Kisah Para Rasul 5:21–24 Kuasa Injil yang Tidak Terikat

Kisah Para Rasul 5:21–24 Kuasa Injil yang Tidak Terikat

Pendahuluan

Kitab Kisah Para Rasul menyingkapkan perkembangan gereja mula-mula sebagai karya Roh Kudus yang menggenapi janji Kristus. Di tengah penolakan, ancaman, dan penganiayaan, Injil terus maju dengan kuasa yang tidak dapat dihalangi oleh manusia. Salah satu perikop penting yang menggambarkan hal ini adalah Kisah Para Rasul 5:21–24.

“Mereka mentaati perintah itu lalu masuklah mereka ke dalam Bait Allah ketika hari siang dan mulai mengajar di situ. Imam besar dan pengikut-pengikutnya datang dan memanggil Mahkamah Agama serta semua tua-tua bangsa Israel, lalu menyuruh orang ke penjara untuk menjemput rasul-rasul itu. Tetapi ketika pejabat-pejabat itu sampai ke penjara, mereka tidak menemukan rasul-rasul itu di sana. Maka kembalilah mereka dan melaporkan: ‘Kami mendapati penjara terkunci dengan sangat rapat dan para pengawal berdiri di depan pintu; tetapi setelah kami membukanya, kami tidak menemukan seorang pun di dalamnya.’ Ketika kepala pengawal Bait Allah dan imam-imam kepala mendengar berita itu, mereka bingung tentang apa yang sudah terjadi dengan rasul-rasul itu.” (TB-LAI)

Perikop ini memperlihatkan ketegangan antara kuasa Allah dan usaha manusia untuk membatasi Injil. Para rasul dipenjarakan oleh penguasa agama Yahudi, tetapi Allah melepaskan mereka dengan cara yang ajaib dan memerintahkan mereka untuk terus memberitakan Injil. Teks ini sangat kaya untuk ditafsirkan, baik secara eksegetis maupun teologis, terutama dalam kerangka Reformed yang menekankan kedaulatan Allah, kemajuan kerajaan Kristus, dan kepastian Injil yang tidak dapat ditahan.

I. Latar Belakang Historis dan Konteks

1. Situasi Gereja Mula-mula

Setelah kebangkitan dan kenaikan Kristus, para rasul dipenuhi Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kis. 2). Sejak itu, Injil diberitakan dengan kuasa, dan banyak orang Yahudi bertobat. Pertumbuhan pesat ini menimbulkan reaksi keras dari pemimpin agama Yahudi, terutama imam besar dan kelompok Saduki, yang merasa terancam oleh berita kebangkitan Kristus (Kis. 4:1–2).

Sebelumnya, Petrus dan Yohanes telah ditangkap dan diinterogasi oleh Sanhedrin (Kis. 4:3–22). Namun, mereka dilepaskan dengan peringatan keras agar tidak memberitakan nama Yesus. Perintah itu diabaikan, karena para rasul yakin bahwa mereka harus lebih taat kepada Allah daripada manusia (Kis. 4:19).

Peristiwa dalam Kisah 5:21–24 merupakan kelanjutan dari pola yang sama: para pemimpin Yahudi berusaha menghentikan Injil, tetapi kuasa Allah menegaskan bahwa Injil tidak dapat dibelenggu.

2. Posisi Sanhedrin dan Imam Besar

Sanhedrin adalah lembaga tertinggi Yahudi pada masa itu, berisi imam besar, tua-tua, dan ahli Taurat. Kekuasaan mereka terbatas oleh otoritas Romawi, tetapi mereka masih memiliki pengaruh besar dalam urusan agama. Dengan menahan para rasul, mereka berusaha mempertahankan otoritas dan mengendalikan ajaran yang dianggap menyesatkan.

Namun, teks ini menyoroti keterbatasan kuasa manusiawi mereka: meskipun mereka memiliki otoritas formal, mereka gagal menahan pekerjaan Allah.

II. Analisis Eksegetis Kisah 5:21–24

1. Kisah Para Rasul 5:21: Ketaatan Para Rasul

"Mereka mentaati perintah itu lalu masuklah mereka ke dalam Bait Allah ketika hari siang dan mulai mengajar di situ."

