1 Tesalonika 1:10 Menantikan Anak-Nya dari Sorga
Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat Tesalonika adalah salah satu tulisan Perjanjian Baru yang paling awal. Surat ini ditulis sekitar tahun 50–51 M, menjadikannya salah satu epistol terawal dalam kanon Perjanjian Baru. Tujuan utama Paulus adalah untuk meneguhkan iman jemaat Tesalonika yang baru bertumbuh, sekaligus menasihati mereka agar tetap bertekun dalam pengharapan mesianis di tengah penderitaan.
Salah satu ayat kunci dalam surat ini adalah 1 Tesalonika 1:10:
"dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang." (TB-LAI)
Ayat ini menyajikan tiga aspek penting dari iman Kristen yang bersifat eskatologis dan soteriologis:
-
Kristologi – Yesus sebagai Anak Allah yang dibangkitkan dari kematian.
-
Eskatologi – pengharapan akan kedatangan Yesus dari sorga.
-
Soteriologi – karya penyelamatan Yesus dari murka yang akan datang.
Dalam tradisi Reformed, ayat ini memiliki nilai doktrinal yang mendalam karena merangkum inti Injil: kebangkitan Kristus, harapan kedatangan-Nya kembali, dan penyelamatan umat dari murka Allah.
I. Latar Belakang Historis dan Konteks
1. Situasi Jemaat Tesalonika
Tesalonika adalah kota besar di Makedonia, pusat perdagangan yang strategis di jalur Via Egnatia. Jemaat Tesalonika didirikan oleh Paulus dalam perjalanannya yang kedua (Kis. 17:1–9). Namun, pelayanan Paulus di sana terhenti akibat penganiayaan yang hebat. Karena itu, jemaat ini adalah komunitas Kristen muda yang harus menghadapi tekanan dari orang Yahudi maupun masyarakat kafir.
Dalam konteks ini, iman jemaat diuji. Mereka harus belajar bertahan dalam penderitaan dengan mata tertuju pada janji kedatangan Kristus kembali. John Stott menegaskan bahwa “jemaat Tesalonika adalah contoh gereja yang hidup di bawah salib dan di bawah pengharapan.” (Stott, The Gospel and the End of Time, 1991).
2. Struktur 1 Tesalonika 1
Pasal pertama adalah ucapan syukur Paulus atas iman, kasih, dan pengharapan jemaat (1:2–3). Bagian ini menegaskan bahwa Injil berakar dalam kehidupan mereka, terbukti melalui pertobatan dari berhala (1:9) dan pengharapan akan kedatangan Kristus (1:10). Jadi, ayat 10 merupakan puncak dari seluruh pasal pertama, yang menegaskan orientasi eskatologis iman Kristen.
II. Analisis Eksegetis 1 Tesalonika 1:10
1. "Dan untuk menantikan Anak-Nya dari sorga"
Kata kerja ἀναμένειν (anamenō) berarti menunggu dengan sabar dan penuh harapan. Ini bukan sekadar pasif, melainkan aktif dalam iman. Orang percaya dipanggil bukan hanya untuk bertobat, tetapi juga hidup dalam penantian yang penuh pengharapan.
Sebutan “Anak-Nya” (τὸν υἱὸν αὐτοῦ) menunjuk pada relasi unik Kristus dengan Allah Bapa. Dalam Kristologi Reformed, ini menegaskan keilahian Yesus sebagai Anak yang sehakikat dengan Bapa (lih. Yohanes 1:1; 5:18). Calvin menekankan bahwa penggunaan gelar ini bukan sekadar menunjuk pada misi Kristus, melainkan juga pada natur-Nya yang ilahi dan kedekatan-Nya dengan Bapa. (Commentary on Thessalonians).
2. "Yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati"
Kebangkitan Kristus adalah pusat pengharapan. Paulus menegaskan bahwa penantian bukanlah fantasi kosong, melainkan berlandaskan pada fakta historis: kebangkitan Yesus.
Bagi teologi Reformed, kebangkitan bukan hanya tanda kemenangan Kristus, tetapi juga jaminan keselamatan umat pilihan. Louis Berkhof menjelaskan bahwa kebangkitan Kristus adalah “bukti sahih penerimaan kurban Kristus oleh Allah Bapa, dasar pembenaran orang percaya, dan jaminan kebangkitan mereka kelak.” (Systematic Theology).
3. "Yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang"
Yesus adalah Sang Penyelamat (σωτῆρα, sōtēra). Murka Allah yang dimaksud di sini menunjuk pada penghukuman eskatologis atas dosa (lih. Roma 1:18; Wahyu 6:16–17).
