Kasih Karunia Allah
Pendahuluan
Kasih karunia (grace, charis) adalah salah satu tema sentral dalam seluruh kesaksian Alkitab. Doktrin ini bukan hanya sekadar salah satu aspek dari pengajaran Kristen, melainkan jantung dari Injil itu sendiri. Tanpa kasih karunia, kekristenan kehilangan esensi dan menjadi sekadar sistem moral atau filsafat religius. Martin Luther menyatakan bahwa “kasih karunia adalah artikel yang menentukan berdirinya atau runtuhnya gereja.” John Calvin, bapa Reformator dari Jenewa, menegaskan bahwa keselamatan adalah karya anugerah Allah dari awal sampai akhir—“sola gratia, sola fide, solus Christus.”
Tulisan ini bertujuan membahas kasih karunia Allah secara sistematis berdasarkan teologi Reformed, dengan menyoroti definisi, sifat, dasar biblis, keheranan yang menyertainya, serta implikasi bagi kehidupan iman.
I. Definisi Kasih Karunia
Secara umum, kasih karunia dapat didefinisikan sebagai kebaikan Allah yang dinyatakan kepada manusia yang tidak layak dan tidak berhak menerimanya. Definisi ini menekankan dua aspek penting:
-
Kasih karunia adalah pemberian Allah.
Anugerah bukanlah sesuatu yang dihasilkan manusia, melainkan berasal sepenuhnya dari inisiatif Allah. -
Kasih karunia diberikan kepada yang tidak layak.
Penerimanya adalah orang berdosa, yang justru pantas mendapatkan murka dan hukuman.
Reformed theology menolak konsep bahwa kasih karunia adalah sekadar “bantuan tambahan” agar manusia bisa menyelamatkan dirinya. Sebaliknya, kasih karunia adalah satu-satunya dasar keselamatan. Manusia sama sekali tidak memiliki kontribusi apa pun selain dosa dan pemberontakan.
“Kasih karunia bukanlah Allah membantu mereka yang membantu dirinya sendiri, melainkan Allah menolong mereka yang sama sekali tidak berdaya.”
II. Dimensi Kasih Karunia
1. Kasih Karunia sebagai Kontras terhadap Keadilan
Ada baiknya kita membedakan kasih karunia dari bentuk lain dari relasi Allah dengan manusia:
-
Jika kita jahat lalu menerima penghukuman, itu disebut keadilan retributif.
-
Jika kita baik lalu menerima ganjaran, itu disebut keadilan remuneratif.
-
Jika kita baik tetapi menerima sesuatu yang jahat, itu disebut ketidakadilan.
-
Tetapi jika kita jahat dan menerima sesuatu yang baik, itu disebut kasih karunia.
Dengan demikian, kasih karunia tidak identik dengan keadilan. Kasih karunia bukanlah ketidakadilan Allah, melainkan ekspresi kasih Allah yang tetap menghormati keadilan-Nya melalui karya penebusan Kristus.
2. Kasih Karunia dan Dosa
Dalam perspektif Reformed, kasih karunia hanya dapat dipahami dengan latar belakang keberdosaan manusia. Rasul Paulus menyatakan:
“Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23).
Keberdosaan manusia bukanlah sekadar kelemahan atau kekurangan moral, melainkan kebusukan total (total depravity) yang meliputi akal budi, kehendak, dan hati. Oleh karena itu, kasih karunia bukanlah tambahan kecil, melainkan tindakan radikal Allah untuk membangkitkan yang mati rohani.
3. Kasih Karunia dan Kristus
Kasih karunia bukanlah sesuatu yang abstrak atau terpisah dari Kristus. Yohanes 1:17 menegaskan:
“Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.”
Dalam teologi Reformed, kasih karunia identik dengan Kristus sendiri, karena Dialah anugerah terbesar Allah yang diberikan kepada umat manusia.
III. Dasar Biblis Kasih Karunia
1. Kesaksian Perjanjian Lama
Kasih karunia bukanlah konsep yang baru muncul dalam Perjanjian Baru. Sejak awal, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia (Keluaran 34:6). Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan (Kejadian 6:8). Israel dipilih bukan karena kebaikan mereka, melainkan karena kasih setia Allah semata (Ulangan 7:7-8).
2. Kesaksian Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, kasih karunia mencapai puncaknya dalam karya Kristus. Rasul Paulus berulang kali menekankan bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia (Efesus 2:8-9). Dalam Kristus, kasih karunia itu bukan hanya membebaskan dari hukuman, tetapi juga memperbarui hidup (Tit. 2:11-12).
IV. Keheranan atas Kasih Karunia
Mengapa kasih karunia itu mengherankan (amazing)? Ada beberapa alasan yang sangat penting.