Frasa ini merujuk pada ketaatan para rasul terhadap perintah malaikat Tuhan (ay. 19–20) yang membebaskan mereka dari penjara dan memerintahkan mereka untuk memberitakan “segala perkataan tentang hidup itu.” Ketaatan ini radikal, karena mereka kembali ke tempat yang paling berbahaya bagi mereka: Bait Allah, pusat kegiatan keagamaan Yahudi, dan simbol kekuasaan para imam.

Menurut John Calvin, ketaatan para rasul di sini adalah bukti keberanian iman yang lahir dari karya Roh Kudus. Mereka bukan hanya patuh karena keharusan, tetapi karena keyakinan bahwa pemberitaan Injil adalah panggilan ilahi yang tidak boleh dikompromikan (Commentary on Acts).

2. Kisah Para Rasul 5:21b: Aktivitas Sanhedrin

"Imam besar dan pengikut-pengikutnya datang dan memanggil Mahkamah Agama serta semua tua-tua bangsa Israel, lalu menyuruh orang ke penjara untuk menjemput rasul-rasul itu."

Di sini terlihat kontras yang tajam: sementara para rasul dengan berani mengajar di Bait Allah, Sanhedrin sedang berkumpul untuk menjatuhkan vonis. Ironi terjadi: pengadilan manusia hendak menghakimi utusan Allah, tetapi kenyataannya mereka sendiri sedang dihakimi oleh pekerjaan Allah.

Herman Ridderbos dalam The Coming of the Kingdom menegaskan bahwa peristiwa ini memperlihatkan ketidakmampuan sistem agama lama (Judaisme) untuk menghentikan kuasa kerajaan Allah yang hadir dalam Kristus.

3. Kisah Para Rasul 5:22–23: Penjara Kosong

"Tetapi ketika pejabat-pejabat itu sampai ke penjara, mereka tidak menemukan rasul-rasul itu di sana. Maka kembalilah mereka dan melaporkan: ‘Kami mendapati penjara terkunci dengan sangat rapat dan para pengawal berdiri di depan pintu; tetapi setelah kami membukanya, kami tidak menemukan seorang pun di dalamnya.’"

Detail yang diberikan—penjara terkunci rapat, pengawal masih berjaga, tetapi rasul tidak ada—menekankan aspek mujizat. Tidak ada cara logis untuk menjelaskan pelepasan ini selain campur tangan Allah.

Menurut F. F. Bruce, peristiwa ini adalah pernyataan simbolis bahwa Injil tidak dapat dipenjarakan oleh otoritas manusia. Bahkan, rantai dan pintu besi tidak mampu menghalangi kuasa Allah (The Book of Acts, NICNT).

Bagi tradisi Reformed, hal ini menegaskan doktrin providensi Allah: meskipun manusia berusaha menghentikan rencana Allah, rencana itu tetap berjalan dengan pasti.

4. Kisah Para Rasul 5:24: Kebingungan Pemimpin Agama

"Ketika kepala pengawal Bait Allah dan imam-imam kepala mendengar berita itu, mereka bingung tentang apa yang sudah terjadi dengan rasul-rasul itu."

Kebingungan para pemimpin Yahudi adalah bukti keterbatasan hikmat manusia. Mereka tidak mampu memahami kuasa Allah yang sedang bekerja. Bagi Lukas, penulis Kisah Para Rasul, ironi ini jelas: para penguasa yang merasa berotoritas justru tidak berdaya menghadapi pekerjaan Allah.

Calvin menafsirkan kebingungan mereka sebagai gambaran orang yang buta rohani. Mereka menyaksikan tanda kuasa Allah, tetapi bukannya bertobat, mereka semakin menentang Injil. Hal ini memperlihatkan natur hati manusia yang keras terhadap kebenaran.

III. Perspektif Teologi Reformed

1. Kedaulatan Allah atas Sejarah

Perikop ini menegaskan kedaulatan Allah. Tidak ada kuasa manusia atau institusi yang dapat menghentikan pekerjaan Allah. Bavinck menulis, “Kerajaan Allah hadir bukan melalui kekuatan manusia, melainkan melalui kuasa Allah yang mengatasi sejarah.” (Reformed Dogmatics, Vol. 4).

Pelepasan para rasul dari penjara menunjukkan bahwa Allah tetap memimpin sejarah demi penggenapan rencana-Nya.

2. Keberanian dalam Panggilan Injil

Tradisi Reformed menekankan doktrin panggilan efektif. Para rasul tidak hanya dipanggil secara eksternal, tetapi juga digerakkan oleh Roh Kudus untuk taat. Keberanian mereka adalah buah karya Roh.

