang sedang mengalami penganiayaan dan tergoda untuk meninggalkan iman. Penulis menggunakan metafora perlombaan iman, dan menunjuk Yesus sebagai teladan utama—yang bukan hanya memulai iman, tapi juga menyempurnakannya.
II. Pandangan Teologi Reformed Mengenai Yesus Sebagai Pelopor
A. John Calvin: Kristus adalah Prinsip dan Penyempurna Iman
Dalam komentarnya terhadap Ibrani 12:2, John Calvin menekankan bahwa Yesus bukan hanya teladan, tetapi juga sumber kekuatan rohani bagi orang percaya.
“Kristus adalah dasar dan puncak dari iman. Ia memulai iman di dalam hati kita melalui Roh-Nya, dan membawa itu kepada kesempurnaan melalui karya penebusan-Nya.”
– John Calvin, Commentary on Hebrews
Calvin menolak gagasan bahwa iman adalah hasil usaha manusia. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa Kristus memelopori iman itu dalam kita.
B. Sinclair Ferguson: Yesus, Sang Pemimpin dalam Penderitaan
Sinclair Ferguson, dalam bukunya In Christ Alone, menjelaskan bahwa Ibrani 12:2 menunjukkan bagaimana Kristus mendahului kita dalam penderitaan dan ketaatan.
“Dia menanggung salib dan hinaan bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga agar kita tahu bagaimana menanggung penderitaan dengan mata tertuju kepada kemuliaan.”
– Sinclair Ferguson
Ferguson melihat Kristus sebagai pemimpin yang masuk ke dalam penderitaan, bukan dari jauh mengamati. Inilah kekuatan panggilan orang percaya untuk mengikuti-Nya.
C. John Piper: Kristus adalah Penyebab dan Tujuan Iman Kita
Dalam khotbahnya di Desiring God, John Piper menjelaskan bahwa Yesus bukan hanya pelopor iman dalam arti historis, tetapi juga penyebab rohani dan tujuan iman.
“Yesus tidak hanya memimpin kita dalam iman. Ia adalah alasan mengapa kita memiliki iman sama sekali. Dia adalah tujuan kita—kita beriman untuk mendapatkan Dia.”
– John Piper
III. Aplikasi Teologis: Mengapa Kita Butuh Pelopor?
A. Karena Kita Lemah dan Mudah Lelah
Ibrani 12:3 menyebutkan bahwa orang percaya dapat menjadi lelah dan putus asa. Dalam hal ini, Yesus sebagai pelopor iman memberi kita jaminan bahwa jalan yang kita tempuh sudah dilalui-Nya dan dimenangkan-Nya.
B. Karena Kita Hidup di Tengah Penderitaan
Yesus sebagai pelopor menang melalui penderitaan, bukan menghindarinya. Ini sangat penting dalam dunia yang sarat dengan penderitaan. Seperti kata Tim Keller, penderitaan bukanlah pengecualian dalam hidup Kristen, tapi justru jalan yang Yesus lalui lebih dulu untuk memuliakan Bapa dan menyelamatkan kita.
C. Karena Kita Tidak Bisa Menyempurnakan Diri Sendiri
Teologi Reformed sangat menekankan total depravity dan ketergantungan mutlak pada anugerah Allah. Kita tidak bisa membawa iman kita menuju kesempurnaan. Hanya Yesus, sebagai pelopor dan penyempurna, yang dapat melakukannya.
IV. Dimensi Kristologis: Yesus Sebagai Pelopor di Seluruh Aspek
A. Dalam Inkarnasi
Yesus, sebagai Allah yang menjadi manusia, mendahului kita dalam kehidupan sebagai manusia sejati (Yohanes 1:14). Ia mengalami kelaparan, kesedihan, dan bahkan kematian.
B. Dalam Ketaatan
Yesus sepenuhnya taat kepada Bapa—bahkan sampai mati (Filipi 2:8). Ia menjadi pelopor dalam ketaatan yang sempurna.
C. Dalam Kebangkitan
Yesus adalah yang sulung dari antara orang mati (Kolose 1:18). Ia mendahului kita dalam kematian dan kebangkitan, menjadi jaminan kebangkitan kita.
V. Implikasi Bagi Kehidupan Kristen
A. Iman yang Menatap kepada Yesus
Iman Kristen bukan iman yang abstrak, tetapi iman yang memiliki objek yang hidup dan nyata: Yesus Kristus. Menurut Reformed Theology, iman bukan hanya percaya akan kebenaran, tetapi mempercayakan diri sepenuhnya kepada pribadi Yesus.
B. Hidup yang Berpengharapan
Karena Yesus sudah membuka jalan, orang Kristen bisa menghadapi masa depan dengan keyakinan. Kita tidak berjalan tanpa arah—kita mengikuti Sang Pelopor yang sudah menang.
C. Ketekunan dalam Perlombaan Iman
Yesus memberi teladan ketekunan. Dia tidak menyerah di tengah jalan. Ia menanggung salib karena “sukacita yang disediakan bagi-Nya.” Ini menguatkan kita untuk tidak menyerah dalam kesulitan, karena kita tahu bagaimana cerita ini berakhir.
VI. Kesimpulan: Fokuskan Mata pada Yesus, Sang Pelopor
Ibrani 12:2 memanggil kita untuk terus memandang kepada Yesus, Sang Pelopor dan Penyempurna iman. Dalam dunia yang penuh gangguan dan penderitaan, hanya dengan mata tertuju kepada-Nya kita dapat bertahan. Teologi Reformed menolong kita melihat bahwa Yesus bukan hanya teladan moral, tetapi pribadi ilahi yang bekerja dalam diri kita, membawa iman kita menuju kesempurnaan.
Dengan menapaki jejak Kristus yang telah lebih dahulu membuka jalan, kita memiliki keyakinan bahwa kita tidak sendirian. Dia sudah terlebih dahulu berjalan dalam penderitaan, kematian, dan kemuliaan. Sekarang, Ia memimpin kita kepada kemenangan yang sama.