1. Penerimanya Adalah Manusia yang Sangat Berdosa
Kitab Suci menggambarkan keberdosaan manusia dengan sangat keras. Yesaya 64:6 menyatakan bahwa “segala kesalehan kita seperti kain kotor.” Paulus menyebut manusia mati dalam pelanggaran dan dosa (Efesus 2:1).
Dalam tradisi Reformed, ini disebut total depravity. Artinya, bukan berarti setiap orang seburuk mungkin dalam segala hal, melainkan bahwa tidak ada aspek dalam diri manusia yang tidak tercemar oleh dosa. Oleh karena itu, kasih karunia sungguh menakjubkan karena diberikan bukan kepada yang layak, tetapi kepada musuh Allah (Roma 5:10).
2. Harga yang Dibayar Sangat Mahal
Allah tidak bisa begitu saja mengampuni dosa tanpa konsekuensi. Keadilan Allah menuntut hukuman. Jika ada satu dosa pun tidak dihukum, maka Allah berhenti menjadi adil. Karena itu, kasih karunia hanya mungkin melalui pengorbanan Kristus yang mati menggantikan kita di kayu salib.
Penderitaan Kristus bukanlah simbolis, tetapi nyata, brutal, dan mematikan: cambuk Romawi, mahkota duri, salib yang memalukan. Semua itu menyingkapkan betapa seriusnya dosa dan betapa besar harga kasih karunia.
3. Tujuan Akhirnya Adalah Surga
Kasih karunia tidak berhenti pada pengampunan. Allah bukan hanya membebaskan kita dari neraka, melainkan juga mengangkat kita menjadi ahli waris kerajaan-Nya. Paulus menyebut kita “duduk bersama dengan Kristus di sorga” (Efesus 2:6).
Keheranan kasih karunia bertambah besar ketika kita menyadari bahwa kita tidak hanya luput dari hukuman, tetapi juga menerima kemuliaan kekal.
V. Perspektif Reformed tentang Kasih Karunia
Dalam kerangka doktrin lima solas dan lima poin Calvinisme (TULIP), kasih karunia mendapat tempat sentral:
-
Total Depravity → Menunjukkan ketidakmampuan total manusia untuk merespons Allah tanpa anugerah.
-
Unconditional Election → Kasih karunia menyatakan bahwa Allah memilih orang percaya tanpa syarat berdasarkan kedaulatan-Nya.
-
Limited Atonement → Kasih karunia diwujudkan secara efektif dalam kematian Kristus bagi umat pilihan.
-
Irresistible Grace → Kasih karunia bekerja dengan kuasa Roh Kudus sehingga pasti menghasilkan respons iman.
-
Perseverance of the Saints → Kasih karunia yang menyelamatkan juga memelihara sampai akhir.
Dengan demikian, kasih karunia bukanlah kesempatan netral yang bisa ditolak begitu saja, melainkan kuasa Allah yang efektif untuk menyelamatkan umat-Nya.
VI. Implikasi Teologis dan Praktis
1. Kasih Karunia Menegakkan Kedaulatan Allah
Anugerah menunjukkan bahwa keselamatan berasal dari Allah dari awal sampai akhir. Tidak ada ruang bagi kesombongan manusia. Segala pujian kembali hanya kepada Allah (soli Deo gloria).
2. Kasih Karunia Menghancurkan Kesombongan Manusia
Jika keselamatan adalah anugerah, maka tidak ada yang bisa bermegah. Paulus berkata, “Barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan” (1Korintus 1:31).
3. Kasih Karunia Memotivasi Kekudusan
Anugerah bukan lisensi untuk berbuat dosa, melainkan kuasa untuk hidup kudus. Titus 2:11-12 menegaskan bahwa kasih karunia mendidik kita untuk menolak kefasikan dan hidup bijaksana, adil, dan saleh.
4. Kasih Karunia Memberi Penghiburan dalam Penderitaan
Karena keselamatan bergantung pada anugerah, maka orang percaya dapat memiliki kepastian yang teguh. Tidak ada penderitaan atau kuasa apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus Yesus (Roma 8:38-39).
Kesimpulan
Kasih karunia Allah adalah inti dari Injil. Ia bukan sekadar kebaikan umum, melainkan tindakan penyelamatan Allah yang mengangkat orang berdosa dari kebinasaan menuju kehidupan kekal. Dalam teologi Reformed, kasih karunia dipahami secara radikal: kita sama sekali tidak layak, tetapi Allah dalam Kristus menanggung hukuman kita, membenarkan kita, dan memuliakan kita.
Kasih karunia ini sungguh mengherankan karena diberikan kepada yang sangat berdosa, ditebus dengan harga yang sangat mahal, dan menghasilkan tujuan yang sangat mulia. Tidak ada respons yang lebih tepat selain sujud dalam iman dan ucapan syukur.
“By grace you have been saved.” (Efesus 2:5)