John Murray menyatakan bahwa ketaatan para rasul adalah bukti iman yang sejati, yang “tidak hanya menerima janji Allah, tetapi juga tunduk kepada kehendak Allah meskipun harus menanggung penderitaan” (Redemption Accomplished and Applied).

3. Injil yang Tidak Dapat Dibelenggu

Peristiwa ini paralel dengan kesaksian Paulus di 2 Timotius 2:9: “Firman Allah tidak terbelenggu.” Bagi teologi Reformed, ini berarti Injil adalah kuasa Allah yang efektif. Louis Berkhof menekankan bahwa Firman bekerja tidak bergantung pada kondisi manusia, melainkan karena kuasa Roh Kudus yang menyertainya (Systematic Theology).

4. Kerasnya Hati Manusia

Respon Sanhedrin menunjukkan natur dosa yang menolak terang. Manusia, tanpa anugerah Allah, cenderung mengeraskan hati meski berhadapan dengan tanda kuasa Allah. Calvin menegaskan bahwa ini adalah bukti kebutuhan mutlak akan karya Roh Kudus dalam memperbarui hati manusia.

IV. Implikasi Doktrinal dan Praktis

1. Kepastian Kemenangan Injil

Orang percaya dipanggil untuk yakin bahwa Injil akan terus maju meskipun ada penganiayaan, larangan, atau perlawanan. Sejarah gereja membuktikan hal ini: darah para martir menjadi benih gereja (Tertullian).

2. Panggilan untuk Taat

Seperti para rasul, orang percaya dipanggil untuk menempatkan ketaatan kepada Allah di atas perintah manusia. Dalam dunia modern, hal ini relevan bagi gereja yang menghadapi tekanan dari ideologi sekuler, relativisme, atau otoritarianisme.

3. Peneguhan dalam Penderitaan

Pelepasan rasul dari penjara bukan hanya bukti mujizat, tetapi juga peneguhan bahwa Allah menyertai umat-Nya. Sekalipun Allah tidak selalu membebaskan secara fisik, orang percaya dapat yakin bahwa Dia berdaulat atas situasi apa pun.

4. Panggilan untuk Misi

Malaikat memerintahkan para rasul untuk memberitakan “segala perkataan tentang hidup itu” (ay. 20). Injil yang dilepaskan dari belenggu tidak dimaksudkan untuk disimpan, melainkan untuk disebarkan.

V. Relevansi Bagi Gereja Masa Kini

  1. Di tengah penganiayaan – Banyak gereja di dunia masih mengalami penindasan. Kisah ini menjadi sumber penghiburan bahwa Firman Allah tidak dapat dibelenggu.

  2. Di tengah sekularisasi – Gereja Barat menghadapi marginalisasi Injil. Teks ini mengingatkan bahwa kuasa Injil melampaui struktur sosial dan politik.

  3. Di tengah kelesuan iman – Ketaatan para rasul menjadi teladan bagi gereja modern untuk mengutamakan kesetiaan, bukan kenyamanan.

  4. Dalam misi global – Firman ini meneguhkan gereja untuk terus mengabarkan Injil ke seluruh dunia dengan keyakinan akan kuasa Allah yang memimpin misi-Nya.

Kesimpulan

Kisah Para Rasul 5:21–24 memperlihatkan drama besar antara kuasa Allah dan perlawanan manusia. Para rasul, dengan taat dan berani, memberitakan Injil di Bait Allah, meskipun Sanhedrin berusaha menghentikan mereka. Allah membuktikan kuasa-Nya dengan melepaskan rasul dari penjara dan membingungkan para pemimpin agama.

Dalam perspektif teologi Reformed, teks ini menegaskan bahwa:

  1. Allah berdaulat atas sejarah dan pekerjaan Injil.

  2. Firman Allah tidak dapat dibelenggu oleh kuasa manusia.

  3. Ketaatan sejati adalah buah karya Roh Kudus dalam orang percaya.

  4. Hati manusia yang keras membutuhkan karya anugerah Allah untuk dipulihkan.

Dengan demikian, pesan perikop ini relevan sepanjang masa: Injil Kristus adalah kuasa Allah yang tidak dapat dihalangi. Gereja dipanggil untuk taat, berani, dan setia memberitakan Injil, sambil yakin bahwa Allah memimpin segala sesuatu menuju kemenangan akhir di dalam Kristus.

Next Post Previous Post