Anthony Hoekema dalam The Bible and the Future menekankan bahwa “murka yang akan datang” bukan sekadar keadaan psikologis atau penderitaan sosial, melainkan manifestasi keadilan Allah dalam penghakiman terakhir. Keselamatan yang Yesus berikan adalah pembebasan penuh dari murka itu.
III. Perspektif Teologi Reformed
1. Kristologi: Yesus sebagai Anak Allah
Tradisi Reformed menegaskan bahwa iman Kristen berpusat pada Kristus sebagai Anak Allah yang kekal. Dalam 1 Tesalonika 1:10, penyebutan “Anak-Nya” menjadi bukti bahwa keselamatan tidak mungkin tanpa keilahian Kristus. Calvin menyatakan bahwa hanya Anak yang ilahi yang mampu mendamaikan manusia dengan Allah.
2. Eskatologi: Penantian Kedatangan Kristus
Eskatologi Reformed menolak pandangan spekulatif tentang waktu kedatangan Kristus, tetapi menekankan kesiapsiagaan. Bavinck menulis, “Pengharapan Kristen bukanlah ilusi, melainkan kepastian yang berakar pada kebangkitan Kristus.” (Reformed Dogmatics, Vol. 4).
Dengan demikian, menantikan Kristus berarti hidup dalam kekudusan, pelayanan, dan kesetiaan, sambil menaruh harapan pada penggenapan janji Allah.
3. Soteriologi: Keselamatan dari Murka Allah
Teologi Reformed memandang keselamatan sebagai anugerah Allah dalam Kristus yang diterima melalui iman. Murka Allah yang disebut di sini adalah konsekuensi keadilan ilahi terhadap dosa. John Murray menjelaskan bahwa karya Kristus di salib adalah “propitiation,” yaitu pengalihan murka Allah atas diri Kristus demi umat pilihan (Redemption Accomplished and Applied).
Dengan demikian, 1 Tesalonika 1:10 menegaskan aspek forensik dari keselamatan: orang percaya tidak lagi berada di bawah murka, karena murka itu sudah ditanggung oleh Kristus.
IV. Implikasi Doktrinal
1. Kepastian Keselamatan
Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan bukanlah usaha manusia, melainkan karya Kristus. Orang percaya dapat hidup dalam kepastian karena murka Allah telah ditanggung oleh Yesus.
2. Orientasi Eskatologis Kehidupan Kristen
Iman Kristen bukan hanya memandang ke belakang (salib) tetapi juga ke depan (kedatangan kembali). Gereja Reformed menekankan pentingnya hidup dalam “sensus adventus,” yaitu kesadaran akan kedatangan Kristus.
3. Hidup dalam Pengharapan
Pengharapan bukanlah eskapisme. Sebaliknya, itu adalah motivasi untuk setia dalam penderitaan. Gereja Tesalonika menjadi teladan bagaimana pengharapan eskatologis memberi kekuatan untuk menghadapi aniaya.
V. Aplikasi Praktis untuk Gereja Masa Kini
-
Menguatkan Iman dalam Penderitaan – Seperti jemaat Tesalonika, gereja di zaman modern dipanggil untuk menaruh pengharapan pada Kristus di tengah penderitaan.
-
Menghindari Spekulasi Eskatologis – Fokus bukan pada menghitung tanggal kedatangan Kristus, melainkan hidup dalam kesiapan iman.
-
Menghidupi Injil – Pertobatan dari berhala (ay. 9) dan penantian Kristus (ay. 10) harus diwujudkan dalam kesetiaan dan pelayanan.
-
Penginjilan dan Misi – Murka yang akan datang mengingatkan gereja akan urgensi misi, karena hanya Kristus yang dapat menyelamatkan manusia dari penghakiman Allah.
Kesimpulan
1 Tesalonika 1:10 adalah inti teologis dari kehidupan Kristen: Yesus Kristus, Anak Allah yang dibangkitkan, adalah Sang Juruselamat yang akan datang dari sorga untuk melepaskan umat-Nya dari murka Allah. Ayat ini menyatukan Kristologi, Eskatologi, dan Soteriologi dalam satu kerangka iman yang utuh.
Bagi teologi Reformed, ayat ini mengingatkan bahwa:
-
keselamatan adalah karya anugerah Allah di dalam Kristus,
-
pengharapan eskatologis memberi daya tahan dalam penderitaan,
-
iman Kristen adalah iman yang menantikan penggenapan janji Allah.
Dengan demikian, kehidupan gereja harus terus berakar pada karya Kristus di masa lampau (kebangkitan), hidup dalam pengharapan di masa kini (penantian), dan menatap pemenuhan janji Allah di masa depan (kedatangan-Nya kembali).